Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seterusnya Tentang Cinta

24 Oktober 2010   10:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:09 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seterusnya aku tidak mau lagi menjawab pertanyaan tentang cinta. Aku bukan sedang patah hati. Aku bosan mendengarnya.

“Cinta seperti keju. Bisa membuat republiken 45 menuduh pengkhianat bangsa bagi siapa saja yang menyentuhnya”.

Itu jawaban terakhir yang bisa terucap dari mulutku. Dan selanjutnya aku masih dikejar-kejar untuk bicara cinta.

“Mengapa harus cinta?”

Wajah tampan didepanku ini hanya tersenyum. Wajah tampan yang sedang mencari cinta. Tidak pernah bosan.

“Oke cinta itu Dian Sastro”

Jawabku dengan kesal. Wajah tampan ini terlipat di beberapa bagian. Aku tidak peduli. Aku ingin berkemas dan pergi dari rumah kontrakan yang menyebabkan aku bersama dengan wajah tampan ini.

“Mulai hari ini aku akan berhenti bertanya tentang cinta”.

Berkemasku terhenti. Lama.

“Terima kasih La”.

Dia pergi begitu saja. Aku tidak jadi berkemas. Aku tidak jadi pergi. Begitu saja? Sekian tahun ini? Jawabannya yang memuaskannya adalah dian sastro? Aku seperti tidak terima dengan pernyataan itu. Aku segera mengejarnya. Laki-laki ini berhenti. Wajah tampannya segera memasang senyum.

“Aku tidak terima”

Wajah tampan ini segera berkerut keningnya.

“Dian sastro? Kenapa kau menerima begitu saja jawabanku cinta adalah dian sastro? Itu jawaban yang tidak serius! Dan kamu menerima! Selama ini kau terus mengejarku tentang Cinta dan apa itu cinta.”
“Dian sastro perempuan. Dan kau sudah menjawabnya dengan konkrit. Cinta berarti seorang perempuan. Dan sudah. Sejak hari ini aku akan mencari perempuan.”
“Aku bukan perempuan?”
“Kamu akan pergi. Dan katamu, kecil kemungkinannya akan kembali. Berharap padamu rasanya tak mungkin. Terima kasih La.“

Laki-laki tampan itu pergi. Aku diam. Sesederhana dia menemukan cinta. Perempuan. Dan aku perempuan. Kenapa tak aku jawab, cinta adalah aku? Bodoh! Aku segera berlari. Berharap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun