Ada yang dikenalkan teman. Pura-pura makan berempat, karena yang dua hendak menjodohkan yang dua lainnya. Ada juga didekatka saudara, pada teman, tetangga, atau saudara yang lain. Entah dengan pola semacam apa, kisah seperti itu lalu lalang tiada henti. Sebagian teman, melewati begitu banyak pertemuan tanpa perjodohan. Yang membahagiakan, sebagian besar karena pilihan. Untuk tetap sendiri, untuk tetap menikmati, untuk tetap merdeka, untuk tetap memaknai tak ada seseorang bukan berarti tanpa teman.
Bahkan ada yang memaknai kemerdekaan itu, dalam penjelajahan sampai ke pulau-pulau terpencil, untuk menikmati oksigen paling murni, tanpa perlu mengajak hidung yang lain.
Pada sisi yang lain, seperti yang terjadi pada Will, pertemuan itu merubah hidup. Dia sebelumnya hidup diantara rumah dengan pintu bercat biru, dan toko buku di seberang jalan. Pertemuan itu mengubah hidupnya, dalam ruang-ruang besar, sorotan lampu dan kilatan kamera. Wajahnya muncul di koran dan televisi, begitupun orang-orang membicarakan hidupnya.
Seperti tulisan ini.
Jika pertemuan itu tak pernah terjadi, dia mungkin tetap menjadi duda keren yang berkacak pinggang di seberang jendela kaca besar toko bukunya. Dan kita akan melihatnya, dengan senyum renyah menawan itu, jika mampir ke Notting Hill.
Begitulah. Banyak yang bersuka dengan pertemuan-pertemuan. Tetapi memintanya cukup sejauh itu, karena belum atau tidak mau, hidupnya berubah.
Seperti Will....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H