Mohon tunggu...
Azizah Samha
Azizah Samha Mohon Tunggu... Penulis - Penggiat nulis

Catatan biru si pemilik gadis pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kumpulan Cerita Horor | Creepy Pasta

18 Juli 2020   18:30 Diperbarui: 18 Juli 2020   19:16 13977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

POSESIF

Aku pernah bilang pada kekasih, "Jangan pernah tebar pesona di depan banyak gadis."

Sayang, dia tak menuruti permintaanku.

Namun, karena terlanjur cinta, maka aku putuskan membantunya. Keesokan hari, kutebar setiap bagian tubuhnya yang memesona di depan banyak gadis.

Situbondo, 2020

TETANGGAKU

Rinai hujan mulai membasahi bumi. Setiap rintiknya seolah-olah saling menyerbu pada tanaman-tanaman di pelataran rumah.

Terlihat seorang gadis berkerudung merah tak peduli pada rahmat-Nya yang telah turun. Dia cukup lama termangu sambil menatap kejauhan.

Lambat laun, wajah si gadis sendu, lalu bulir bening pun jatuh membasahi pipinya. Dia--Reina-- tetangga depan yang berjarak dua rumah dari rumahku.

Aku biasa memperhatikan dia dalam jarak lumayan jauh. Terkadang juga menyapa sekilas saat berpapasan, walaupun jarang direspon. Pernah juga mengetuk jendela kamarnya, hingga tak sengaja membangunkan si Black yang membuat anjing itu menggonggong malam-malam. Hanya ingin dia tidak merasa sendirian.

Namun, kali ini ada yang mengikatku dengan rante. Alasannya, bulan Ramadan setan dilarang berkeliaran. Sial!

Situbondo, 3 Mei 2020.

TEMAN BARU

Di tengah perjalanan menyusuri lorong gelap menuju rumah, aku bersama seorang teman menaiki sepeda motor setelah penat pulang kerja dari kota.
Temanku yang menyetir, sedangkan aku menumpang.

Dari sepanjang jalan yang kami lalui, ada suatu kejanggalan. Jalanan yang biasanya ramai dengan kendaraan truk-truk besar, mobil pribadi, dan sepeda motor berlalu-lalang. Kini, tampak sepi kendaraan.

"Budiii, lu merasa aneh nggak hari ini?" tanyaku sambil menepuk pundaknya.

Hening.

Budi tak merespon, malah fokus mengendarai motor. Mungkin dirinya tak mendengar pertanyaanku.

Tiba-tiba terdengar lolongan anjing yang seolah-olah mengisyaratkan segera pergi jauh. Tak lama berselang, suasana semakin mencekam saat semilir angin berhembus kencang menerpa ranting pohon hingga berjatuhan.

Bulu kudukku merinding. Degup jantung mulai tak seirama. Hidungku mendengkus bau anyir menyengat dari arah depan. Mendadak terlihat bagian kepala Budi sampai leher berputar ke belakang sambil menyeringai.

"Kita sudah sampai, Fandi!"

Situbondo, 7 Mei 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun