"Ada apa?" balasnya tanpa memunculkan wajah.
"Bisa jelaskan apa yang terjadi 2 tahun belakangan ini? Aku seperti tidak tahu apa-apa, padahal aku rasa tak pernah sekalipun melewatkan satu hal pun, kecuali tentang dirimu," ujar Nena, mengeraskan suara berharap ketidaktahuannya mendapat respon dari bilik kamar sang kakak.
"Aku berharap kamu buta, Nena, jika dengan begitu semua kembali baik-baik saja," balasnya penuh emosi tertahan, berdiri menampakkan wajahnya dengan sempurna.
"Kenapa?"Â
"Kamu bahkan tidak ingat, saat dimana kamu hampir mati karena perasaan insecuremu? Mencakar wajah? Diet ketat? Belajar mati-matian? Kamu menimpakan semuanya ke aku, dan demi melihatmu baik-baik saja, akulah gantinya."
"Aku menyayangimu, Nena, segala tentang perasaanmu bukan salahmu, seharusnya aku yang lebih dewasa mengajarmu dan memahami hal-hal tentangmu. Sekarang, setidaknya semua terlihat baik-baik saja, kita hanya perlu membatasi banyak hal agar semuanya kembali ke tempatnya masing-masing."
"Selama 2 tahun, aku harap kamu telah memahami banyak hal tentang dirimu, lihatlah dirimu sebagai pribadi yang merdeka dengan apapun yang ada di dalamnya, kamu percaya Tuhan itu baik, mana mungkin kamu dibiarkan sendiri kan? Kamu tetap ada, berharga, hebat dengan atau tanpa mereka."
Penjelasanya berakhir dengan Nane yang menangis berlalu membanting pintu kamar, entah dia sedang menjelaskan Nena atau mungkin tentang dirinya sendiri. Nena merasa dirinya baik-baik saja, tapi perkataan Nane terdengar bahwa ia hampir gila dan membunuh dirinya sendiri. Apakah itu benar? Ada apa dengan Nane?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H