Mohon tunggu...
Nur Puji Astiwi
Nur Puji Astiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 🦋

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hujan yang Berbeda

21 Januari 2022   12:43 Diperbarui: 21 Januari 2022   12:55 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 “Aku selalu mencobanya Gi, apalagi dengan keadaan saat ini yang tidak ada lagi kesempata untuk bersama Ben. Benar pendapat sebagaian orang, bahwa mencinta itu takdir sedangkan menikah adalah pilihan” Ucapku. “Tepat sekali Ran, kita bisa memilih menikah dengan siapa pun tetapi kita tidak bisa memilih perihal hati untuk mencintai siapa.” Sambung Gia. 

“Ben yang aku kenal teguh dengan pendirian, bagaimana bisa menerima perjodohan itu, sedangkan dia tahu hatinya masih untukku, tapi aku tidak begitu peduli lagi permasalahan dalam keluarganya yang membuat Ben menerima perjodohan itu.” Kataku. 

Gia pun bertanya lagi kepadaku “Lalu apa kamu akan datang ke pernikahannya Ran?” “Ben sudah mengundangku, keputusan kembali ke Jogja sudah otomatis aku pun siap untuk datang ke pernikahan Ben. 

Seperti yang dikatakan oleh Ben melalui pesan kemarin semua ini hanya perlu waktu untuk menerima keadaan ini, Ben yang perlahan akan menghilangkan rasa nya terhadapku, begitu pun aku yang harus menerima jika jalan ku memang seperti ini.” Jawabku masih dengan airmata yang terus mengalir. 

Gia yang sedari tadi berulang kali selalu menyodorkan tisu untukku dan beberapa kali menepuk pundakku atau merangkulku sebagai bentuk penguatan “Aku akan menemanimu ke pernikahan Ben, keadaan ini tidak hanya berat untukmu tetapi juga Ben.” Ucap Gia. 

Setelah Ben berpamitan untuk ke Bandung, setelah penantian itu akhirnya kita akan bertemu. Tapi aku tak pernah menyangka jika pertemuan yang saling kita tunggu harus sebagai mempelai dan tamu undangan. Tidak habis pikir aku dengan keadaan ini, mengapa dia memilih menghilang dan baru menghubungiku untuk datang ke pernikahannya.

 Terkadang manusia tidak bisa memperjuangkan kebahagiannya sendiri, dia jelas tahu takdir arah hatinya kemana tapi mengapa harus menolak takdir itu. Aku tak ingin menjadi manusia seperti itu, aku harus memperjuangkan kebahagianku untuk menguburnya dalam-dalam dan menghilangkan segala tentangnya.

*****Selesai*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun