Mohon tunggu...
Nur annisa Zakiah
Nur annisa Zakiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - NIM : 2410416120010

Mahasiswa universitas lambung mangkurat fakultas ilmu sosial dan ilmu politik prodi Geografi S1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Potensi, Pemasalahan, dan Pemanfaatan Lahan Basah di Wilayah Kecamatan Martapura dan Sekitarnya

9 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 30 Oktober 2024   15:18 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar 1) kamera aplikasi GPS map

Lahan basah merupakan habitat utama di Kalimantan yang luasnya meliputi lebih dari 10 juta ha, kira –kira 20 % massa daratan Kalimantan. Habitat lahan basah di Kalimantan terutama berupa air tawar dan rawa gambut serta lahan bakau di pesisir sungai. Khususnya pada daerah Kalimantan selatan yang memiliki areal seluas 3,7 juta ha dengan karakteristik lingkungan yang spesifik, dimana terdiri atas tipe lahan basah dan lahan kering. Kedua tipe lahan itu seolah-olah menempati ruang dan wilayah tersendiri.

Lahan basah merupakan ekosistem yang memiliki potensi signifikan untuk mendukung keanekaragaman hayati serta menyediakan layanan ekosistem, seperti penyimpanan air dan pengendalian banjir. Meskipun lahan basah memiliki kemampuan untuk menyerap air, dalam banyak kasus, keberadaannya tidak cukup untuk mengendalikan banjir yang sering terjadi akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Permasalahan utama yang dihadapi adalah konversi lahan basah menjadi lahan pertanian atau pemukiman, yang mengurangi kapasitas mereka dalam menampung kelebihan air. Hal ini menyebabkan penurunan fungsi ekologi lahan basah dan meningkatkan risiko banjir di wilayah sekitarnya.

Dalam artikel saya sebelumnya yang berjudul “observasi lapangan lahan basah di wilayah kecamatan Martapura dan sekitarnya” yaitu ada manfaat lahan basah dari segi ilmiah. kali ini saya Nur Annisa Zakiah mahasiswa dari Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik,program studi Geografi yang di bimbing oleh Dr. Rosalina Kumalawati, S.Si., M.Si , merasakan manfaat dari lahan basah tersebut dari segi ilmiah yaitu untuk meneliti maupun mengamati daerah ekosistem lahan.

Di kecamatann Martapura dan sekitarnya saya melakukan wawancara. Berdasarkan wawancara dari beberapa responden warga desa setempat, dapat diketahui bahwa pemanfaatan lahan basah yang paling utama didaerah tersebut adalah pertanian, berikut hasil dari wawancara tersebut:

Dalam wawancara ini, Bapak Hj. Sairani menyebutkan  pemanfaatan lahan basah di daerahnya. Menurutnya, lahan basah di Kecamatan Martapura sangat berpotensi untuk meningkatkan hasil pertanian. "Warga di sekira desa ini banyak menanam padi saja karena tanaman ini tumbuh subur berkat kondisi tanah yang lembab," ungkapnya.    

(Gambar 2) kamera aplikasi GPS map
(Gambar 2) kamera aplikasi GPS map
  • Bu Ida dan Bapak Isah yang merupakan tetangga Bu Ida, juga berbicara tentang pemanfaatan lahan basah untuk pertanian. Ibu Ida menjelaskan bahwa lahan basah di sekitarnya sangat ideal untuk menanam padi dan berbagai sayuran, salah satunya seperti singkong. Ibu Ida sering memanfaatkan hasil pertanian tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keduanya sepakat bahwa pemanfaatan lahan basah sangat penting dalam mendukung pertanian berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(Gambar 3) kamera Aplikasi GPS map
(Gambar 3) kamera Aplikasi GPS map

Dalam wawancara dengan Bapak Sahrani, beliau menjelaskan tentang tantangan yang dihadapinya sebagai petani di daerah dataran rendah. Menurutnya, kondisi iklim yang tidak menentu seringkali mengakibatkan gagal panen. Meskipun wilayahnya tidak mendapatkan hujan secara langsung, dampak banjir dari daerah dataran tinggi tetap memengaruhi hasil pertanian.  Bapak Sahrani menjelaskan bahwa saat hujan lebat yang terjadi di dataran tinggi, air akan mengalir ke daerahnya dan menyebabkan genangan. Hal ini merusak tanaman yang sudah ditanam, dan membuat petani kesulitan untuk mendapatkan hasil yang memadai. Ia menekankan bahwa kondisi ini sangat merugikan, karena meskipun telah berusaha semaksimal mungkin, cuaca dan faktor lingkungan sering kali tidak berpihak pada mereka.  Beliau berharap agar ada perhatian dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur dan sistem irigasi, serta memberikan dukungan kepada petani agar dapat menghadapi tantangan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan kondisi wilayah. Bapak Sahrani percaya bahwa dengan langkah yang tepat, mereka bisa mengurangi dampak negatif dan meningkatkan hasil pertanian di masa depan.

Pak Sahrani juga menjelaskan bahwa selain menanam pisang, warga di Kecamatan Martapura dan sekitarnya juga banyak yang menggeluti peternakan bebek dan ayam. Meskipun daerah ini sering mengalami banjir, warga memiliki cara tersendiri untuk menjaga ternaknya agar tetap aman. “Walaupun daerah sini sering kebanjiran, warga biasanya membuat kandang cadangan yang posisinya lebih tinggi, sehingga saat banjir datang, bebek dan ayam tetap bisa bertahan hidup,” ungkapnya

Ia menjelaskan bahwa kandang-kandang tersebut dibangun di tempat yang lebih tinggi atau menggunakan panggung kayu sebagai pondasi, sehingga tidak terendam saat udara meluap. "Bebek dan ayam adalah ternak yang cukup tahan, tapi kalau dibiarkan begitu saja, tentu bisa mati kalau banjir. Jadi, kita buat kandang yang aman, meski banjir  ternak kami tetap bisa selamat," tambahnya

Dengan sistem ini, warga tidak hanya bisa mempertahankan usaha peternakan mereka selama musim banjir, tetapi juga mendapatkan keuntungan tambahan dari telur atau daging yang dihasilkan. “Ternak ini membantu kami bertahan hidup, terutama ketika musim banjir yang membuat sulit bertani,”

(Gambar 4) kamera aplikasi GPS map
(Gambar 4) kamera aplikasi GPS map

Dalam sebuah wawancara dengan seorang pedagang bernama Pak Ahmad, ia menceritakan pengalamannya terkait tanaman hortikultura, khususnya buah pisang, yang cocok ditanam di daerah lahan basah seperti di Kecamatan Martapura dan sekitarnya. Menurutnya, meskipun sebagian besar wilayah Martapura dikenal dengan lahan basah yang sering tergenang air, pisang ternyata masih bisa tumbuh dengan cukup baik "Di sini, meski lahannya sering basah atau tergenang air, pisang masih bisa ditanam. 

Potensinya memang tidak besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Pak Ahmad. Ia menjelaskan bahwa beberapa petani di wilayah tersebut mulai menanam pisang di lahan-lahan basah karena tanaman ini lebih tahan terhadap kondisi tanah.

Pak Ahmad juga menambahkan bahwa meskipun potensi pertumbuhan pisang di daerah ini tidak terlalu luas, hasilnya bisa menjadi sumber tambahan pendapatan bagi warga. Bagi para petani di sini, pisang menjadi alternatif yang baik selain padi. Meskipun lahan yang digunakan tidak terlalu banyak, setidaknya pisang bisa tumbuh dengan baik dan bisa dijual di pasar atau bahkan dijadikan bahan untuk olahan.

(Gambar 5) kamera aplikasi GPS map
(Gambar 5) kamera aplikasi GPS map

Pada suatu wawancara dengan Bapak Fathur Raji dan istrinya, mereka menjelaskan kondisi wilayah tempat tinggal mereka yang sebagian kecil penduduknya masih berkebun, termasuk mereka yang memanfaatkan pekarangan rumah. 

Meskipun berkebun di pekarangan rumahnya dan menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bapak Fathur Raji mengungkapkan bahwa mereka kerap menghadapi tantangan besar. Daerah tempat mereka tinggal berada di dataran rendah yang sering terkena banjir dari wilayah dataran tinggi. Akibatnya, tanaman-tanaman yang ditanamnya sering kali gagal panen karena rusaknya lahan akibat penampungan air yang sangat tinggi. "Kami sudah beberapa kali mencoba, tetapi banjir selalu menghambat usaha kami," ujar Bapak Fathur Raji. Istrinya menambahkan bahwa meskipun mereka terus berupaya, kondisi alam membuat hasil perkebunan mereka tidak maksimal.

(Gambar 6) kamera aplikasi GPS map
(Gambar 6) kamera aplikasi GPS map

Dalam wawancara dengan Bapak Amra dan Bapak Murdiji, keduanya menceritakan bahwa sebagian besar warga di desa mereka bekerja sebagai petani sawah. "Hampir seluruh penduduk di sini bertani, khususnya di sawah," ujar Bapak Amra. Mereka mengandalkan hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, tantangan terbesar yang dihadapi para petani di desa tersebut adalah banjir yang sering, Bapak Murdiji menambahkan bahwa banjir di desa mereka bukanlah hal yang asing. 

"Banjir di sini sangat tinggi dan sering kali berlangsung lama. Desa kami sudah bisa disebut langganan banjir," jelasnya. Menurutnya, kondisi banjir sering kali datang tanpa diduga, terutama karena desa mereka berada di dataran rendah yang mudah tergenang udara. Cuaca normal sangat jarang terjadi di desa mereka. "Kalaupun cuaca normal, jarang dan biasanya hanya sebentar saja," tambah Bapak Amra.

Akibatnya, masa tanam para petani sering terganggu, dan hasil panen mereka tidak selalu mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari

Bapak Amra dan Bapak Murdiji juga menceritakan bahwa selain masalah banjir, para petani di desa mereka tahun ini kembali mengalami gagal panen, namun kali ini disebabkan oleh serangan penyakit seperti hama dan tikus. 

"Setiap kali tanaman kami mulai tumbuh, hama dan tikus datang menyerang, mengakibatkan banyak tanaman yang rusak," ungkap Bapak Amra dengan nada kecewa. Tantangan tersebut membuat hasil panen semakin berkurang, sehingga para petani harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan tanaman mereka.

Selain bertani padi, di desa mereka juga terdapat beberapa jenis holtikultura buah, seperti pohon mangga, yang biasa disebut  oleh masyarakat setempat  dengan senutan "asam ampalam." "Di sini memang ada pohon mangga, atau biasa kami sebut asam ampalam. Walaupun tak sebanyak sawah, pohon ini juga menjadi salah satu sumber buah bagi warga," tambah Bapak Murdiji.

(Gambar 7) kamera aplikasi GPS map
(Gambar 7) kamera aplikasi GPS map

Dalam wawancara dengan Ibu Isa dan Ibu Zamsah, mereka menceritakan tentang kondisi desa tempat tinggal mereka yang sering dilanda banjir. "Di sini banjir sudah sering terjadi, saat musim hujan tiba maupun banjir susulan dari daerah dataran tinggi," kata Ibu Isa. Menurutnya, banjir menjadi salah satu tantangan besar yang dihadapi warga desa, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang pertanian.

Ibu Zamsah menambahkan bahwa mayoritas penduduk desa mereka bekerja sebagai petani. "Sebagian besar pekerjaan di sini adalah bertani, karena itu yang paling banyak dilakukan warga," jelasnya. 

Namun, tidak semua penduduk bekerja sebagai petani. Beberapa warga juga bekerja sebagai kuli bangunan untuk menambah penghasilan. "Selain bertani, ada juga yang bekerja sebagai kuli bangunan, terutama saat proyek-proyek pembangunan ada di daerah sekitar," lanjut Ibu Zamsah.

Kedua ibu rumah tangga tersebut menjelaskan bahwa meskipun pertanian menjadi mata pencaharian utama, adanya pekerjaan lain seperti kuli bangunan membantu warga dalam menghadapi kondisi ekonomi yang tidak menentu, terutama saat banjir mengganggu musim tanam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun