6. Menuntut pemerintah dan partai politik meningkatkan keterwakilan dan keterlibatan perempuan di bidang politik.
7. Menuntut pemerintah masyarakat menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok LGBT.
8. Menuntut pemerintah dan masyarakat lebih memperlihatkan isu global yang berdampak pada perempuan, serta membangun solidaritas dengan perempuan di seluruh dunia.Â
(dilansir id.wikipedia.org)
Aksi pada 2017 dinilai suskses. Indikasinya adalah banyak sekali dukungan dari kalangan masyarakat terlebih generasi muda yang ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut atas keinginan sendiri. Sehingga berdasarkan fakta tersebut WM chapter Jakarta disebut sebagai langkah awal dari sekian banyak kegiatan yang dirancang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan kelompok minoritas lainnya.Â
Sehingga pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2018 aksi serupa tidak dilaksanakan di satu titik saja, melainkan dilaksanakan juga di 12 kota lain di Indonesia, yaitu Bandung, Serang, Lampung, Salatiga, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Kupang, Sumba, dan Tondano. Bahkan lembaga yang ikut andil semakin luas dan beragam seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), LBH Apik, LBH Masyarakat dan Jaringan Nasional untuk Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) dan lain sebagainya. Melalui keterlibatan berbagai lembaga ini, Women's March Jakarta tidak hanya menjadi ajang unjuk rasa, tetapi juga menjadi platform untuk mendorong perubahan sosial yang lebih inklusif dan mendukung hak-hak perempuan di Indonesia.
Tuntutan pada tahun 2018 berfokus pada isu-isu terkait gender seperti kekerasan dan diskriminasi, kemudian perlindungan terhadap asisten rumah tangga dan buruh migran, pernikahan dibawah umur, perlindungan bagi pekerja seks, tindak kekerasan dalam pacaran, serta isu krusial lainnya. RUU PKS yang saat itu belum disahkan juga menjadi isu yang digaungkan kembali. Ditambah lagi dengan adanya RUU Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT).
Penilaian akan suksesnya WM di Indonesia pada 2017-2018 tidak bisa dilepaskan dari peranan aktor yang memiliki andil luar biasa bagi terselenggaranya aksi sebagai bentuk eksistensi gerakan. Seperti Anindya Vivi Restuviani, Kate Walton, Kerri Na Basaria, Naila Rizqi Zakiah, dan Emily Lawsen tidak bisa disepelekan. Oleh karena itu, dalam gerakan sosial, penggerak atau aktor sangatlah penting.
Pada 9 Mei 2022 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan. Meski hal ini dianggap sebagai sebuah peluang baik dalam perjalanan Indonesia menuju kesetaraan gender, namun sayangnya disahkannya UU TPKS tidak secara langsung menyelesaikan permasalahan ketidaksetaraan gender yang masih terjadi di Indonesia.
Catatan Tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) pada tahun 2022 menyebutkan ada sebanyak 339.782 perempuan yang mengalami Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di Indonesia. Jumlah ini merupakan angka terbanyak dalam 10 tahun catatan KOMNAS Perempuan dan hampir dua kali lipat jumlah kasus dari tahun 2013.Â
Pandangan dan ekspektasi sosial yang diberikan pada perempuan juga mengakibatkan timbulnya beban ganda bagi perempuan. Namun pada saat yang sama, perlindungan sosial yang diberikan negara kepada perempuan belum komprehensif dan menyeluruh.