Mohon tunggu...
Nurfadhilatun Nisa
Nurfadhilatun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Penulis amatir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"The Best Guardian"

26 Juli 2019   09:15 Diperbarui: 26 Juli 2019   09:44 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Emang kita mau kemana?" Hamid membuka pembicaraan ketika sampai di lampu merah, belum jauh dari rumah Hamid.

"Nanti juga tahu sendiri." jawab Andi enteng. Ia malah melaju lebih cepat dari sebelumnya. Dengan cepat dan sigap mendahului pengguna jalan lainnya.

Tempat yang tak terlalu jauh dari rumah Hamid. Jika ditempuh menggunakan kendaraan bermotor hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit. Namun, tempat ini amat asing bagi Hamid. Tampak tak terawat, banyak coretan-coretan di dinding gedung, sepi dan tak nyaman meski hanya dipandang. "Ini tempat apa, An?" Hamid mulai curiga dan terbesit rasa takut dalam hatinya.

"Ayo, masuk aja." Andi tak menghiraukan pertanyaannya. Hamid hanya bisa mengikuti langkah Andi untuk masuk ke dalam.

Dugaannya benar. Andi ternyata masih minum minuman beralkohol. Kekhawatiran Hamid makin menjadi. Ia berharap dalam cemas begitu melihat banyak orang---yang dipastikan teman Andi---sedang menghuni ruangan remang itu.

"Woy, Ndi! Siapa tuh? Temen baru?" Kata salah satu teman Andi, tangannya memegang sebotol minuman keras dan sesekali meneguknya.

"Ini teman lama kita. Hamid. Di SD dulu."

Andi mengenalkan Hamid pada seseorang yang seingat Hamid bernama Bagus. Teman mereka sekelas selama SD dulu. Dengan langkah yang goyah dan tak karuan karena mabuk. Aroma alkohol merangsek masuk ke indera penciuman saat Bagus mendekati Hamid.

"Sori, Mid. Gue lupa." Hamid hanya tersenyum dipaksakan. "Lo mau?" Bagus menodongkan botol alkohol padanya. Hamid menggeleng kecil, mungkin tidak tertangkap penglihatan saat Bagus justru meraih tangannya agar menerima botol itu.

Belum sampai Hamid melayangkan penolakan tegas, Andi menghalangi. "Eh, lo semua jangan macem-macem sama temen gue satu ini. Sampe lo berani macem-macem, gua tonjokin lo semua satu persatu!" ketus Andi.

Mendengar sebuah ancaman penuh keseriusan, semua temannya langsung memilih diam. Hamid bingung berdiri diantara mereka. Yang membawanya ketempat hina itu malah secara langsung melindunginya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun