Selain peran praktis, perempuan dalam tradisi Mongubingo juga memiliki peran simbolis. Mereka diposisikan sebagai representasi nilai-nilai kesucian, moralitas, dan kehormatan keluarga. Simbol-simbol dalam ritual ini, seperti penggunaan kain putih, mencerminkan harapan masyarakat terhadap perempuan sebagai penjaga nilai-nilai etis dalam komunitas. Dengan demikian, tradisi ini mempertegas posisi perempuan sebagai figur moral dan simbol kebersihan spiritual.
Namun, peran gender dalam tradisi ini tidak terlepas dari kritik. Beberapa pihak memandang Mongubingo sebagai bentuk subordinasi perempuan karena fokusnya pada ritual yang dianggap tidak relevan dengan nilai-nilai modern. Di sisi lain, masyarakat pendukung tradisi menilai ritual ini sebagai cerminan identitas budaya yang harus dijaga. Ketegangan ini menunjukkan bagaimana peran gender dalam tradisi dapat menjadi arena perdebatan antara konservatisme budaya dan modernisasi.
Meski demikian, peran perempuan dalam tradisi Mongubingo tidak hanya bersifat pasif, tetapi juga aktif dalam mentransfer nilai-nilai budaya. Ibu, misalnya, tidak hanya memandu anak perempuan menjalani ritual, tetapi juga mengajarkan makna filosofis di balik prosesi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa peran gender menjadi alat penting untuk mentransmisikan pengetahuan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Selain itu, tradisi Mongubingo juga memberikan ruang bagi pemberdayaan perempuan. Keterlibatan perempuan sebagai pelaksana utama ritual memberikan mereka peluang untuk menunjukkan kemampuan kepemimpinan dan keterampilan organisasi. Dengan memainkan peran ganda, yaitu sebagai penjaga tradisi dan agen perubahan, perempuan memiliki otoritas moral yang kuat dalam komunitas mereka.
Tradisi ini juga mencerminkan bagaimana perempuan menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi. Sebagai penjaga tradisi, perempuan berada di garis depan dalam menavigasi perubahan sosial tanpa mengorbankan nilai-nilai budaya. Mereka dituntut untuk menjaga keseimbangan antara mempertahankan identitas budaya dan merespons nilai-nilai modern, seperti kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Dengan demikian, peran gender dalam tradisi Mongubingo tidak hanya menjadi alat pelestarian budaya, tetapi juga sarana untuk membangun identitas kolektif. Perempuan memainkan peran strategis sebagai penjaga moral, pendidik, dan pemimpin dalam komunitas mereka. Tradisi ini menempatkan perempuan sebagai tokoh sentral dalam mempertahankan harmoni antara nilai-nilai budaya lokal dan tuntutan zaman.
Tradisi Mongubingo di Gorontalo adalah bagian dari budaya yang mengajarkan nilai-nilai penting seperti kesucian, tanggung jawab, dan kejujuran, khususnya untuk anak perempuan. Dalam tradisi ini, perempuan, terutama ibu, memainkan peran yang sangat penting. Ibu bertanggung jawab untuk memastikan prosesi tradisi berjalan dengan baik dan sesuai dengan adat. Meskipun ada tantangan dari perubahan zaman, tradisi Mongubingo tetap relevan untuk melestarikan budaya Gorontalo dan mengajarkan nilai-nilai kepada generasi muda. Perempuan tidak hanya berperan dalam menjaga tradisi, tetapi juga beradaptasi dengan perkembangan zaman, sambil tetap mempertahankan identitas budaya mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H