Mohon tunggu...
Nur Elisya
Nur Elisya Mohon Tunggu... Guru - Guru/Wali Kelas/SMPN Satu Atap 3 Pulau Hanaut

Saya adalah seorang guru di SMPN Satu Atap 3 Pulau Hanaut dan saat ini sedang melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Pendidikan Indonesia. Saya tertarik untuk membahas realita pendidikan dan bagaimana alternatif solusinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan yang Merata untuk Semua: Harapan bagi Sekolah di Desa Terpencil

27 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 27 Desember 2024   08:56 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis: Nur Elisya

Mahasiswa S2 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia

Pendidikan di Salah Satu Sekolah Desa Terpencil

Pendidikan adalah hak dasar setiap individu, terlepas dari lokasi geografis atau status sosial ekonomi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pemerataan pendidikan masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Sekolah-sekolah di desa terpencil kerap menghadapi keterbatasan dalam akses, fasilitas, dan tenaga pengajar, sehingga menciptakan kesenjangan yang signifikan dengan sekolah-sekolah di perkotaan. Sesuai dengan pengalaman penulis menjadi seorang guru di SMPN Satu Atap 3 Pulau Hanaut yang berlokasi di kecamatan kecil yang bernama Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

Keterbatasan Fasilitas

 

Pelaksanaan ANBK 2024 (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
Pelaksanaan ANBK 2024 (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)

Di SMPN Satu Atap 3 Pulau Hanaut yang bertempat di desa Bantian, sekolah masih terkendala oleh minimnya fasilitas dasar seperti bangunan sekolah yang kurang layak, kekurangan buku pelajaran, dan keterbatasan teknologi pendidikan adalah gambaran umum dari kondisi sekolah di daerah terpencil. Sekolah tempat penulis mengajar hanya memiliki 3 bangunan ruang kelas dan 1 ruangan untuk ruang guru dan kepala sekolah. Gambar di atas adalah potret ketika pelaksanaan Assesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang diselenggarakan Kemendikbud untuk siswa kelas VIII setiap tahunnya. Selain sekolah tidak memiliki laboratorium komputer, sekolah juga tidak memiliki kondisi jaringan internet yang memadai sehingga pelaksaan ANBK harus dilakukan di luar ruangan.   Selain itu, kekurangan guru yang kompeten membuat proses pembelajaran menjadi kurang optimal. Guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut tidak hanya guru di sekitar lokasi sekolah, akan tetapi guru-guru dari berbeda kecamatan yang harus mengajar di sekolah tersebut untuk pemenuhan kebutuhan guru.

Perjalanan Menuju ke Sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
Perjalanan Menuju ke Sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)

Ketika menempuh perjalanan ke sekolah, guru-guru harus menyebrang sungai besar dengan menaiki feri kecil yang dapat membawa penumpang beserta kendaraan bermotor. Sekolah tidak memiliki rumah dinas yang cukup untuk guru-guru bertempat tinggal di lokasi dekat sekolah. Akibatnya, guru terkadang terlambat karena akses ke sekolah bergantung pada tepat waktunya feri berangkat dari lokasi penjemputan.

 

Akses Jalan yang Sulit 

Akses Jalan Menuju ke Sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
Akses Jalan Menuju ke Sekolah (Sumber: Dokumentasi pribadi penulis)
 

Sekolah tempat saya mengajar terletak di sebuah desa yang jauh dari pusat kota. Jalan menuju desa tersebut sebagian berupa tanah, sebagian berupa bebatuan besar, dan sebagian yang lain jalan semen dengan lebar kurang dari 3 meter. Untuk mencapai sekolah, sebagian guru yang berlokasi jauh dari sekolah harus menggunakan sepeda motor yang sering kali terjebak banjir akibat air laut naik. Tantangan ini tidak hanya dirasakan guru, tetapi juga dialami oleh sebagian siswa. Kondisi jalan yang rusak memiliki dampak signifikan terhadap proses belajar-mengajar. Pertama, siswa sering kali terlambat tiba di sekolah atau bahkan tidak hadir sama sekali. Siswa terpaksa absen saat hujan deras karena kondisi jalan yang terlalu berbahaya untuk dilewati. Hal ini membuat siswa ketinggalan pelajaran, yang pada akhirnya berpengaruh pada prestasi akademik siswa. Kedua, guru yang harus menghadapi perjalanan sulit setiap hari juga berisiko kehilangan semangat dan energi untuk mengajar dengan optimal. Selain itu, akses jalan yang buruk juga menghambat distribusi fasilitas pendidikan. Buku pelajaran, peralatan laboratorium, dan bantuan pendidikan lainnya sulit untuk dikirimkan ke sekolah. Hal ini membuat siswa di daerah terpencil tidak memiliki sumber belajar yang memadai dibandingkan dengan siswa di perkotaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun