Tahun ini hingga dua tahun ke depan, rakyat Indonesia akan banyak menjumpai baliho bakal calon bupati, gubernur, dan nantinya juga presiden. Anggota dewan apalagi. Yang terpasang sekarang hanyalah baliho bakal calon. Belum berstatus calon. Setelah mendaftar dan lulus tes, maka balihonya akan diperbarui. Tentu dengan kalimat manis yang nyaris tak pernah terealisasi. Bedebah.
Semakin banyaknya baliho yang berseliweran di pinggir jalan, membuat sebahagian orang jadi nyinyir karena merasa terganggu. Ada juga yang selow-selow saja dengan baliho tersebut. Saya sendiri santai saja dengan banyaknya baliho bakal calon yang terpasang di pinggir jalan. Kalau bosan melihat baliho tersebut kan simpel. Tinggal di rusak atau diambil, masalah selesai. Tak perlu nyinyir.
Di kampung saya sudah mulai banyak baliho yang tertempel di pohon pinggir jalan, bahkan tiang listrik pun sudah tertempel stiker bakal calon bupati. Belum lagi baliho yang ukurannya besar, sudah terpasang di setiap perempatan jalan dan tikungan.
Baliho-baliho yang terpasang belum begitu massif, karena sekarang bukanlah puncak kampanye. Tapi tenang saja semakin dekat dengan pemilu, maka semakin banyak pula baliho. Stiker juga demikian.
Mesjid tentu tidak akan dipasangi baliho kampanye para bakal calon, yang belum jelas bakal ikut di partai mana. Alasanya jelas, tempat ibadah bukan tempat untuk kampanye. Tapi baliho ucapan selamat hari raya, itu tidak jadi masalah jika dipasang di pagar masjid. Lah itukan hanya ucapan selamat. Nah untuk mengetahui siapa yang mengucapkan selamat, maka penting juga jika bakal calon tersebut memasang foto dengan senyum manis,nama, hingga gambar partainya.
Bagi kami, semakin lebar baliho yang dipasang di pinggir jalan, maka semakin baik pula. Tentu fungsinya akan semakin banyak. Fraksi bukanlah masalah,yang penting balihonya lebar. Tak peduli apakah itu adalah kader partai yang punya lambang hewan berwarna merah hitam ada putih-putihnya sedikit, partai yang punya stasiun tv, atau partai bergambar pohon pun jadi.
Percaya atau tidak, baliho milik para calon punya banyak manfaat. Tergantung seberapa kreatif kita dalam memanfaatkannya. Di kampung saya baliho itu banyak kegunaannya. Tentu di luar dari tujuan mereka berkampanye melalui baliho yang dipasang di sepanjang jalan. Salah satunya adalah menemani perjalanan para jomblo saat berkendara tanpa boncengan. Tentu baliho tersebut mampu mengalihkan perenungannya atas kejombloan yang menimpa. Bagaimana tidak, setiap baliho punya kalimat mutiaranya tersendiri, berfose se-epik mungkin sambil tebar senyum.
Saat padi sudah mengeluarkan biji-bijinya, maka datanglah saat di mana para petani untuk menjaganya dari burung pipit. Dalam menjaga burung pipit dan juga burung gereja. Para petani akan memasang beraneka macam bunyi-bunyian guna untuk mengusir burung-burung itu. Mulai dari kumpulan kaleng bekas yang diisi beberapa butir kerikil kemudian dipasang,dan diikat tali. Jika burung hinggap di hamparan padi, maka tali tersebut akan ditarik dan menghasilkan suara.
 Itu baru alat pertama. Selain kaleng, petani juga akan meggantung kantong plastik di sepanjang tali yang dibentang. Palstik-plastik tersebut akan bergerak-gerak dan mengganggu konsentrasi burung pipit saat hinggap, dan akhirnya terbang. Kadang juga burung pipitnya tidak akan terbang walaupun kantong plastik sudah bergerak kencang tertiup angin. Entahlah mungkin dia lelah dan kelaparan.
Lalu bagaimana dengan baliho? Tentu juga punya fungsi sendiri. Karena kantong-kantong plastik yang diikat pada tali cenderung tidak mempan, maka dibutuhkan yang lebih lebar dari plastik. Maka disitulah baliho para calon akan berkibar. Bukan untuk kampanye,melainkan untuk menakut nakuti burung.
Saat pemilu yang dilaksanakan beberapa tahun yang lalu misalnya. Sawah yang ada di kampung saya, penuh dengan baliho. Ada juga bendera partai yang ukurannya lumayan lebar, berkibar di tengah sawah. saat itu ada tiga partai yang mengisi dunia penjagaan burung pipit. Saya tidak usah sebutkan nama partainya, yang jelas partai tersebut sangat familiar dengan telinga dan mata anda. Baliho dan bendera tersebut akan terus berada di sawah hingga panen tiba.
Selama berada di kebun atau di sawah, tentu petani butuh tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. Maka petani akan membuat rumah-rumah sederhana sebagai tempat berteduh. Namanya juga sederhana, maka digunakanlah baliho yang ukurannya lebar sebagai atapdan juga sebagai pengalas. Dengan adanya baliho milik para calon, petani tak perlu lagi membeli terpal yang harganya lumayan mahal atau seng sebagai atap rumah-rumah. Sungguh betapa baiknya para calon peminpin kita yang mencetak baliho sebanyak-banyaknya dan selebar-lebarnya.
Saat musim buah-buahan tiba. Baliho kembali digunakan sebagai alat pengusir burung pemakan buah dan kelelawar. Baliho yang berukuran sedang akan digantung di atas pohon langsat atau rambutan. Ketika musim durian, lagi-lagi baliho akan dibutuhkan sebagai atap rumah kebun. Kenapa mesti baliho? Karena baliho milik para calon tak usah dibeli. Gratis.
Dalam menggunakan baliho untuk mengusir burung di sawah, tak perlu konsisten dengan satu calon. Silahkan menggunakan baliho yang didapat. Tak peduli dari fraksi mana, yang penting masalah burung di sawah bisa sedikit teratasi.
Berbeda beda tapi tetap satu tujuan. Barangkali itulah kalimat yang pas dalam menggambarkan para petani yang memasang baliho di sawah atau di kebunnya. Beragam calon,beragam fraksi, beragam bendera partai, berada dalam satu wilayah. Semuanya berpadu dalam fungsi yang sama. Mengusir burung pipit.
Tingkat popularitas dari calon atau bakal calonpun akan meningkat dengan cara petani memasangnya di sawah. petani yang lain jadi tahu kalau si A maju menjadi bakal calon gubernur misalnya. Jangankan petani, burung-burung pun akan tahu. Semoga burung-burung tersebut berbagi cerita dengan kawanan brung lainnya bahwa si A menjadi bakal calon gubernur.
Daripada baliho-baliho yang ada di pinggir jalan ditertibkan oleh Satpol PP saat menjelang pemilihan. Lebih baik jika balihonya ditertibkan sendiri oleh orang-orang yang membutuhkan. Dengan beginikan jadi enak. Bapak satpol PP tak perlu menertibkan pedagang kaki lima. Eh maksud saya baliho.
Kepada mereka yang sering ribut karena beda dukungan. Contohlah para petani di kampung saya. Mereka tidak meributkan dukungan mereka. Silahkan mendukung siapa yang anda dukung. Tapi dalam soal mengusir burung di sawah, baliho calon yang tak didukung pun tetap akan dipajang. Tidak perlu ada perselisihan karena memasang baliho dari berbagai calon.
Dan kepada mereka yang khawatir dengan banyaknya baliho bertebaran di sepanjang jalan. Tak perlu terlalu khawatir, apalagi membuat anda kehilangan nafsu makan. Tak perlu juga harus nyinyir di fesbuk karena persoalan ini. Karena hanya akan membuat jempol anda panas dan kepala pusing saat berdebat. Cukup hadapi dengan kepala dingin. Copot balihonya, lalu berikan kepada mereka yang membutuhkan. Yang punya kebun atau sawah misalnya. Saya yakin baliho tersebut akan digunakan sebaik-baiknya oleh mereka.
 Ingat. Segala sesuatu pasti ada kegunannya. Termasuk baliho. Jadi kembali kepada diri kita masing-masing untuk mencari cara agar baliho tersebut bisa berguna. Tak perlu meributkan soal baliho. Mari kita bicara masalah lain. Soal beras atau garam misalnya. Iyakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H