Mohon tunggu...
Nur Hafni
Nur Hafni Mohon Tunggu... Guru - Long Life Learning.

Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menantang Garis Batas

15 April 2022   12:19 Diperbarui: 15 April 2022   12:20 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dek, Hari Senin sampai Kamis sekolah kita akan mengadakan daurah tahfidz untuk para guru-guru. Kakak minta tolong kamu jadi musyrifah bisa?" Ucap ustzah Annisa selaku penanggung jawab acara daurah tahfidz guru saat itu.

"Kenapa saya? Jangan dong. Saya belum sepantas itu untukl menjadi seorang musyrifah. Apalagi kalau melihat umur". Balas ku.

"Dari guru-guru yang ada, hanya kamu yang sudah selesai 30 juz. Berhubung nanti di akhir juga akan diberikan penghargaan kepada 3 orang yang paling banyak menambah hafalan barunya. Kalau adek kan sudah tidak ada hafalan baru. Kalau perkara umur, kita belajar itu tidak ada aturan umur. Selagi ada kebaikan yang dapat kita berikan, kenapa harus menolak?" Sang penanggung jawab tak ingin menyerah begitu saja.

"Tapi..."

"Kalau banyak tapinya tidak akan maju-maju. Ya. Nanti kakak konfirmasi ke kepala sekolah. Ya. Kakak mau jemput anak dulu" Putusnya dan pergi meninggalkan ku yang masih bertanya-tanya.

Bukan tidak ingin menjadi musyrifah. Hanya saja menurutku umur menjadi hal penting saat ingin belajar, terutama Al-Quran. Namun saat Allah menempatkan seorang manusia pada sebuah keadaan, atau pada sebiuah tempat, Allah pasti akan membantu kita menyelesaikannya sampai tuntas dengan baik. 

"Ya udah. Mungkin ada banyak hal yang akan aku pelajari dari pengalaman ini" Gumanku pada diri sendiri lalu beranjak mengambil tas dan pulang.

Hari Senin tiba dan mentari sangat semangat menerangi bumi. Langit yang biru. Sempurna. Aku bersiap-siap dan berpamitan pada orang tua. Memasuki garasi dan mengambil kunci motor lalu pergi ke sekolah. "Ya Allah. Bantu, dan temani aku".

Saat tiba di sekolah dan mengambil kartu prestasi untuk mencatat hafalan guru, aku beranjak ke ruang kelas. Masih sepi. Aku memilih untuk merapikan meja dan kursi. Setelah semua selesai, aku mengeluarkan kartu prestasi dan Al-Quran dari tas. Melengkapi data-data guru yang harus aku isi di kartu prestasi untuk memudahkan pencatatan jumlah hafalan mereka nantinya.

Hingga beberapa guru telah memasuki ruang kelas. Saat semua telah lengkap, aku membuka kelas dengan salah, menanyakan kabar, dan berdoa. Tidak lupa menyelipkan kata-kata motivasi untuk menyemangati mereka.

15 menit berlalu dan satu persatu dari mereka maju untuk menyetorkan hafalannya. Aku menyimak hafalan mereka dan membenarkan pada pengucapan-pengucapan yang salah. Hingga kemudia maju satu guru yang umurnya paling tua dari kami semua yang ada di kelas. Aku menyimaknya yang menyetorkan hafalan surah Al Baqarah. Setelah setoran, dia menyampaikan "Maaf ustzah. Saya bisanya sedikit. Maklum, faktor umur yang sudah berkepala empat. hehe".

"Tidak apa-apa ustzah. Yang penting usaha, doa dan yakin. Allah pasti mudahkan. Sedikit-sedikit lama-lama juga jadi bukit. ya kan?" timpalku.

"Iya ustzah". Jawabnya dan kembali ke tempat duduknya.

Namanya Zalika. Umurnya memang sudah 40 lebih. Namun aku memperhatikan semangat dan keseriusannya mengikuti kegiatan ini.

Gurur-guru di sini memang terdiri dari berbagai umur. Ada yang masih 20 dan juga ada yang beranjak 30 dan 40. Namun melihat antusias mereka mengikuti daurah ini mengingatkan ku pada ucapan penanggung jawab daurah tahfidz guru ini beberapa hari lalu. "Belajar itu tidak melihat umur". Betul sekali. Jika belajar berpatokan pada umur, maka hidup kita akan disitu-situ saja. Sedangkan Allah tidak pernah menurunkan ayat tentang batas kita belajar.

Para guru begitu semangat untuk menambah hafalan terutama di bulan puasa ini. "Kalau sudah di rumah, kita sudah sibuk dengan anak, masak, nyuci. Kalau sudah bukan bulan ramadhan, kita sudah sibuk dengan kegiatan-kegiatan sekolah dari pagi sampai sore. Jadi berhubung ada kesempatan, saya mau jadi yang terbaik ustzah. Mumpung ada kesempatan". Ucap salah seorang guru saat hendak pulang hari ini.

Jam menunjukkan pukul 12.00. Sehingga daurah tahfidz guru hari ini sudah selesai. Aku menutup kelas dengan membaca doa dan memberikan motivasi kepada mereka.

Kegiatan menghafal dan menyimak hafalan ini ku lewati sampai hari Kamis. Namun pada hari Kamis daurah hanya dilaksanakan sampai jam 11.00. Karena akan ada acara pembagian hadiah setelah ini. Aku masuk kantor guru dan menyerahkan laporan hafalan kepada penanggung jawab kegiatan.

"Gimana? Sukses kan jadi musyrifah? Aman kan? Ga digigit sama guru-guru lain kan?"

"Alhamdulillah aman ustzah. Hehe. Oh ya. Ini laporan hafalan para guru." Sambil menyerahkan map kartu prestasi guru berisi laporan hafalan mereka.

"Oh ya ustzah. Tau ga. Mereka keren-keren yaa. Ustzah Zalika nambah hafalan baru paling banyak. Selesai juz 1" Aku menyampaikan kekaguman ku pada ustzah Annisa.

Ustzah Annisa tersenyum dan berkata "Jadi benarkan, umur bukan alasan untuk berhenti belajar dan menambah pengalaman?"

"Iya ustzah. Kalau kita punya niat baik untuk belajar, usaha serius, berdoa, pasti Allah kasih jalan".

"Betul sekali. Jadi besok-besok kalau dikasih tantangan mengajarkan nenek-nenek bisa kan?" Tantang ustzah Annisa.

"Hah. Gimana. Tolong. Ilmu saya masih sedikit banget tentang pendidikan andragogi. Tolong ya. Jangan" Tolak aku.

"Heheh. Canda dek. Tapi ya tidak menutup kemungkinan kalau Allah sudah mengiyakan kan" Ustzah Annisa terus menantang.

"Ustzah. Laporannya harus segera dikumpulkan ya". Aku mencoba mengalihkan pembahasan.

Hari Kamis terlewati dengan baik dan selesai dengan sempurna. Minggu kedua bulan ramadhan tahun ini aku mendapatkan ilmu yang banyak. Menantang garis batas. Kita seringkali meletakkan garis batas pada diri kita sendiri. Atau mungkin kita sebenarnya juga seringkali meletakkan garis batas untuk orang lain.

"Ga mungkin kamu bisa"

"Aku ga bisa"

Seberapa sering sih kita menolak dan mengabaikan kesempatan-kesempatan yang sudah Allah beri?

Kesempatan itu. Waktu itu ada. Namun hanya karena kita "ngerasa" kayanya aku ga mampu. Kita menolak kesempatan-kesempatan itu.

Just do it. Push your limit.

Ambil kesempatan yang ada, berusaha yang terbaik, Allah pasti bantu. Bisa jadi dengan kita mengambil kesempatan itu, kita akan belajar banyak hal. Akan menambah wawasan. Akan menambah pengalaman. Kalaupun terjatuh atau kita melakukan kesalahan. Kita akan memperbaiki dan kita juga belajar mana yang benar kan.

Allah tidak pernah membatasi hambaNya untuk belajar. Allah tidak pernah membatasi hambaNya untuk berkarya. Namun yang Pati adalah Allah selalu membantu hambaNya. Allah pasti selalu menolong hambaNya. Allah pasti menguatkan hambaNya. Allah melapangkan jalan bagi ia yang mau.

Semangat. Jaga kesehatan. dan Teruslah bergerak.

Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga di ramadan kali ini, kita bisa menjadi hamba yang lebih taat dan bertaqwa.

Semoga setelah ramadan nanti, kita tetap menjadi hamba yang rajin ngaji dan rajin salat.

Baarakallahu fiikum and have a nice day.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun