murid menjadi jauh dari pembelajaran pembiasaan. Di dunia pendidikan dasar dan menengah pertama pun demikian. Dalam pembelajarann kompetensi dasar membaca Al-Qur`an dengan fasih sesuai kaidah tajwid, masih banyak murid yang belum lancar membaca Al-Qur`an, masih ada murid yang belum tahu huruf Hijaiyah yang merupakan  huruf dasar membaca Al-Qur`an. Mereka  belum dapat membedakan huruf Hijaiyah. Misalnya antara huruf ba-ta-tsa,  Ja-ha-kha, dal-dza, sin-syin, shad-dha, fa-qaf. Baru sekitar 50% siswa yang sudah mampu membaca al-Qur`an sesuai dengan kaidah tajwid.
Pada tahun pembelajaran 2022/2023 wabah Covid-19 masih menyisakan dampak. Baik positif maupun negatif. Lemahnya pengawasan orang dewasa membuat asyik bermain sendiri dengan dunianya, membuatÂ
Pembelajaran tahun ini adalah pembelajaran dengan adaptasi baru, menghadapi murid yang terkena dampak Covid-19, dimana selama dua tahun secara daring atau tatap maya, tanpa bimbingan atau arahan dari guru, dan lepas dari pantauan orang tua.  Untuk mengetahui kemampuan murid dalam membaca ayat suci Al-Qur`an, masih ditemui  kenyataan bahwa mereka belum lancar membaca Al-Qur`an atau bahkan belum mengenal huruf Hijaiyah. Ketika ditanya kapan kamu terakhir membaca Al-Qur`an, jawabnya dua tahun yang lalu, satu tahun yang lalu. Murid yang belum mengenal huruf Hijaiyah ditanya kenapa kamu belum mengenal huruf Hijaiyah, jawabannya sama karena orang tua tidak mengajari, atau tidak belajar bersama teman-temannya baik di sekolah formal maupun di sekolah non formal diniyah.
Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan murid dan penyebabnya dalam menguasai kompetensi membaca Al-Qur`an menggunakan asesmen diagnostik. Hasil dari asesmen ini sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan atau intervensi yang tepat dan sesuai dengan kelemahan murid. Tujuan dari pembelajaran  yang ingin dicapai adalah murid mampu membaca Al-Qur`an dengan fasih dan lancar sesuai dengan kaidah tajwid. Setelah mereka fasih dan  lancar  harus menjadi pembiasaan membacanya dalam kehidupannya. Jika sudah fasih dan lancar maka bisa membantu orang lain untuk mempelajari Al-Qur`an tersebut.
Menurut Gede Cahya yang dikutip dari  artikel Pentingnya Asesmen Diagnostik Agar Guru Tahu Kelebihan dan  Kelemahan Murid (21 November 2021),  menyampaikan bahwa fungsi tes diagnostik ini adalah mengidentifikasi masalah atau kesulitan belajar yang dialami siswa. Tidak hanya itu asesmen diagnostik juga dapat membantu guru dalam merencanakan pembelajaran yang efisien. Memperoleh informasi yang lengkap tentang siswa (kelebihan, kesulitan belajar) dan membantu merancang baseline untuk asesmen belajar lebih lanjut.
Â
Menghadapi beberapa murid dengan masalah diatas, langkah selanjutnya adalah  melakukan bimbingan secara individu sekitar 10 menit dengan metode Iqra.  Siswa disuruh membaca buku  Iqra mulai dari Iqra jilid 1 halaman 1 lalu di acak halaman. Dengan metode Iqra  murid-murid mulai mengenal huruf lepas, dua huruf, tiga huruf pada Iqra 1.  Iqra 2 murid mengenal huruf sambung dengan baca cepat. Adapun siswa yang sudah fasih membaca Al-Qur`an dijadikan tutor sebaya membimbing temannya belajar membaca Iqra 1-2. Dibimbing untuk dapat membedakan  satu huruf dengan huruf lainnya, dapat  membedakan huruf dengan  tanda titik satu, dua, tiga  di atas, atau titik satu atau dua di bawah.  Murid yang sudah mengenal huruf Hijaiyah namun belum fasih dan lancar, dibimbing dengan Iqra 3-4. Jika sudah lancar membaca Iqra 3-4 maka murid tersebut sudah dapat membaca Al-Qur`an dengan lancar.
Â
Dengan pendekatan dan bertindak selaku orang tua, disampaikan bahwa membaca Al-Qur`an itu wajib hukumnya. Beberapa murid menyatakan merasa malu belum bisa membaca Al-Qur`an dan berjanji akan belajar mengaji. Respon mereka yang belajar dengan metode Iqra sangat antusias dan menjadi termotivasi untuk belajar di rumahnya, karena di rumah mereka sudah punya buku Iqra. Murid menjadi menyadari betapa pentingnya bisa membaca Al-Qur`an dalam kehidupan sehari-hari. Karena Al-Qur`an adalah kitab sucinya, pedoman hidupnya, dan kelak yang akan mengajari anak keturunannya. Mereka senang belajar dengan metode tersebut karena memudahkan mengenali huruf Hijaiyah dan mereka cepat dapat membaca huruf sambungnya.
Sebagai  guru kita  harus sabar dalam membimbing muridnya. Guru harus memahami perbedaan kemampuan setiap murid, dan latar belakang murid tersebut. Guru harus memiliki seribu jurus mengajar untuk membelajarkan murid-muridnya
Mereka merefleksi kegiatan belajar dan guru pengajarnya. Hasil pengamatan beberapa kali pertemuan  mengembangkan strategi ini ditulis sebagai praktik baik  yang dapat dibagikan kepada rekan pengajar dimanapun.