Ketiga, tak hanya menyoal IHP, Indonesia perlu berkaca dari Singapura soal kemudahan dalam berbisnis dan perizinan disektor kemaritiman, Negara dengan luas daratan kecil tersebut saat ini menjadi rumah bagi lebih dari 5.000 organisasi dan perusahaan swasta disektor kemaritiman, dan ironisnya banyak pengusaha Indonesia yang memiliki perusahaan pelayaran atau keagenan di Singapura, hal ini dikarenakan rumitnya membangun bisnis maritim di negaranya sendiri.
Keempat, pemerintah perlu menjadi jembatan bagi terbentuknya ekosistem kemaritiman nasional, diawali dengan sinerginya berbagai kelembagaan dan kementerian yang terkait dengan pelayaran dan kepelabuhanan, kemudian diikuti oleh sinergi dengan lembaga keuangan/perbankan, asuransi, asosiasi, akademisi, pelaku usaha pelayaran-pelabuhan-logistik, industri penunjang dan industri lainnya.Â
Pemerintah harus bisa menciptakan ekosistem maritim yang inklusif dan berdaya saing, terbentuknya national logistic ecosystem (NLE) saat ini merupakan salah satu upaya untuk menuju ekosistem maritime digital yang terintegrasi.
Selanjutnya kelima, pemerintah saat ini perlu berfokus pada penciptaan dan kemudahan usaha terlebih dahulu di sektor kemaritiman khususnya pelayaran dan kepelabuhanan pasca pandemi covid-19, jangan sampai kementerian dan lembaga berebut terkait target Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP) pada masing-masing kementerian. Munculnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomer 28 Tahun 2021 tentang Penyelengaraan Penataan Ruang Laut, PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang PNBP yang berlaku pada KKP, juga ada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 5 Tahun 2022 tentang Tata cara Pemberian Konsesi dan Kerjasama Melalui Mekanisme Pelelangan yang didalamnya adanya penetapan lokasi wilayah tertentu di Perairan di luar DLKr dan DLKp yang berfungsi sebagai pelabuhan dan atas hal tersebut timbul juga PNBP.Â
Jika hal ini tidak diatur secara baik, maka akan menimbulkan biaya tinggi dalam kegiatan pengembangan sebuah pelabuhan atau aktivitas maritime di perairan, karena dalam satu area pemanfaatan perairan timbul dua PNBP di dua kementerian yang berbeda, sehingga swasta akan enggan untuk berinvestasi.
Kemudian keenam, bergabungnya (merger) Pelindo 1, 2, 3 dan 4 menjadi satu merupakan sebuah langkah yang baik, dengan syarat kekuatan Pelindo tersebut difokuskan pada bisnis yang beriorientasi secara global, artinya Pelindo diharapkan bisa menjadi ujung tombak untuk melakukan kerjasama B to B dengan pelabuhan dan perusahaan pelayaran internasional, sehingga tercipta konektivitas secara internasional. Pelindo harus bisa merelakan dan memberikan kesempatan kepada operator-operator badan usaha pelabuhan lokal untuk berkembang, sehingga didomestik terjadi kompetisi yang seimbang dalam bisnis kepelabuhanan.
Tidak ada kata terlambat dalam membangun kemaritiman nasional, yang dibutuhkan saat ini adalah kerja kompak dari seluruh stakeholder kemaritiman nasional, dan saling menurunkan ego sektoral, jangan sampai potensi ekonomi maritime kita tersumbat oleh ego pejabat dan ego sektoral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H