Mohon tunggu...
nurhadi sucahyo
nurhadi sucahyo Mohon Tunggu... Jurnalis - Membaca, Mendengar, Melihat, Menulis

Mulai dari Nol

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pertemuan, Jodoh dan Kisah Will di Notting Hill

1 Maret 2022   14:51 Diperbarui: 1 Maret 2022   14:59 2007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah Anda percaya apa yang terjadi di Notting Hill (1999)?

Mungkin ini agak membingungkan bagi yang lahir setelah tahun 2000. Yup, Notting Hill memang sebuah tempat di Inggris. Tetapi itu juga sebuah film.

Di Notting Hill, William Thacker (Hugh Grant) bertemu dengan Anna Scott (Julia Roberts). Di sebuah toko buku, di Jalan Portobello. Will, pemilik buku itu dan Anna seorang artis terkenal dari Amerika. Tentu ini kisah klasik. Bisnis Will tidak begitu bagus, meski di tokonya dia punya seorang karyawan. Dia bahkan hanya bisa membeli kopi separuh cangkir. Sementara Anna memiliki segalanya: terkenal, begitu menawan, dan kaya tentu.

Tapi begitulah. Meski seolah terlalu indah untuk terwujud, keduanya kemudian menikah. Di akhir film, Anna digambarkan sedang hamil. Mereka duduk di sebuah bangku kayu, di sebuah taman, yang juga terlihat di video klip When You Say Nothing At All dari Ronan Keating.

Kembali ke pertanyaan awal, apakah Anda percaya dengan apa yang terjadi di Notting Hill?

Ceritanya tentu tidak sesederhana itu. Film-nya saja 124 menit. Kisah di dunia nyata tentu hitungan tahun. Tetapi itu tidak penting, yang utama adalah apakah skenario semacam itu mungkin dalam kenyataan.

Pertemuan dan perjodohan memang unik. Mungkin tidak ada resepnya. Tidak ada rumus macam matematika atau fisika. Dalam beberapa pemahaman, kemiripan wajah menjadi faktor kecocokan. Meski kalau suami-istri terlalu mirip tentu aneh, serasa menikah dengan diri sendiri.

Ada banyak kisah, di luar soal perbandingan kekayaan, apa yang terjadi pada Will dan Anna, juga berlaku di dunia nyata. Jodoh karena sebuah pertemuan tidak sengaja, di bioskop, rumah makan, lapangan bola, kantor lembaga kredit, resepsi nikahan teman, sampai karena berteduh berdua di emper toko karena sama-sama menghindar dari hujan. Saling senyum, pura-pura bertanya, berbagi cerita tentang cuaca, atau betapa beratnya cicilan bulanan.

Dulu orang-orang merasa tidak sopan langsung menunjukkan ketertarikan. Mereka butuh perantara yang disebut comblang. Zaman sekarang lebih mudah karena tinggal menanyakan nomor kontak atau mencari akun media sosialnya.

Banyak juga pertemuan dan perjodohan karena sedikit upaya. Di masa lalu, sejumlah koran membuka rubrik cari jodoh. Mereka yang tertarik berkirim surat ke redaksi dengan sedikit deskripsi, dan berharap tukang pos datang kemudian mengantar surat dari tuan misterius di seberang.

Dalam bentuk lain, ada pula biro jodoh, baik berbayar atau gratisan. Usaha sekelompok orang membuat acara, untuk mempertemukan mereka yang mencari pendamping. Sampai sekarang, masih ada acara rutin semacam ini, yang biasanya digelar di aula salah satu kelurahan di Yogya. Mungkin terhenti karena pandemi, bukan karena tak ada cinta yang bersemi.

Ada yang dikenalkan teman. Pura-pura makan berempat, karena yang dua hendak menjodohkan yang dua lainnya. Ada juga didekatka saudara, pada teman, tetangga, atau saudara yang lain. Entah dengan pola semacam apa, kisah seperti itu lalu lalang tiada henti. Sebagian teman, melewati begitu banyak pertemuan tanpa perjodohan. Yang membahagiakan, sebagian besar karena pilihan. Untuk tetap sendiri, untuk tetap menikmati, untuk tetap merdeka, untuk tetap memaknai tak ada seseorang bukan berarti tanpa teman.
Bahkan ada yang memaknai kemerdekaan itu, dalam penjelajahan sampai ke pulau-pulau terpencil, untuk menikmati oksigen paling murni, tanpa perlu mengajak hidung yang lain.

Pada sisi yang lain, seperti yang terjadi pada Will, pertemuan itu merubah hidup. Dia sebelumnya hidup diantara rumah dengan pintu bercat biru, dan toko buku di seberang jalan. Pertemuan itu mengubah hidupnya, dalam ruang-ruang besar, sorotan lampu dan kilatan kamera. Wajahnya muncul di koran dan televisi, begitupun orang-orang membicarakan hidupnya.

Seperti tulisan ini.

Jika pertemuan itu tak pernah terjadi, dia mungkin tetap menjadi duda keren yang berkacak pinggang di seberang jendela kaca besar toko bukunya. Dan kita akan melihatnya, dengan senyum renyah menawan itu, jika mampir ke Notting Hill.

Begitulah. Banyak yang bersuka dengan pertemuan-pertemuan. Tetapi memintanya cukup sejauh itu, karena belum atau tidak mau, hidupnya berubah.

Seperti Will....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun