Mohon tunggu...
Nurhasya HawarianaAdiputri
Nurhasya HawarianaAdiputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Kimia 2020

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN Tematik UPI 2022: Belajar Makan dengan Proporsi Gizi yang Baik

14 Agustus 2022   18:19 Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:32 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Mendapatkan tema besar "Desa Tanpa Kelaparan" sebagai topik utama untuk kegiatan Kuliah Kerja Nyata selama satu bulan ke depan, Kelompok KKN Tematik 45 sepakat memecah tiga puluh orang anggotanya ke dalam enam tema sederhana. Kelompok kecil 1, yang terdiri atas saya sendiri dan empat mahasiswa lainnya, kemudian mendapatkan sub-tema "Proporsi Kalori dari Bahan Pangan Non-Pokok". 

Dengan pilihan kata yang sangat baku tersebut, kami berlima dibuat bingung sesaat ketika pertama kali mendengar sub-tema yang harus kami kaji ke depannya. Namun, salah satu anggota kami, Kezia, yang telah melakukan pencarian di internet dan sumber literasi lebih dulu, kemudian menjelaskan bahwa sub-tema yang kami miliki ini sebenarnya tidak serumit itu.

Kebiasaan masyarakat Indonesia yang merasa belum makan apabila belum mengonsumsi nasi, meskipun telah makan makanan pokok lainnya seperti mie, roti, dan kentang, bukanlah merupakan kebiasaan yang baik. Begitu pula dengan kebiasaan "pakai nasi biar kenyang", yang diujarkan bahkan ketika makanan yang sedang dikonsumsi merupakan makanan yang sudah mengandung karbohidrat dengan porsi cukup. 

Mengutip artikel di hellosehat.com tentang asupan karbohidrat ideal per hari, satu orang dewasa dengan kegiatan normal ternyata hanya butuh asupan karbohidrat 305-375 gram setiap harinya. Kebutuhan tersebut setara dengan 6-8 centong nasi, 8 lembar roti tawar, 6 buah kentang, atau 800 gram mie dalam satu hari. 

Namun, jangan lupakan bahwa masih banyak makanan lainnya yang tanpa kita sadari juga mengandung karbohidrat atau gula dalam jumlah berarti.

Kurang pahamnya masyarakat mengenai kandungan gizi dalam makanan dan kebutuhannya bagi tubuh adalah hal yang menyebabkan kebiasaan buruk tersebut masih terus ada hingga saat ini. Masih banyak masyarakat yang belum paham bahwa tujuan kita mengonsumsi makanan adalah bukan asal kenyang, melainkan demi memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh kita. 

Kebiasaan dan kurangnya pemahaman inilah yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang mengalami kurang gizi, stunting, obesitas, maupun diabetes di Indonesia. 

Hal yang menjadi kesalahan adalah masyarakat Indonesia yang masih belum memahami dan menyadari pentingnya mengatur makanan dengan gizi dan porsi yang seimbang.

Maka dari itu, di sinilah mahasiswa seperti kami memiliki peran penting untuk membantu mengedukasi masyarakat tersebut supaya lebih paham dan sadar bagaimana mengatur makanan dengan gizi, porsi, dan waktu yang paling optimal untuk tubuh kita. 

Bertempat di Kelurahan Kebonwaru, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, kami berlima memilih siswa sekolah dasar sebagai audiens edukasi kami. Tepatnya, 32 orang siswa kelas 5 Sekolah Dasar Trikarsa, salah satu dari dua sekolah dasar yang ada di kelurahan tersebut. 

Mempertimbangkan banyak hal, kami berlima sepakat bahwa kelompok audiens tersebutlah yang paling cocok dengan seluruh rangkaian program kerja yang telah kami susun matang-matang.

Kami berlima memulai rangkaian program kerja tersebut dengan observasi lingkungan dan mengurus perizinan dengan pihak Sekolah Dasar Trikarsa pada hari pertama. Disusul dengan kegiatan wawancara sederhana kepada sepuluh orang siswa terpilih dari kelompok target audiens kami. 

Pertanyaan sederhana seputar makanan dan gizi seimbang kami lontarkan kepada siswa-siswi tersebut, tentu saja melalui pendekatan dan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak-anak. 

Namun, ternyata sedikit banyak jawaban para siswa berada di luar ekspektasi kami. Delapan dari sepuluh siswa tersebut masih belum bisa membedakan makanan pokok, lauk, sayur, dan buah. Kesepuluh siswa juga tidak pernah mendengar istilah "Empat Sehat Lima Sempurna" maupun "Isi Piringku". Tujuh dari sepuluh siswa belum bisa menjawab dengan tepat berapa kali seharusnya makan dalam sehari.

Jawaban tak terduga dari para siswa tersebut membuat kami harus sedikit mengubah rangkaian program kerja dan materi edukasi yang telah kami susun. Respon yang kami dapatkan dari wawancara tersebut membuat kami berpikir untuk memulai kegiatan edukasi ini dari materi yang jauh lebih sederhana. 

Maka dari itu, pada pertemuan selanjutnya, edukasi berupa presentasi dan pemutaran video animasi kami langsungkan. Sayangnya, sebagian besar siswa mengaku merasa bosan dan mengantuk selama kegiatan tersebut kami lakukan. 

Hal ini membuat kami lagi-lagi harus memutar otak untuk merombak kembali rangkaian program kerja kami. Melakukan diskusi, kami berlima merancang kegiatan edukasi interaktif yang bisa mencegah audiens merasa bosan dan mengantuk di pertemuan selanjutnya.

Melangsungkan lomba mewarnai bertemakan "Empat Sehat Lima Sempurna", membuat games edukatif berupa mengelompokan makanan berdasarkan kandungan gizinya, hingga membuat kerajinan origami dan hiasan kelas adalah jawaban dari diskusi tersebut. 

Ketiga kegiatan tersebut kami langsungkan pada dua pertemuan selanjutnya, sebagai bentuk edukasi interaktif yang syukurnya, berhasil membuat para siswa jadi lebih paham mengenai topik yang kami bawakan tanpa merasa bosan atau mengantuk. 

Meskipun perlu sedikit dirayu oleh penghargaan berupa bingkisan snack sehat yang kami siapkan, para siswa jadi lebih paham mengenai pembagian makanan, kandungan gizi pada makanan, dan porsi makan yang baik setiap harinya setelah dilaksanakannya empat pertemuan edukasi bersama kami.

Rangkaian program kerja tersebut kemudian ditutup oleh kegiatan olahraga dan makan bekal bersama serta review materi dan kuis pada dua pertemuan terakhir. Kegiatan olahraga dan makan bekal bersama ini kami lakukan dengan tujuan untuk membuat kebiasaan berolahraga dan membawa bekal sehat ke sekolah bagi para siswa. 

Namun pada praktiknya, sebagian besar siswa masih memilih untuk membeli jajanan dan minuman kemasan walaupun telah dibekalkan makanan yang lebih bergizi dari rumah. 

Cireng, mie instan, dan minuman kemasan menjadi jajanan paling populer di antara para siswa yang kami amati selama kami melakukan edukasi di sana. Meskipun begitu, masih ada dua sampai tiga orang siswa yang memilih duduk di kelas dan mengonsumsi bekalnya dari rumah. Jumlah siswa tersebut terus bertambah seiring dengan tambah seringnya kami mengingatkan untuk bawa bekal dari rumah.

Pertemuan terakhir, yang sekaligus menjadi acara perpisahan kami dengan para siswa kelas 5 Sekolah Dasar Trikarsa, membuat kami sedikit merasa bangga. Review materi dan kuis yang kami lakukan pada hari tersebut ternyata berhasil diikuti dan dijawab dengan cukup baik oleh para siswa. 

Kami juga merasa lega karena hal tersebut mengartikan bahwa seluruh rangkaian program kerja yang telah kami laksanakan selama satu bulan ke belakang tidak hanya berakhir sia-sia. 

Meskipun tidak sempurna, tetapi ada cukup banyak hal yang kami tangkap sebagai perkembangan pengetahuan mengenai porsi makan dan gizi seimbang pada para siswa tersebut. Ditutup oleh tangisan haru dari sebagian kecil siswa, kami berlima diantar hingga kantor guru bersama-sama sebagai pelepasan.

Dengan ini, kami berlima berharap bahwa kegiatan yang telah dilakukan selama satu bulan ke belakang benar-benar membawa manfaat bagi para siswa. Kelas 5 tahun ajaran 2022/2023 Sekolah Dasar Trikarsa, terima kasih untuk satu bulannya, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun