Mohon tunggu...
Nur Farida
Nur Farida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Berada di posisi mahasiswa semester 7, semakin tertarik dengan ekonomi apalagi tentang keuangan

Selanjutnya

Tutup

Financial

Inklusi Keuangan: Jalan Tol Menuju Krisis Keuangan?

3 November 2024   21:14 Diperbarui: 3 November 2024   21:20 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Indonesia, sebagai negara berkembang dengan populasi besar dan beragam, kini menghadapi tantangan yang serius yang berpotensi mengarah pada krisis keuangan. Meningkatnya akses terhadap layanan keuangan, termasuk pinjaman mikro dan produk digital, yang tidak selalu diimbangi dengan literasi keuangan yang memadai di kalangan masyarakat justru berisiko menciptakan masalah baru bagi masyarakat.

Inklusi keuangan merujuk pada proses memastikan bahwa individu dan bisnis memiliki akses yang memadai terhadap produk dan layanan keuangan yang berkualitas, termasuk tabungan, pinjaman, asuransi, dan layanan pembayaran. Pemerintah Indonesia, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia, telah meluncurkan berbagai program untuk meningkatkan akses ini, terutama bagi masyarakat yang belum terlayani oleh bank formal.

Statistik menunjukkan bahwa akses keuangan di Indonesia telah meningkat pesat. Menurut laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah rekening bank tumbuh signifikan dalam lima tahun terakhir, dengan lebih dari 75% populasi kini memiliki akses ke produk keuangan. Peningkatan akses ini merupakan langkah positif dalam upaya inklusi keuangan, yang berpotensi memberdayakan masyarakat untuk mengelola keuangan mereka dengan lebih baik. Namun, angka yang menggembirakan ini tidak serta merta menjamin bahwa masyarakat memiliki pemahaman yang memadai tentang produk dan layanan keuangan yang mereka akses. Banyak individu masih belum memiliki literasi keuangan yang cukup dapat mengakibatkan penggunaan layanan keuangan yang tidak bijak.

  • Risiko Utang yang Meningkat

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah rekening bank dan akses terhadap layanan keuangan lainnya terus meningkat. Namun, fenomena ini menciptakan permasalahan yaitu masyarakat terjebak dalam utang. Banyak individu, terutama dari kalangan yang kurang berpendidikan dan berpengalaman dalam pengelolaan keuangan, terjebak dalam jebakan utang akibat tawaran pinjaman yang mudah dan cepat dari perusahaan fintech. Pinjaman berbunga tinggi dan kurangnya transparansi dalam syarat dan ketentuan sering kali membuat debitur tidak menyadari beban utang yang mereka ambil.

Tingginya angka utang di kalangan masyarakat sangat berisiko. ketika masyarakat tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang produk keuangan yang mereka gunakan, mereka berisiko terjebak dalam utang yang tidak terkelola. Ini bisa berujung pada masalah finansial yang lebih serius dan menciptakan dampak negatif bagi perekonomian secara keseluruhan.

  • Literasi Keuangan yang Rendah

Salah satu akar masalah dalam inklusi keuangan di Indonesia adalah rendahnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Meskipun akses terhadap layanan keuangan meningkat, banyak individu tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang cara mengelola keuangan pribadi mereka. Menurut survei yang dilakukan oleh OJK, hanya sekitar 65,43% masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman dasar tentang konsep-konsep keuangan.

Kondisi ini diperburuk oleh kurangnya pendidikan formal yang mengajarkan keterampilan keuangan. Di banyak daerah, kurikulum sekolah tidak mencakup pendidikan tentang manajemen keuangan, sehingga generasi muda tidak dibekali pengetahuan yang diperlukan untuk mengambil keputusan finansial yang bijak.

  • Perlunya Pengetahuan tentang Keuangan

Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mengimplementasikan program pendidikan keuangan yang komprehensif. Edukasi tentang pengelolaan uang, investasi, dan risiko utang harus menjadi bagian integral dari upaya inklusi keuangan. Masyarakat perlu dilengkapi dengan keterampilan yang memadai agar mereka dapat memanfaatkan layanan keuangan tanpa terjebak dalam masalah.

Beberapa lembaga non-pemerintah juga telah berinisiatif mengadakan pelatihan dan workshop mengenai literasi keuangan. Namun, upaya ini perlu didukung oleh pemerintah dan ditingkatkan skalanya agar menjangkau lebih banyak masyarakat.

  • Perlindungan Konsumen dan Regulasi yang Ketat

Selain pendidikan, perlindungan konsumen juga menjadi aspek penting dalam menciptakan ekosistem inklusi keuangan yang sehat. Regulasi yang ketat diperlukan untuk mencegah praktik penipuan dan penyalahgunaan yang merugikan nasabah. OJK perlu terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan fintech dan memastikan bahwa mereka mematuhi aturan yang berlaku, termasuk transparansi dalam informasi produk dan layanan yang mereka tawarkan.

Masyarakat juga harus didorong untuk melaporkan praktik-praktik yang merugikan agar tindakan cepat dapat diambil. Dengan menciptakan saluran komunikasi yang jelas antara regulator dan konsumen, akan tercipta iklim yang lebih aman bagi pengguna layanan keuangan.

  • Menciptakan Ekosistem Inklusi yang Berkelanjutan

Menciptakan inklusi keuangan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan pendekatan yang holistik, inklusi keuangan dapat berfungsi sebagai jalan menuju kesejahteraan yang berkelanjutan, bukan sebagai jalan tol menuju krisis keuangan.

Dalam menghadapi tantangan ini, masyarakat harus diberdayakan untuk menjadi lebih cerdas secara finansial. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa inklusi keuangan yang dicita-citakan dapat terwujud dengan baik, membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa menciptakan risiko yang dapat merugikan masa depan ekonomi negara

Saran dan Kebijakan

Untuk memastikan inklusi keuangan tidak berujung pada krisis keuangan, pemerintah dan OJK harus mengimplementasikan kebijakan yang komprehensif. Ini termasuk pengembangan program edukasi keuangan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, penguatan regulasi lembaga keuangan untuk melindungi nasabah, dan dorongan untuk menciptakan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, investasi dalam infrastruktur digital dan kemitraan antara sektor publik dan swasta akan meningkatkan akses dan inovasi dalam layanan keuangan. Diperlukan pula pengawasan independen untuk memantau praktik inklusi keuangan, serta evaluasi berkala untuk mengukur efektivitas program yang dilaksanakan. Dengan langkah-langkah tersebut, inklusi keuangan dapat berfungsi sebagai jalan tol menuju kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Referensi 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (2023). Laporan Statistik Perbankan.
Bank Indonesia. (2022). Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun