Mohon tunggu...
Nurhasan Wirayuda
Nurhasan Wirayuda Mohon Tunggu... -

Tiada yang diadakan, lalu tiada lagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanggapi Demo 4 November dengan Kisah Rasul yang Mulia

4 November 2016   14:47 Diperbarui: 4 November 2016   15:01 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepanjang yang saya tahu, Nabi Muhammad ialah seorang yang lemah lembut, penyabar, dan tentunya pemaaf. Beliau adalah mutiara di antara batu-batu. Itulah yang terpatri sekian lama di dalam hatiku.

Pernah suatu ketika, waktu kecil saat saya sekolah madrasah dinniyah dulu, guruku menjelaskan suatu riwayat bahwa setiap kali Nabi pulang dari masjid, beliau diludahi oleh seorang kafir. Hal ini terus dilakukan oleh orang kafir itu setiap hari secara berulang-ulang.

Suatu hari, Nabi tidak mendapati ludah orang kafir itu seperti biasanya. Kemudian beliau bertanya kepada para sahabat, kemana gerangan orang yang selalu meludahiku itu, salah seorang sahabat mengatakan jika orang kafir yang sering meludahi itu sedang sakit, mendengar cerita dari sahabat beliau tadi, Nabi Muhammad memutuskan langsung menjenguk orang tersebut.

Sesampainya di rumah orang kafir, orang kafir itu pun heran dan terkejut mengapa Nabi Muhammad datang ke rumahnya. Nabi mendekat kepada orang kafir yang sedang terbaring lemah itu dan menanyakan keadaannya. Sontak orang kafir itu menangis, terharu akan kebaikan Muhammad yang mau menjenguknya.

Di lain waktu, guru madrasahku juga menceritakan kisah perjalanan dakwah Nabi Muhammad ke Thaif. Pada saat itu Rasulullah ditolak oleh pemimpin Tsaqiif. Tidak hanya ditolak, beliau juga diusir dari Thaif dan dilempari batu-batu sampai berdarah. Jabroil datang, menawarkan bantuan kepada Rasulullah untuk membinasakan orang-orang tersebut. Gunung-gunung pun siap membantu Rasulullah. Namun, bagaimana jawaban manusia agung ini?

"Ojo Bril, aku rapopo. Sesungguhnya aku berharap kelak diantara keturunan mereka akan menjadi muslim. Lalu beliau bersegera menghadap Tuhan dan berdo’a, "Allahummahdi Qaumi fainnahum laa ya'lamuun" (Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui).

Tentu saja kalau diceritakan lewat lisan,  kisah ini sanggup lebih mengiris-iris hati.

Andaikan, kira-kira, kalau  Rasulullah tahu tentang Ahok  --Al-Maidah-- itu, (terlepas benar atau fitnah) apa yang akan diucapkannya?" Aku kira jawabannya tetap sama. “Allahummahdi Qaumi fainnahum laa ya'lamuun”.

Jadi, beranikah kita mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan ucapan Nabi kekasih kita itu? Atau malah berdemo teriak-teriak yang malah mungkin saja menyakiti hatinya.

Di lain hari lagi, guruku menceritakan tentang kisah Fathu Makkah, Hari Kasih Sayang Islam versi Rasulullah Muhammad SAW yang diabadikan dalam Al Qur’an sebagai Fathan Mubina, atau kemenangan yang nyata.

Pasukan Islam yang dipimpin langsung oleh Rasulullah dari Madinah diizinkan Allah untuk merebut kembali kota Makkah. Ribuan tawanan perang diberi amnesti massal. Bukan tax amnesti loh ya..

Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang: “…hadza laisa yaumil malhamah, walakinna hadza yaumul marhamah, wa antumut thulaqa….”. Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka, kembalilah ke keluarga kalian masing-masing.

Pasukan Islam yang mendengar pidato itu merasa shock. Berjuang hidup mati, diperhinakan, dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di genggaman tangan, musuh malah dibebaskan. Lha, piye toh?

Itu pun belum cukup. Rasulullah memerintahkan harta rampasan perang, berbagai harta benda dan ribuan onta, dibagikan kepada para tawanan. Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan proteslah sebagian pasukan muslimin kepada Rasulullah.

Pasukan Muslimin dikumpulkan, berbaris melingkar, lalu Rasulullah Muhammad SAW bertanya:

“Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku?”

Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun….

“Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian, aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian?”

“Tentu saja sangat mencintai.” Pasukan Muslimin menjawab serempak.

 Rasulullah mengakhiri pertanyaannya: “Kalian memilih mendapatkan onta dan berbagai harta benda ataukah memilih cintaku kepada kalian?”

Pasukan Muslimin saling tengok dengan teman-teman di sampingnya.

Terdengar seseorang menangis haru ditengah barisan kaum Muslimin, maka menangislah mereka semua karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit.

Hmm…. Alangkah indahnya.

Ya Nabi salam ‘alaika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun