D.I YOGYAKARTA -- Anak-anak punk menunjukkan pola pikir yang jauh berbeda dari mayoritas masyarakat, dengan menekankan petingnya ekspresi diri bebas dan wewenang pribadi. Mereka cenderung menolak norma sosial yang konvensional, memilih untuk mengekspresikan identitas mereka melalui gaya hidup provokatif. Walaupun seringkali disalahpahami sebagai pemberontak, anak- anak punk sering mengamalkan nilai-nilai sepertikejujuran, solidaritas, dan kemandirian yang mendalam, membangun komunitas yang kuat diantara mereka.
Mengulik cara pikir Tama Extrada salah satu anggota komunitas anak punk di Bonyolali, bertajuk Brasco Rasca. Lalu disusul dengan bincang santai bersama Bram salah satu mantan anggota komunitas anak punk. Tim berhasil melakukan liputan di Sakala Coffee & Eatery yang beralokasikan di Jl. Candi Gebang, Daerah Istimewa Yogyakarta.
MENANGGAPI STEREOTIPE YANG MELEKAT PADA ANAK PUNK.
Tama selaku anggota komunitas anak punk menjawab pertaanyaan pertama ini. Menurutnya, sangat sah jika orang-orang awam menanganggap mereka seperti apa. Terkait dengan penampilan mereka sebagai wadah menyalurkan aspirasi melalui seni (berpakaian tidak rapi, bertato, memiliki tindik pada tubuh, menggunakan emblem, style potongan rambut). Selama penampilan mereka tak akan merugikan orang lain.
"Intinya, kita berpenampilan seperti ini bukan merugikan orang lain, bukankah ada pepatah yang mengatakan 'tak kenal, maka tak sayang'? Disitulah seharusnya kita belajar dari dapat mendekatkan pada permasalahan sendiri jangan gampang menilai orang hanya lewat penampilan saja." Ujarnya, pada hari Jum'at tempo lalu.
PENTINGNYA EKSPRESI DIRI DALAM MENJALANI GAYA HIDUP ANAK PUNK DAN MENGGUNAKAN SENI ATAU MUSIK SEBAGAI SARANA PESAN SOSIAL POLITIK.
Tama menjawab pertanyaan ini, didalam kelompok atau komunitas mereka tidak memiliki peraturan khusus yang mengharuskan penampilan mereka seperti apa. Ia merasa nyaman dan suka berpenampilan khalayaknya anak punk yang pada umumnya memiliki makna yang tersirat. Seperti menggunakan sepatu boots dengan heels yang tinggi sebagai simbol penindasan, emblem pada jaket/rompi yang berarti tentang pemerintahan yang memiliki jabatan yang tinggi.
"Seharusnya pemerintah tidak berperilaku yang tidak sesuai dengan aturan dengan seenaknya sendiri. Kalau untuk tatto, piercing, rambut mohawk itu merupakan sebuah style berpenampilan anak punk layaknya seni." Tambah ujar Tama.
CARA MEMANDANG KONFLIK SEBAGAI BAGIAN AKTIVISME SOSIAL BESERTA CONTOH MENGGUNAKAN KONFLIK UNTUK MENYUARAKAN KETIDAKADILAN SOSIAL
Perihal jawaban dari pernyataaan ini, Tama menentang apabila mereka menggunakan cara mengundang konflik seperti kekerasan. Mereka cenderung menggunakan sebuah karya seni seperti musik. Seperti halnya musik mengandung sebuah sindiran dan sarkasme kepada pemerintah atas ketidakpuasan serta ketidakadilan terhadap sistem bermasyarakat. Adapun seni seperti poster dan cukit kayu itu juga termasuk menjadi media menyalurkan aspirasi mereka terhadap pemerintah.
PERJALANAN SAAT MASIH MENJADI ANAK PUNK SAMPAI MASUK PADA RANAH MASYARAKAT YANG MEMPENGARUHI POLA PIKIR.
Usai berbincang dengan Tama, kami pun beralih pada Bram untuk mengulik lebih lanjut tentang pemikirannya saat sudah tak berkecimpung lagi dengan dunia anak punk. Menurutnya, dulu ia bisa menemukan kebebasan dalam dirinya sendiri namun dapat mempengaruhi untuk sekarang. Kehidupannya tak banyak berubah secara signifikan. Berbeda saat masih berkecimpung dengan komunitas punk, Bram memperhatikan kesehatannya.Â
"kalau soal pola pikir masih tak jauh berbeda, karena aku suka pola pikir anak punk, intinya kebebasan. Jadi tidak ada batasan untuk berpikir." Ujarnya kala itu.
PELAJARAN YANG DAPAT DIAMBIL DARI PENGALAMAN ANAK PUNK.
Solidaritas, itulah kata pertama yang terlintas saat Bram membicarakan salah satu pengalaman yang bisa diambil kala bergabung dengan komunitas punk.Â
"Anak-anak punk lebih kental dengan solidaritas. Misalnya, saat ada salah satu dari mereka terkena musibah. Teman-teman yang ikut membantu meskipun tidak mendapatkan imbalan apa-apa. Jadi kita menolong tanpa pamrih, emang benar-benar dari solidaritas keluarga kita." Katanya.
MENANGGAPI POLA PIKIR MASYARAKAT MENGENAI MASA LALUNYA SEBAGAI ANAK PUNK.
Serupa dengan Tama. Bram tidak mempermasalah terkait dengan pandangan orang-orang diluar sana. Karena kembali lagi presepsi anak punk terhadap mereka seperti apa.
"Menurutku, anak punk memiliki banyak sisi positifnya. Terutama pola pikir, tidak masalah berpola pikir seperti apa, kreativitas mau dikembangkan seperti apapun juga kita tidak ada batasan." Ujarnya saat menjawab.
CARA BEREKSPRESI YANG BERBEDA DENGAN SEKARANG SETELAH KELUAR DARI RANAH PUNK.
Bram mengatakan bahwa banyak pertimbangan dibandingkan dengan sekarang. Berbanding terbalik saat bergabung dengan komunitas anak punk, ia sekarang tak seekpresif dulu. Â Penampilan juga sudah mulai tertata. Alasannya pun antara lain agar dapat bersosialisasi dengan orang-orang sekitar selain anak punk saja.
POLA PIKIR DAN PENGALAMAN UMUM YANG TERJADI PADA ANAK PUNK.
Swastika Ayu Normalasari M.Psi, Psikologis klinis pada Puskemas Depok II Yogyakarta menanggapi hal ini;
"Sepemahaman saya fenomena anak punk ini terlahir dari rasa ketidaknyamanan, misalnya ketidaknyamanan kepada pemerintah. Mereka ingin menunjukan eksistensi, cara mengkritisi dengan cara unik mereka sendiri dengan atribut yang mereka pakai ataupun cara mereka berpikir tentang pemerintahan itu sendiri. Bagaimana mereka mereka menghadapi pemerintah bagaimana mereka mengikuti tata aturan di negara mereka adalah sebuah komunitas yang memiliki tujuan yang sama yaitu mengritik pemerintah dengan cara unik mereka sendiri."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H