siang terik berdebu hiasan hasrat belanja yang menggebu
kota ini masih tersenyum ketika manusia-manusia luar kota menyerbu
yang terpenting akan banyak tumpukan kertas juta dan ribu
jutaan warna tersebar ke pori-pori kota dari agak merah hingga semu abu-abu
aku menyusuri kusamnya barisan gedung tua
berharap bayangannya menangkal terik yang panasnya sampai ke dada
menyeberang sini menyeberang sana
sebuah langkah tua dari kaki tua diantara gedung tua
aku menekuri bunyi yang tiba-tiba merona
barisan mobil-mobil hitam dalam kawalan yang mempesona
ada yang penting, hingga semua harus minggir, hanya boleh diam terpana
tidak seperti diriku dan hidupku yang merana
seusai bunyi aku mencoba berdendang
menyusuri trotoar, mencipta jejak tidak jelas supaya terik memanggang
tiba-tiba tak percaya pada mataku, rombongan penting sudah menghadang
di halaman sebuah bakery ternyata mereka bertandang
jadi? mereka meminggirkan semua orang di jalan hanya untuk belanja roti?
jadi? mereka meriuhkan terik di jalan hanya untuk perut terisi?
jadi? mereka menyuruh kerja polisi untuk liburan mereka sore ini?
jadi? .... ah hidup meranaku tak sanggup menjawab ini
*untuk bapak tua di trotoar sore ini. kita sama pak, pejalan kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H