[caption id="attachment_381546" align="aligncenter" width="624" caption="Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan melakukan sidak di SD Negeri Sukmajaya. Jumat (14/11/2014). (Kompas.com/Robertus Belarminus)"][/caption]
Kalau ada orang yang patah hati saat ini, mungkin saya adalah orangnya. Keputusan Menteri Anies Baswedan melakukan penghentian (sementara?) kurikulum 2013 membuat saya seperti orang yang putus cinta. Sejak Kurikulum 2013 dilakukan uji publik, saya langsung jatuh cinta. Perasaan saya ini sudah pernah saya ceritakan pada artikel Kurikulum Baru? Bingo!
Namanya juga jatuh cinta, walau badai menghadang aku akan tetap setia denganmu, begitu kurang lebih menurut sebuah lagu. Pelaksanaan kurikulum 2013 di lapangan bukan tanpa cacat. Di sekolah anak saya, pelaksanaannya sangat amburadul. Penerapan kurikulum 2013 tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sistem belum terbentuk dengan baik, semua pihak menjadi bingung. Akibatnya banyak orang tua ataupun guru yang salah persepsi tentang kurikulum ini.
Ketika terjadi kesalahan persepsi, saya hanya bisa membantu meluruskan sampai selurus-lurusnya. Sulit memang, karena harus mengubah sudut pandang orang sejauh 180 derajat. Berikut ini kesalahan persepsi yang sering terjadi di mata orang tua ataupun guru tentang kurikulum 2013.
1. Rapotnya Tidak Ada Angka
"Aduh bingung sama raport 2013. Anak kita gak ketahuan pintar atau enggak? Masa rapot cuma kata-kata saja tidak ada angka-angkanya?" Hampir semua orang tua mengeluh hal yang sama. Wajar saja, karena dari jaman orang tua saya sekolah sampai anak saya kelas 3, penilaian anak selalu berupa angka. Lalu kenapa kurikulum 2013 berupa kata-kata?
Penilaian berupa deskripsi kata dianalogikan dengan komentator di ajang pencarian bakat. Komentator memberi masukan terhadap kekurangan yang dimiliki suatu peserta dan  harus diperbaiki pada penampilan berikutnya. Selain itu, kelebihan yang telah dimiliki peserta terus diasah dan dikembangkan.
Penilaian berupa deskripsi tidak membandingkan satu anak dengan anak yang lainnya. Namun, penilaian deskripsi membandingkan anak terhadap apa yang telah mampu ia capai dari hari ke hari. Melalui penilaian ini, potensi yang dimiliki anak terus digali, kekurangannya harus diperbaiki. Penilaian ini tidak mengenal anak pintar atau bodoh. Semua anak menjadi bintang. Mereka akan menjadi yang terbaik berdasarkan potensi dirinya.
2. Tidak ada jawaban yang salah pada ulangan
Ini sebenarnya adalah salah kaprah. Misi kurikulum 2013 sebenarnya membentuk anak untuk bisa berpikir kritis dan mampu mengungkapkan pemikirannya. Misi kurikulum ini tidak menjadikan anak sekedar menghafal. Oleh karena itu, soal ulangan seharusnya lebih banyak berupa pertanyaan terbuka, seperti "Apa manfaat kerja sama? Apa kendala yang terjadi ketika kamu bekerja sama? Bagaimana kamu mengatasi kendala tersebut?" Â Masing-masing anak menjawab sesuai apa yang dirasakan dan mampu mengungkapkan pemikirannya.
3. Kurikulum 2013 miskin latihan soal
Ini masalah kebiasaan. Kita terbiasa melakukan drilling soal. Kalo belum latihan soal, belum mengerjakan LKS berarti belum belajar. Belajar tidak selalu latihan soal. Membuat project juga bagian dari belajar. Misal, satu kelas dibagi beberapa kelompok. Mereka ditugaskan untuk menari daerah yang berbeda dan harus menampilkan tarian mereka dalam waktu 2 minggu. Inilah project yang harus mereka buat. Memang kurikulum 2013 miskin latihan soal, tapi sangat kaya pengalaman (seharusnya).
4. Pelajaran SD kok campur sari?
Konsep tematik pada pelajaran SD adalah agar siswa melihat suatu permasalahan secara komprehensif dan tidak terkotak-kotak. Contoh yang paling mudah adalah proses penyajian makanan di meja makan? Ada berapa ilmu yang dipakai?Proses belanja bahan makanan (pelajaran matematika) Proses menyalakan kompor sampai masakan matang (pelajaran IPA), proses menghidangkan makanan (pelajaran seni).
Pelajaran budi pekerti juga tidak luput dipelajari, misalnya bersabar menunggu masakan matang, sikap berhati-hati terhadap benda tajam dan sikap jujur ketika belanja.
Lagi-lagi kita harus mengubah sudut pandang kita. Pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, anak dibekali banyak ilmu, tapi kebingungan melakukan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kurikulum 2013, anak diperlihatkan contoh aplikasi kehidupan sehari-hari terlebih dahulu, baru membahas ilmu-ilmu yang terkait dengan aplikasi tersebut.
5. Kurikulum 2013 membuat guru malas.
Jawabannya bisa ya bisa tidak. Fungsi guru adalah sebagai fasilitator. Guru harus merangsang siswa untuk berpikir dan mencari tahu. Kalau guru berhasil merangsang siswa, guru tidak bisa bermalas-malasan. Siswa yang berhasil dirangsang akan terus bertanya dan bertanya. Siswa tidak akan pernah puas terhadap jawaban yang telah diketahuinya. Dia akan terus mencari tahu dan menggali mengenai hal yang belum ia ketahui.
6. Anak jadi malas belajar
Banyak orang tua merasa anaknya justru malas belajar dengan kurikulum ini. Kurikulumnya terlalu santai. Jarang ada PR, jarang latihan soal, semua jawaban ulangan dianggap benar. Bagaimana anak bisa maju?
Konsep belajar pada kurikulum ini adalah memberikan pengalaman seluar-luasnya kepada anak. Anak belajar melalui apa yang dia lihat, apa yang dia rasakan ataupun apa yang dia dengar. Melalui pengalaman, anak akan lebih cepat menyerap informasi yang baru ia miliki.
Saya sering mengajak anak untuk eksplorasi alam seperti pantai, gunung, danau, air terjun, dsb. Suatu hari saya bertanya kepada anak saya, apa perbedaan danau dan pantai? Anak saya mampu membedakan keduanya dengan baik, hanya berdasarkan pengalaman yang ia miliki.
7. Kurikulum 2013 butuh fasilitas lengkap
Saya tidak setuju. Fasilitas memang penting tapi bukan segalanya. Guru harus kreatif menyiasati permasalahan ini. Saya punya pengalam pribadi mengenai fasilitas sekolah yang minim. Fasilitas Tidak Selalu Sebanding dengan Kualitas
8. Sekali ulangan harus belajar banyak pelajaran sekaligus.
Kalau proses pembelajarannya benar, ulangan hanya tinggal menggali pengalaman yang pernah didapat oleh siswa. Anak tidak perlu menghafal pelajaran per pelajaran. Anak hanya perlu membagi pengalaman yang telah didapat sebelumnya untuk dituangkan di kertas ulangan.
Harus diakui, kesalahan proses belajar pada kurikulum 2013 memang terjadi. Metode pada KTSP diterapkan di Kurikulum 2013. Akhirnya terjadi Kurikulum 2013 rasa KTSP. Kurikulum yang harusnya meringankan siswa justru menjadi sangat memberatkan siswa.
Kurikulum 2013 terlalu banyak badai, dan semua pihak belum terlatih menghadapi badai tersebut. Akhirnya kurikulum 2013 karam di tengah jalan. Tapi setidaknya masih ada harapan bahwa kurikulum 2013 akan bersemi lagi. Menteri Anies Baswedan memberi peluang kepada beberapa sekolah untuk tetap menggunakan kurikulum 2013.
Semoga, kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh sekolah-sekolah tersebut. Saya pun berharap agar kementerian pendidikan melakukan perbaikan agar kurikulum 2013 tampil lebih matang. Guru sebagai ujung tombak pendidikan juga harus dipersiapkan dengan baik agar bisa mengubah sudut pandangnya dan mampu memahami kurikulum 2013 secara baik dan benar. Jika pelaksanaan kurikulum 2013 baik, proses kegiatan belajar mengajar jauh lebih nyaman, siswa pun akan riang gembira berangkat ke sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H