Jalan yang penuh dengan kendaraan. Membuat saya menjadi sesak nafas. Ditambah lagi dengan bau tak sedap dari selokan. Sempat membuat saya muntah sekali. Nah, yang membuat saya agak risih, karena saya muntah di pinggir jalan. Kalau ada yang liat, pasti fikirannya akan aneh-aneh. Padahal saya ini orang baik-baik loh.
Saya kembali ke rumah tanpa membawa baju kemeja. Berfikir dan berfikir, bagaimana cara agar mendapatkan itu, padahal sudah malam hari. Tapi tak dapat-dapat juga. Maka saya putuskan untuk menghubungi panitia penerimaan mahasiswa. Berharap untuk dimaklumi.
Ternyata benar, saya diperbolehkan untuk menggunakan pakaian lain. Yang jelas rapih. Ternyata, saya diminta untuk memakai kemeja putih, karena harus bikin foto untuk kartu nelayan. Eh maksud saya kartu mahasiswa.
Ke esokan harinya, saya berangkat ke kampus. Masih tetap bersama dengan kawan saya. Kami berangkat dengan kereta. Dari Klender menuju Sudirman. Jadwal yang saya terima adalah jam 9.00 pagi. Tapi saya tiba di kampus jam 9 lewat. Untung waktunya di undur ke jam 10 pagi. Maka saya datang sebelum dimulai.
Saat pulang, saya dan kawan saya tetap menggunakan kereta. Awalnya akan jalan kaki ke Stasiun Sudirman, tapi diganti dengan angkot. Karena siang hari cuaca panas, dan langit sudah penuh lagi dengan asap polusi.
Tak langsung menuju Klender, saya dan kawan saya menuju Universitas Indonesia untuk bertemu beberapa kawan lain. Dalam kereta, penumpang masih kurang. Karena masih siang hari. Jadi masih bisa duduk.
Kembali ke rumah saat malam hari, dengan menggunakan kereta. Di situlah kumpulan massa memenuhi peron. Berdesak-desakan masuk ke kereta. Walaupun sudah berdesakan dan tak bisa bergerak di dalam kereta, mereka tetap masuk. Bodo amat, yang penting pintunya bisa tertutup.
Sungguh perkenalan pertama yang tak menyenangkan. Sudah penuh polusi, orang-orangnya pun padat. Beda dengan di desa saya. Masih sejuk, dan belum macet kayak di ibu kota yang sekarang.
 Jadi selama beberapa tahun ke depan, saya harus membiasakan diri dengan semua ini. Kalau ada yang masih percaya bahwa untuk mencapai sukses, maka ke Jakarta lah. Tolong didiskusikan lagi. Jangan sampai keliru. Lah ibu kota saja mau dipindahkan kok. Pasti mereka bosan, makanya harus dipindahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H