Apakah kalian tahu bahwa lahan basah menyimpan banyak sekali manfaat di dalamnya, mulai dari manfaat ekologis hingga manfaat ekonomis bagi masyarakat? Lahan basah merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif di dunia, menyediakan berbagai layanan ekosistem, seperti penyerapan karbon, pengendalian banjir, dan penyediaan habitat bagi beragam spesies tanaman dan hewan. Selain itu, lahan basah juga memberikan manfaat ekonomi yang signifikan melalui aktivitas pertanian, perkebunan, peternakan maupun perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak komunitas lokal.
Kecamatan Sungai Tabuk, yang memiliki banyak lahan basah, menjadi contoh bagaimana ekosistem ini dapat dimanfaatkan secara produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi lahan basah di wilayah ini sangat beragam, mulai dari pertanian padi, kebun jeruk, hingga tanaman hortikultura lainnya, seperti pisang, tomat, dan kelapa. Bahkan, lahan basah ini telah dimanfaatkan untuk usaha produksi batu bata di Desa Gudang Tengah. Namun, potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan secara optimal. Masyarakat menghadapi berbagai tantangan dalam mengelola lahan basah ini untuk mendapatkan manfaat yang berkelanjutan dan optimal.
Saya, Nur Aulia Saskia (NIM 2410416120012), kelas A Program Studi Geografi angkatan 2024, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lambung Mangkurat (ULM), melakukan observasi dalam mata kuliah Lahan Basah yang dibimbing oleh  Dr. Rosalina Kumalawati, S.Si., M.Si. melaksanakan penugasan untuk mengeksplorasi potensi, permasalahan, dan arah pengembangan lahan basah di Kecamatan Sungai Tabuk. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai cara memaksimalkan potensi lahan basah sekaligus mengatasi tantangan yang dihadapi, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat setempat.
Sungai Tabuk merupakan salah satu kecamatan di Kalimantan Selatan yang kaya akan lahan basah. Wilayah yang saya teliti meliputi lima desa, yaitu Gudang Tengah, Gudang Hirang, Lok Baintan, Sungai Tandipah, dan Sungai Bakung. Lahan basah di kecamatan ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, mulai dari pertanian hingga produksi bahan bangunan seperti batu bata. Namun, pemanfaatan lahan basah ini juga dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dialami oleh masyarakat setempat. Berikut ini adalah lampiran kuesioner yang saya susun untuk mengevaluasi potensi pemanfaatan lahan basah.
Berdasarkan wawancara dengan sepuluh responden dari lima desa di Kecamatan Sungai Tabuk, terungkap bahwa pemanfaatan lahan basah terutama diarahkan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Potensi yang ditemukan mencakup berbagai usaha produktif yang dapat dikembangkan lebih lanjut, di antaranya adalah sebagai berikut hasil wawancara tersebut:
1. Desa Gudang Tengah
Di Desa Gudang Tengah, saya bertemu dan mewawancarai Ibu Idah dan Ibu Wati, dua wanita hebat yang berprofesi sebagai pembuat batu bata. Mereka menjelaskan bahwa komoditas utama yang dihasilkan di Desa Gudang Tengah adalah batu bata, dengan pusat produksinya berada di tepi sungai. Di lokasi ini, bahan tanah liat untuk produksi batu bata diperoleh dengan membeli dari seberang sungai. Tanah liat tersebut kemudian diolah secara manual menggunakan cetakan hingga menjadi batu bata mentah yang siap dibakar. Proses pembakaran juga dilakukan di tempat yang sama.
Menurut Ibu Idah dan Ibu Wati, seorang pekerja dapat memproduksi sekitar 80 hingga 100 batu bata per hari secara manual. Setelah proses pembuatan selesai, biasanya ada pedagang dari luar kota yang datang untuk membeli batu bata ini dalam jumlah besar, yang kemudian dijual kembali di wilayah perkotaan. Hal ini menjadikan produksi batu bata di Desa Gudang Tengah tidak hanya menopang kebutuhan lokal, tetapi juga menjadi bagian dari rantai pasokan konstruksi di daerah perkotaan.
2. Desa Sungai Pinang Lama
Di Desa Sungai Pinang Lama, saya bertemu dan mewawancarai Pak Bahrul, seorang petani yang menanam padi sekaligus berkebun jeruk. Menurut beliau, daerah Sungai Pinang Lama sangat cocok untuk budidaya kedua jenis tanaman ini, sehingga banyak lahan di daerah tersebut digunakan untuk menanam padi dan jeruk. Selain bertani dan berkebun, Pak Bahrul juga berperan sebagai pedagang yang menjual hasil tanamannya, memperkuat ekonomi lokal dan memastikan hasil pertaniannya dapat dijangkau oleh masyarakat sekitar.
Selain Pak Bahrul, saya juga bertemu dengan Ibu Murni. Ibu Murni memanfaatkan lahan basah di depan rumahnya untuk budidaya hortikultura, termasuk menanam buah pisang dan daun singkong. Menurut beliau, lahan basah ini sangat bermanfaat untuk menanam tanaman tersebut, yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk kebutuhan konsumsi keluarga. Sama seperti Pak Bahrul, Ibu Murni juga mengungkapkan bahwa mayoritas lahan basah di Desa Sungai Pinang Lama dimanfaatkan untuk menanam padi. Hal ini menunjukkan adanya pemanfaatan lahan secara optimal oleh penduduk setempat, baik untuk kebutuhan pangan pribadi maupun untuk menghasilkan komoditas pertanian lainnya.
3. Desa Lok Baintan
Di Desa Lok Baintan, saya melakukan wawancara dengan Bu Romlah, seorang pedagang yang berjualan di depan pondok pesantren. Bu Romlah memanfaatkan lahan basah di pekarangan rumahnya untuk budidaya hortikultura, terutama buah mangga dan jeruk. Menurut beliau, banyak warga di Desa Lok Baintan yang juga menanam buah jeruk di perkebunan, sehingga meningkatkan potensi pengembangan tanaman jeruk sebagai komoditas utama di daerah tersebut. Bu Romlah optimis bahwa potensi ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Bu Romlah juga sempat menceritakan tantangan dalam pemanfaatan lahan basah di wilayah tersebut, khususnya di Kecamatan Sungai Tabuk, yaitu risiko banjir yang sangat parah, terutama yang terjadi pada tahun 2021. Karena sebagian besar masyarakat membangun rumah mereka di dekat sungai atau mengikuti sepanjang aliran sungai, dampak banjir sangat terasa. Banjir tersebut tidak hanya merusak tanaman di sawah dan perkebunan, tetapi juga mempengaruhi peternakan warga.
Sebelum banjir tahun 2021, banyak warga yang memiliki usaha ternak ikan di belakang rumah mereka. Namun, saat banjir datang, semua ikan lepas dan kolam ternak mereka hancur. Karena wilayah ini rentan terhadap banjir, warga tidak lagi melanjutkan usaha ternak ikan, mengingat risiko kehilangan ikan yang tinggi setiap kali banjir melanda.
Selanjutnya, saya bertemu dengan Ibu Widya, yang memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menanam buah tomat sebagai bagian dari hortikultura. Tanaman tomat yang beliau budidayakan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Ibu Widya juga mengungkapkan bahwa di Desa Lok Baintan terdapat potensi besar dalam pengembangan bidang pertanian dan perkebunan, khususnya untuk tanaman jeruk. Beliau percaya bahwa sektor ini dapat dikembangkan untuk menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat setempat.
4. Desa Sungai Tandipah
Di Desa Sungai Tandipah, saya bertemu dengan Bu Fitri yang menjelaskan bahwa di desa ini juga ditanami perkebunan kelapa, meskipun jumlahnya tidak sebanyak dan kualitasnya tidak sebaik perkebunan buah jeruk yang lebih dominan di daerah tersebut.
Saya juga bertemu dengan Pak Lukman, seorang petani di Desa Sungai Tandipah, yang memberikan penjelasan sangat rinci tentang tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan basah di wilayah Sungai Tabuk. Salah satu tantangan terbesar adalah banjir, terutama banjir besar yang terjadi pada bulan Januari tahun 2021. Pak Lukman menceritakan bahwa saat itu akses jalan seluruhnya tergenang air hingga mencapai dada orang dewasa, mengakibatkan sulitnya transportasi. Bantuan logistik pun harus diangkut menggunakan perahu untuk mencapai desa ini. Akibat banjir tersebut, banyak usaha warga mengalami kerusakan, termasuk sawah, kebun, dan peternakan.
Pak Lukman menjelaskan bahwa penyebab utama banjir tersebut adalah curah hujan yang sangat tinggi, sehingga Bendungan Kiram tidak mampu menampung air yang terus meningkat. Akibatnya, pintu bendungan harus dibuka, dan air yang meluap pun berdampak luas pada wilayah tersebut. Setelah peristiwa tersebut, warga desa terpaksa harus memulai kembali usaha mereka dari awal. Pak Lukman sendiri kembali merintis usaha pertaniannya yang sempat terhenti. Saat ini, tanaman-tanaman beliau masih berada dalam masa peremajaan atau pemulihan akibat kerusakan yang disebabkan oleh banjir tersebut. Meskipun mengalami banyak kesulitan, semangat untuk bangkit dan memulihkan usaha tetap terlihat pada Pak Lukman dan warga lainnya.
5. Desa Sungai Bakung
Desa terakhir yang saya kunjungi adalah Desa Sungai Bakung, di mana saya bertemu dengan Ibu Hasanah, seorang petani perempuan setempat. Ibu Hasanah menjelaskan bahwa Desa Sungai Bakung memiliki potensi yang sangat baik untuk penanaman padi. Beliau menyebutkan bahwa dalam satu kali panen, dirinya dapat menghasilkan sebanyak enam borongan (6 hektar). Saat saya melakukan wawancara, Ibu Hasanah baru saja selesai menjemur hasil padinya. Selama di sana, saya juga mengamati adanya potensi dari sisa sekam padi yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi tersebut dapat diolah menjadi briket, yang tidak hanya memiliki nilai jual tinggi tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi warga setempat.
Selain bertemu dengan Ibu Hasanah, saya juga mewawancarai Pak Ilmi, seorang petani jeruk. Pak Ilmi menjelaskan bahwa budidaya jeruk cukup banyak dilakukan di Desa Sungai Bakung. Namun, saat ini hasil jeruk tersebut langsung dijual tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut. Padahal, jika jeruk-jeruk ini diolah menjadi produk siap konsumsi, seperti manisan atau jus jeruk, nilai jualnya akan jauh lebih tinggi. Potensi ini belum digarap dengan maksimal, dan Pak Ilmi berharap suatu saat ada upaya pengembangan di bidang pengolahan produk jeruk agar nilai ekonominya dapat meningkat, sehingga mendatangkan manfaat lebih besar bagi masyarakat desa.
Dari hasil wawancara tersebut, saya menyimpulkan bahwa terdapat tiga potensi yang dapat dikembangkan dalam pemanfaatan lahan basah di desa-desa yang saya kunjungi. Potensi tersebut meliputi pengembangan nilai jual dari hasil batu bata, padi, dan buah jeruk. Dengan melakukan pengolahan yang lebih baik dan pemasaran yang tepat, nilai jual dari ketiga komoditas ini dapat ditingkatkan, memberikan keuntungan yang lebih besar bagi masyarakat setempat. Berikut ini adalah tabulasi kuesioner yang saya buat sebagai bagian dari penelitian ini:
Dari hasil tabulasi ini, terdapat beberapa arah pengembangan yang dapat saya usulkan:
1. Variasi Batu Bata
Salah satu potensi yang dapat dikembangkan di Desa Gudang Tengah adalah batu bata. Saat ini, batu bata yang dihasilkan masih berbentuk standar. Untuk meningkatkan daya saing dan nilai jualnya, produk batu bata dapat divariasikan menjadi batu bata dekoratif. Dengan desain yang lebih unik dan menarik, batu bata ini dapat berfungsi sebagai hiasan dalam berbagai aplikasi arsitektur, seperti dinding, taman, dan interior bangunan. Pengembangan produk ini akan meningkatkan harga jual dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat setempat.
2. Pemanfaatan Sekam PadiÂ
Komoditas unggulan di lima desa tersebut sebagian besar adalah padi yang telah diproduksi dan dijual ke daerah luar, seperti Banjarmasin dan sekitarnya. Namun, masih terdapat potensi yang belum dimanfaatkan, yaitu sisa sekam padi. Warga dapat memanfaatkan sekam padi ini untuk membuat briket sekam padi, yang merupakan alternatif energi ramah lingkungan. Caranya adalah dengan mengolah sekam padi melalui proses pengeringan, penggilingan, dan pencampuran dengan bahan pengikat sebelum dibentuk menjadi briket. Produk briket ini tidak hanya memiliki nilai jual tetapi juga memberikan manfaat dalam hal keberlanjutan lingkungan.
3. Pengolahan Jeruk
Komoditas unggulan kedua adalah buah jeruk yang dibudidayakan di Kelurahan Sungai Tabuk. Untuk meningkatkan nilai jual jeruk, sebaiknya dilakukan pengolahan sebelum dipasarkan. Pengolahan jeruk dapat dilakukan dengan memproduksi selai jeruk. Produk ini bisa diberi nama "Selat: Selai Jeruk Asli Tabuk" dengan tagline "Rasa Jeruk Asli dari Sungai Tabuk." Selai jeruk ini tidak hanya akan dijual di tingkat lokal, tetapi juga dipasarkan secara online, sehingga dapat menjangkau konsumen di luar kecamatan, bahkan ke tingkat provinsi atau nasional. Strategi pemasaran yang luas ini akan memberikan peluang yang lebih besar bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari hasil pertanian mereka.
Dengan implementasi arah pengembangan ini, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di desa-desa yang dikunjungi. Upaya ini tidak hanya akan mengoptimalkan potensi lokal, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan ekonomi di wilayah tersebut.
Referensi
Soendjoto, M. A. (2016). Sekilas tentang lahan-basah dan lingkungannya.
Wibowo, A. (2009). Peran lahan gambut dalam perubahan iklim global. Jurnal Tekno Hutan Tanaman, 2(1), 19--26.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H