Mohon tunggu...
Nur Hafni
Nur Hafni Mohon Tunggu... Guru - Long Life Learning.

Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Pembelajaran Huruf Hijaiah dalam Pandangan Islam pada Anak Disleksia

6 Oktober 2022   00:31 Diperbarui: 6 Oktober 2022   00:35 797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disleksia merupakan kondisi membaca seseorang yang tidak memuaskan. Seseorang  yang mengalami disleksia memiliki IQ normal, bahkan terkadang di atas rata-rata, namun memiliki kemampuan membaca satu atau satu setengah tingkat di bawah IQnya. (Martini Jamaris, 2014). Seorang ahli pendidikan Mulyadi (2010) memberikan makna yang lebih luas tentang disleksia. Menurutnya disleksia adalah kesulitan membaca, mengeja, menulis, dan kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata yang memberikan efek terhadap proses belajar atau gangguan belajar.

Nini Subini, (2012) menjelaskan disleksia berdasarkan penyebab intern yang dialami oleh seorang individu. Disleksia merupakan satu gangguan perkembangan fungsi otak yang terjadi selama rentang hidup. Disleksia dianggap suatu efek yang disebabkan karena gangguan dalam asosiasi daya ingat (memori) dan pemrosesan sentral yang disebut kesulitan membaca primer. Agar anak  dapat membaca secara otomatis anak harus melalui pendidikan dan inteligensi yang normal tanpa adanya gangguan sensoris. Biasanya kesulitan ini baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu.

Disleksia pada dasarnya adalah kesulitan belajar membaca yang tidak ada hubungannya dengan IQ karena biasanya penderita disleksia memiliki IQ yang normal. Disleksia lebih disebabkan karena gangguan dalam asosiasi daya ingat (memori). Akan tetapi, karena membaca merupakan keterampilan dasar bagi kemampuan berbahasa lainnya,maka dapat dimengerti jika ada yang mendefinisikan bahwa disleksia merupakan kesulitan membaca ataupun menulis. Hal ini disebabkan kesulitan membaca juga akan berdampak pada kesulitan menulis.

Islam memandang manusia sebagai makhluk Tuhan. Dalam hal ini peserta didik juga merupakan seorang makhluk Tuhan yang memiliki fitrah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang sempurna dan memiliki kemampuan yang unggul. Pendidikan tidak terkecuali juga harus diajarkan kepada anak berkebutuhan khusus seperti disleksia.

Pembelajaran huruf hijaiah merupakan bagian dari pendidikan Al-Qur'an sebagai materi dalam ajaran agama Islam.

Dengan demikian pendidikan agama Islam tidak hanya mengandung materi tentang ajaran agama pada peserta didik. Dalam kaitan dengan anak berkebutuhan khusus, secara filosofis memuat nilai-nilai untuk menegaskan kesamaan peserta didik yang normal dan anak berkebutuhan khusus. Kedua jenis peserta didik ini memiliki nilai sama dalam konsep ketuhanan. Mereka adalah makhluk-Nya dan menjadi amanah bagi kedua orang tuanya.

Kemampuan terbatas atau keadaan disabilitas dapat dialami oleh siapa saja. Al-Qur'an sebagai kitab umat islam yang merupakan buku petunjuk kehidupan manusia. Al-Qur'an sudah seharusnya dapat dibaca dan dipahami oleh seluruh umat Islam. Sebuah hadis yang disampaikan oleh Hajjaj bin Minhal dari Syu'bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa'ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari). Hadis lain dari Aisyah, Rasulullah saw bersabda, "Orang yang ahli dalam Al-Qur'an, akan bersama para malaikat pencatat yang mulia lagi benar. Dan orang-orang yang terbata-bata membaca Al-Qur'an serta bersusah payah (mempelajarinya), maka baginya pahala dua kali." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud). Dua hadis tersebut menyebutkan keutamaan bagi orang-orang yang membaca Al-Qur'an dan juga mempelajari Al-Qur'an.

Rasulullah dalam salah satu hadis dari Abu Hurairah, Ia berkata: Rasulullah bersabda : "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, ayah dan ibunyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)

Fitrah adalah potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Setiap manusia memiliki beberapa potensi, dan kita Allah berikan kebebasan untuk mengembangkan potensi-potensi yang kita miliki.

Menurut Ibnu Khaldun, manusia lahir membawa kemampuan yang terpendam yang disebut fitrah. Fitrah manusia cenderung kepada Islam dan lingkungan (termasuk orang tua dan masyarakat), di mana ia berada sangat mempengaruhi perkembangan akal dan jiwa peserta didik. Seolah-olah Ibnu Khaldun ingin menegaskan, bahwa di samping faktor bakat dan keturunan, juga ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan akal dan jiwa anak didik, yaitu faktor lingkungan.

Peserta didik dalam pandangan Ibnu Khaldun adalah sosok yang harus diperhatikan. Beliau menempatkan peserta didik sebagai sosok yang harus dipahami dan diikuti perkembangan kejiwaan dan akal pikirannya, karena peserta didik pada awal kehidupannya belum memiliki kematangan pertumbuhan. Karena peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain, baik yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat, dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Ibnu Khaldun menghendaki peserta didik diberikan pengajaran dan pengetahuan dengan memperhatikan prinsip-prinsip kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Ibnu Khaldun juga berpendapat tentang pentingnya memperhatikan perkembangan akal dan kemampuan mereka menerima berbagai ilmu dan keterampilan yang diajarkan oleh pendidik. Hal ini disebabkan karena ia berkeyakinan, bahwa proses pembelajaran tidak akan berhasil dengan baik, kecuali setelah mempelajari tabiat akal manusia pada berbagai periode perkembangan, karena seorang anak pada awal kehidupannya belum sempurna cara berpikirnya, ia belum mampu memahami pelajaran secara keseluruhan. Justru karena itu, seorang pendidik perlu mengulang-ulang materi yang diberikan dengan mempergunakan contoh-contoh yang hidup dalam bentuk yang sederhana menuju kepada yang lebih sempurna (secara bertahap, gradual) dengan memperhatikan kemampuan dan kesiapan anak didik.

Dalam Al-Qur'an surah An-Nahlu ayat 78 Allah berfirman yang artinya :

"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur".

Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun. Kemudian Allah menciptakan pendengaran, penglihatan, dan hati agar kita dapat bersyukur. Para ulama seperti Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Aisarut Tafasir, menjelaskan bahwa Allah menyebutkan tiga macam indera ini adalah karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh indera ini. Kelebihan tersebut adalah ke tiga indera ini dapat menjadi kunci ilmu pada diri seseorang. Melalui penggunaan indera ini pula Allah mengajarkan manusia untuk bersyukur dan menggunakannya untuk berpikir serta mencari kebenaran untuk taat kepada Allah, maka semua itu akan menjadi alasan terhadapnya (berbalik menimpanya), dan sama saja membalas nikmat dengan keburukan.

Dalam Al-Qur'an surah Ar Ra'du ayat 11 Allah berfirman yang artinya :

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".

Berdasarkan potongan surah Ar Ra'du ayat 11 di atas, dapat kita pahami bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang terdapat di bumi dan seluruh semesta. Namun manusia juga telah Allah berikan kemampuan untuk memilih keadaan yang diinginkan. Jika seorang manusia menginginkan kebaikan dan berusaha dengan giat, maka Allah akan memberikan apa yang diinginkan oleh manusia tersebut. Demikian juga sebaliknya.

Setiap manusia yang terlahir ke dunia tentunya mengharapkan untuk menjadi seorang manusia sempurna. Namun kita tidak dapat memilih dan menentukan lahir dari kalangan siapa atau dalam keadaan bagaimana. Namun Allah telah memberikan kesempatan bagi manusia untuk dapat mengubah keadaan masa depan yang akan ia lewati.

Pembelajaran huruf hijaiah merupakan materi awal yang harus dipelajari oleh setiap muslim untuk memudahkan kita dalam membaca Al-Qur'an sebagai buku petunjuk kehidupan manusia.

Allah tidaklah menciptakan sebuah kekurangan tanpa menciptakan kelebihan. Demikian pula pada anak disleksia. Allah telah menciptakan indera untuk kita manfaatkan sebagai alat dan kunci mencari ilmu. Metode multisensori yang memanfaatkan berbagai indera, dapat mendukung anak disleksia untuk dapat membaca dan menulis dengan baik sebagaimana peserta didik lainnya.

Menyajikan analisis pembelajaran huruf hijaiah pada anak disleksia dalam pandangan Islam bukan saja tentang menguraikan teori-teori dan ayat-ayat Al-Qur'an. Namun juga tentang keyakinan kita manusia sebagai makhluk Allah, Tuhan yang Maha Kuasa atas selurus semesta. Bahwa Ia mampu memutar balikan malam dan siang, maka Ia juga sangat mampu memutar balikan keadaan tidak mungkin menjadi mungkin terjadi.

 Terdapat banyak teori dan metode belajar yang efektif pada anak disleksia yang dapat diterapkan untuk mempelajari huruf hijaiah dan Al-Qur'an. Sehingga mereka juga dapat merasakan indahnya belajar huruf hijaiah dan Al-Qur'an.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun