Mohon tunggu...
Nur Hasanah
Nur Hasanah Mohon Tunggu... Editor - Peminat sastra

Peminat sastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kupas [Tak] Tuntas Sosok Nakhoda Agustin Nurul Fitriyah

17 Februari 2016   00:48 Diperbarui: 17 Februari 2016   04:42 3156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana dengan kehidupan pribadi? Agustin yang pernah menikah dan siap menikah lagi ini intens bertemu dengan keluarganya. Sering keluarganya diminta berkunjung ke daerah yang sedang dilabuhi kapal Agustin. Pemeo “makan nggak makan asal kumpul” rupanya tidak berlaku bagi Agustin. Menurut Agustin, justru sulit bertemu walaupun dekat tapi tidak punya uang. Kalau berjauhan, asal ada uang, gampang saja bertemu dengan keluarga. Jadi, berapa sih gaji Agustin? Sambil tertawa, ia berseloroh, “Lebih dari gaji gubernur....”

Rakus Membaca Buku

Bicara tentang penghasilan, ada satu fakta menarik tentang Agustin. Nakhoda cantik dan berpenampilan feminin ini rutin menganggarkan Rp 1 juta setiap bulan untuk membeli buku. Apakah bukunya benar-benar dibaca atau sekadar ditumpuk? Hm... hobi membacanya sama sekali bukan hobi basa-basi yang diucapkan orang dengan mudah. Buku-buku yang Agustin beli pada awal bulan selalu habis dibacanya pada bulan itu pula. Dalam dua hari, ia bisa menyelesaikan baca buku setebal 500-800 halaman. Mungkin Anda jadi bertanya, apakah pekerjaan nakhoda sedikit sampai-sampai bisa membaca buku setebal itu hanya dalam dua hari. Berbeda dengan perwira yang punya jam kerja, tanggung jawab nakhoda 24 jam penuh setiap harinya.

[caption caption="Kapten Agustin membaca buku di kamar khusus kapten kapal | Dokumentasi Pribadi"]

[/caption]Adapun buku-buku yang Agustin gemari adalah novel ala Kerajaan Inggris, Perancis, Italia, buku biografi tokoh—seperti tokoh Menteri Susi Pudjiastuti dan Dahlan Iskan—, buku tentang agama, arsitektur, dan desain interior. Mengaku mulai suka buku sejak umur dua tahun dari pengalaman didongengi sang ibu, koleksi buku Agustin kini sudah ribuan jumlahnya. Sebagian dari buku-bukunya ia sumbangkan kepada teman, tempat-tempat PKK, dan Perpustakaan Bhayangkari. Selain ingin berbagi, Agustin ingin menumbuhkan minat baca kepada orang lain. Kelak, ia ingin membangun perpustakaan.

Kapal Gas dan Pensiun Dini

Agustin sekarang ini dipercaya menakhodai kapal MT Merbau 3.500 ton DWT—total bobot yang dapat ditampung kapal untuk membuat kapal terbenam sampai batas yang diijinkan—dengan muatan 4.000 kilo liter. Ketika sedang sandar hari itu, kapal baru saja kembali dari Pontianak. Kapal tanker tersebut mengangkut BBM ke seluruh wilayah Indonesia.

[caption caption="Kapten Agustin dipercaya menakhodai kapal tanker MT Merbau | Dokumentasi Pribadi"]

[/caption]Dengan capaian sekarang ini, apa lagi yang diinginkan Agustin? Tampaknya perempuan ramah ini selalu mencari tantangan baru. Ia ingin suatu hari nanti diberi tugas menakhodai kapal gas. Pertamina memang memiliki dua kapal gas terbesar se-Asia Tenggara dengan rute Indonesia-Aljazair dan Indonesia-Rusia. Kebetulan saya pernah mengunjungi salah satu kapal gas tersebut yang ukurannya memang berlipat-lipas besarnya daripada kapal MT Merbau dan pelayarannya bisa memakan waktu dua bulan.

[caption caption="Satu dari dua kapal LPG Pertamina | Dokumentasi Pribadi"]

[/caption]Agustin juga mengejar target dalam hal pendidikan. Lulusan S2 Transportasi Laut Trisakti ini berencana mengambil pendidikan S3. Dengan pendidikan tinggi, ia ingin kelak pensiun dini seperti Karen Agustiawan, sosok yang dikaguminya, tinggal di desa, dekat dengan sawah, dan sewaktu-waktu bisa dipanggil untuk berbagi ilmu.

Namun, satu hal yang perlu diingat dari Agustin, ia memperjuangkan cita-citanya tak hanya untuk dirinya sendiri. Sebagai perempuan nakhoda kapal tanker pertama di Indonesia, ia berusaha bekerja sebaik mungkin, berusaha menghindari kesalahan karena nasib adik-adiknya—perempuan perwira kapal—bergantung kepada dirinya. Kalau Pertamina melihat Agustin yang perempuan “gagal” sebagai nakhoda, akan sulit bagi perempuan perwira berikutnya yang ingin maju sebagai nakhoda.

Memanen cerita dari Agustin seperti tak ada habis-habisnya. Namun, kesinggahan saya di kapal itu berbatas waktu. Peringatan bahwa semakin sore ombak semakin besar membuat awak media lekas-lekas merampungkan wawancara dan pengambilan foto. Lagi pula, kepala kami sudah keliyengan dan perut saya mulai terasa mual sejak awal naik kapal seiring dengan terombang-ambingnya kapal walaupun posisi kapal sedang sandar. Dan, sekali lagi saya berurusan dengan tangga monyet untuk turun ke speedboat. Turun dari kapal dengan tangga itu ternyata lebih menakutkan daripada ketika naik ke kapal.

Ombak semakin sore memang semakin besar karena sedang musim angin barat, mengayun-ayun speedboat yang kami tumpangi. Semakin jauh speedboat berlalu dari kapal MT Merbau, saya makin termangu saja memandangi kapal tanker tersebut. Pasalnya, saya merasa harus mengambil foto kapal tersebut untuk melengkapi reportase saya. Di sisi lain, saya harus mengeratkan tangan untuk berpegangan ke speedboat agar tidak terlempar ke laut. Sebelumnya, dalam perjalanan berangkat menuju kapal itu, saya urung mengambil foto karena gerimis agak deras. Sungguh, nihilnya foto kapal itu adalah kesalahan terbesar saya dalam liputan itu.

Lalu ingatan saya kembali tertuju kepada Agustin. Saya diombang-ambing ombak sebesar itu saja rasanya sudah takut maksimal, bagaimana Agustin menghadapi hari-harinya di kapal sepanjang bulan, sepanjang tahun dengan terjangan ombak yang dahsyat? Ketangguhan macam apa yang dimilikinya? Beberapa hari kemudian, lewat wawancara lanjutan via email, barulah saya mendapatkan gambaran bagaimana Agustin memandang hidupnya.

Hidup saya sudah seru, Mbak, beda daripada wanita yang lain, memimpin sekelompok pria gagah dan tangguh yang rata-rata badannya lebih besar dari saya di tengah lautan luas dengan tugas negara yang begitu berat, mengantar pasokan minyak tepat waktu dalam cuaca dan keadaan apa pun. 

Selamat terus berjuang, Kapten Agustin! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun