Rencana pemerintah Indonesia untuk menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan menjadi 20 persen telah menjadi topik hangat di kalangan pelaku usaha, ekonom, dan masyarakat luas. Kebijakan ini diklaim akan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Namun, apakah langkah ini benar-benar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik lebih banyak investasi asing? Ataukah justru akan menimbulkan tantangan baru bagi keuangan negara?
Tarif pajak yang lebih rendah adalah strategi yang sering digunakan oleh negara-negara untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif. Namun, kebijakan ini tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang tarif saja. Dampaknya terhadap perekonomian makro, anggaran negara, dan distribusi kesejahteraan masyarakat harus dipertimbangkan secara komprehensif.
Dalam beberapa dekade terakhir, kompetisi antarnegara untuk menarik investasi langsung asing (FDI) semakin ketat. Negara-negara seperti Singapura, Vietnam, dan Thailand telah sukses menarik perhatian investor global dengan tarif pajak yang kompetitif, disertai dengan insentif lain seperti infrastruktur modern, stabilitas politik, dan tenaga kerja yang terampil.
Saat ini, tarif PPh badan di Indonesia adalah 22 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga. Vietnam, misalnya, menawarkan tarif pajak 20 persen, sementara Singapura bahkan lebih rendah, hanya 17 persen. Dalam konteks ini, penurunan tarif PPh badan menjadi 20 persen dapat menjadikan Indonesia lebih menarik di mata investor global, terutama di sektor manufaktur, teknologi, dan energi terbarukan.
Namun, tarif pajak bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan oleh investor. Biaya logistik, kualitas infrastruktur, korupsi, dan kepastian hukum juga memainkan peran penting dalam menentukan daya tarik suatu negara. Maka, meskipun tarif pajak lebih rendah dapat menjadi langkah positif, kebijakan ini harus diiringi dengan reformasi struktural lainnya untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif.
Penurunan tarif pajak sering dikaitkan dengan peningkatan investasi. Namun, ada pertanyaan mendasar: bagaimana pemerintah menyeimbangkan potensi peningkatan investasi dengan risiko penurunan penerimaan pajak?
Data menunjukkan bahwa pada 2022, penerimaan pajak badan menyumbang sekitar 40 persen dari total penerimaan pajak Indonesia. Jika tarif pajak diturunkan, ada risiko pengurangan signifikan pada pendapatan negara, kecuali terjadi peningkatan substansial dalam basis pajak. Di sinilah letak tantangannya: apakah penurunan tarif akan cukup untuk menarik investasi besar yang dapat menggantikan potensi kehilangan pendapatan tersebut?
Tarif pajak yang rendah tidak akan memberikan dampak maksimal jika tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai dan sumber daya manusia yang kompeten. Indonesia, meskipun telah banyak berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur, masih menghadapi tantangan besar dalam mengatasi hambatan logistik dan konektivitas, terutama di wilayah-wilayah terpencil.
Negara-negara lain memberikan pelajaran penting dalam hal ini. Irlandia, misalnya, berhasil menarik perusahaan multinasional dengan tarif pajak korporasi 12,5 persen. Namun, keberhasilan mereka juga didukung oleh kebijakan yang konsisten, akses pasar Uni Eropa, dan tenaga kerja yang sangat terampil. Sebaliknya, negara-negara yang hanya menurunkan tarif tanpa memperbaiki fondasi ekonomi sering kali menghadapi kesenjangan anggaran yang lebih besar.
Indonesia menghadapi tantangan unik yang berbeda dari negara-negara maju. Di satu sisi, negara ini perlu menarik investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kebutuhan untuk membiayai program-program pembangunan seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan sangat mendesak.
Dalam konteks ini, kebijakan penurunan tarif PPh harus dirancang secara hati-hati agar tidak mengorbankan kebutuhan domestik. Salah satu solusinya adalah memperluas basis pajak dengan meningkatkan kepatuhan pajak. Saat ini, rasio pajak terhadap PDB Indonesia masih rendah, sekitar 9--11 persen, jauh di bawah rata-rata negara-negara berkembang. Dengan meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak, pemerintah dapat memitigasi dampak negatif dari penurunan tarif.
Selain itu, pemerintah juga dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi administrasi pajak. Digitalisasi pajak dapat membantu mengurangi tingkat penghindaran pajak, meningkatkan transparansi, dan mempercepat proses kepatuhan pajak.
Penurunan tarif pajak dapat menjadi momentum untuk mendorong investasi di sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, teknologi, dan manufaktur berteknologi tinggi. Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan perusahaan besar, tetapi juga mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM).
Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memberikan insentif tambahan bagi perusahaan yang berinvestasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan tenaga kerja, atau proyek-proyek keberlanjutan. Kebijakan ini tidak hanya akan menarik investasi asing, tetapi juga membantu meningkatkan kapabilitas industri dalam negeri.
Pemerintah juga dapat memanfaatkan peluang dari tren global seperti dekarbonisasi dan digitalisasi. Dengan memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang mendukung agenda hijau, Indonesia dapat memposisikan diri sebagai pemimpin di pasar-pasar baru yang sedang berkembang.
Dalam mengevaluasi dampak penurunan tarif PPh, penting bagi Indonesia untuk belajar dari pengalaman negara lain. Misalnya, Amerika Serikat pada 2017 menurunkan tarif pajak korporasi dari 35 persen menjadi 21 persen. Langkah ini berhasil mendorong pertumbuhan investasi jangka pendek, tetapi juga meningkatkan defisit anggaran secara signifikan.
Sementara itu, Vietnam dan Malaysia telah menunjukkan bahwa tarif pajak rendah harus disertai dengan strategi pembangunan jangka panjang. Infrastruktur yang baik, kebijakan yang stabil, dan tenaga kerja yang terampil adalah kunci keberhasilan mereka dalam menarik investasi.
Indonesia harus memastikan bahwa penurunan tarif pajak tidak menjadi kebijakan populis semata, tetapi merupakan bagian dari strategi ekonomi yang terintegrasi. Kebijakan ini harus diiringi dengan reformasi di sektor lain, termasuk penyederhanaan regulasi, peningkatan kualitas pendidikan, dan pengembangan infrastruktur.
Rencana menurunkan tarif PPh badan menjadi 20 persen merupakan langkah yang berani dan strategis. Namun, keberhasilannya bergantung pada bagaimana kebijakan ini diimplementasikan dan diintegrasikan dengan upaya reformasi lainnya.
Penurunan tarif pajak harus disertai dengan peningkatan efisiensi administrasi pajak, penguatan infrastruktur, dan kebijakan yang mendorong inovasi. Selain itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan perusahaan besar, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
Penurunan tarif PPh badan menjadi 20 persen adalah langkah strategis yang dapat memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. Namun, keberhasilan kebijakan ini memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan reformasi struktural, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan komitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal.
Dengan kebijakan yang tepat dan implementasi yang konsisten, penurunan tarif PPh dapat menjadi katalisator bagi transformasi ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya saing. Namun, upaya ini membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk memastikan bahwa manfaatnya dirasakan oleh semua pihak.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di pasar global. Dengan kebijakan yang tepat, penurunan tarif PPh dapat menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing. Namun, tanpa reformasi struktural yang mendukung, kebijakan ini berisiko menjadi beban baru bagi keuangan negara.
Oleh karena itu, keberhasilan penurunan tarif pajak ini memerlukan koordinasi yang kuat antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Hanya dengan kerja sama yang solid, Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini untuk membangun perekonomian yang lebih inklusif dan berdaya saing.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI