Mohon tunggu...
Nuraziz Widayanto
Nuraziz Widayanto Mohon Tunggu... lainnya -

belajar menulis apa saja sambil minum kopi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penari Jingga

12 Oktober 2010   06:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:30 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kemuning menari. Kakinya diam memasang kuda-kuda. Matanya tampak bergerak mengikuti gerak tangannya. Jari tangan, pergelangan dan pergelangan bergerak ke kiri atau ke kanan, atas maupun bawah. Dan kemuning masih saja menggerakkan kepalanya mengikuti tangannya. Ekspresi wajahnya datar. Hanya sesekali saja mengerutkan kening.

Sementara di depan Kemuning, Abimanyu tampak sibuk dengan kameranya. Beberapa kali Abimanyu menggelengkan kepalanya saat melihat hasil fotonya di view finder. Dia tampak tidak puas. Namun seringnya adalah tersenyum. Salah satu yang membuat tersenyum adalah satu gambar yang muncul di view finder tampak jari-jari kemuning menutupi setengah wajahnya.

Kemuning perlahan beranjak dari kuda-kudanya. Matanya terpejam dan kepalanya perlahan menunduk. Tangannya tampak melakukan sembah khusyuk. Lima detik kemudian kemuning sudah menyelesaikan tariannya. Terdengar tepuk tangan yang sepi. Tepuk tangan abimanyu. Kemuning hanya tersenyum sambil menyeka keringatnya dengan handuk kecil.

“Basi ah”

Kemuning mendekati abimanyu. Abimanyu menyambut dengan menyerahkan kameranya.

“Pujianku tak pernah basi”

Kemuning tidak mempedulikan dan memperhatikan foto hasil Abimanyu. Beberapa kali dia tampak tersenyum. Abimanyu sendiri memilih merokok dan mengemasi barangnya.

“Publish kapan?”
“Tidak akan aku publish”
“Kenapa?”
“Aku ingin menikmati sendiri”

Kemuning tampak tersenyum dan mengangguk kecil. Abimanyu dengan tersenyum menatap Kemuning.

***

Kamar abu-abu ini tampak kosong. Beberapa foto tergantung. Kemuning masuk dengan helaan nafas panjang. Dia diam menatap kosong kamar abu-abu ini. kasur dengan sprei abu-abu polos ini tampak kosong. Sekosong tatapan kemuning. Perlahan kemuning duduk dan menghadap pintu. Tatapannya masih kosong. Ada yang dia tunggu. Suara pintu diketuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun