Mohon tunggu...
nuranisa
nuranisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis,menggambar,memanah

Selanjutnya

Tutup

Parenting

membangun karakter anak

30 Desember 2024   22:37 Diperbarui: 30 Desember 2024   22:37 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Penulis melihat bahwa penanaman moral yang ditekankan adalah melalui berbagai cerita atau dongeng yang didengarkan oleh anak tersebut, sehingga ketika anak merasa kagum dengan penokohan dari cerita dongeng tersebut, maka dia akan belajar mengikuti karakter dalam cerita dongengnya Mendengarkan dongeng, dalam penelitian ini berarti bahwa anak dapat memiliki kosakata baru, dalam arti lain seorang anak menambah bahasa baru yang bermakna positif pada penanaman moral yang diharapkan dapat diikuti atau ditiru oleh anak tersebut (Pebriana, 2017). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nurmalina (2016) yang berjudul "Pantang Larang dalam Masyarakat Kampar dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter". Dalam hal ini, Pantang larang dikatakan sebagai pekerjaan atau perbuatan yang dilarang melakukannya oleh masyarakat, serta adanya sanksi berpedomankan pada leluhurnya. Nurmalina (2016) menceritakan bahwa sudah ada masyarakat yang beranggapan bahwa pantang larang tidak relevan dengan kehidupan yang serba modern seperti saat ini. Tetapi pada kenyataannya sastra memiliki potensi yang besar untuk membawa masyarakat ke arah perubahan karakter. Nurmalina menunjukkan bahwa pantang larang pada masyarakat Melayu Kampar dilihat dari : (1) waktu, (2) tempat, (3) keselamatan jiwa, yaitu: kematian, sakit, dan kesialan atau naas; (4) berdasarkan siklus kehidupan (5) kepercayaan dan gaib; (6) pekerjaan dan aktivitas, yaitu: orang melahirkan dan perawat bayi, mengurus orang mati dan ke kuburan, berjalan, sedang bermain, bekerja, membuat rumah, adab makan. Ungkapan pantang larang memiliki kaitan erat pada pendidikan karakter yang diharapkan dapat diadopsi dari hal tersebut, sehingga anak pun memahami makna yang tersembunyi melalui Pantang Larang tersebut (Nurmalina, 2016). Kedua penelitian di atas sebagai gambaran dari fenomena tentang pembentukan karakter anak usia dini dari perspektif yang berbeda. Penulis dapat melihat bahwa ternyata anak usia dini pun dapat memperoleh pesan moral yang terkandung dari kegiatan mendengarkan dongeng serta dari "pantang larang" yang disampaikan oleh orang tua atau orang di sekitarnya, sehingga anak pun dapat mengikuti nilai moral yang disampaikan oleh leluhurnya dari "pantang larang" tersebut. Dalam penelitian penulis kali ini, karena penulis melihat aspek potensial yang menjadi faktor pembentukan karakter anak usia ini. Jika dikategorikan dalam temuan penulis, maka kegiatan mendengarkan dongeng dan "pantang larang" ini tentu masuk dalam beberapa kategori, bisa berawal keluarga, datang dari sekolah, bahkan dari kelompok bermain yang dimiliki anak tersebut. Menurut pakar pendidikan, William Bennett, pola asuh pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Misalnya, hal ini bisa dilihat sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya (Latifah, 2011). Membentuk karakter dapat diibaratkan seperti mengukir di atas batu permata. Doni Koesoema A (2007) dalam bukunya juga mengungkapkan bahwa karakter adalah sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik yang bersifat khas dari seseorang yang bersumber dari hasil bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan (Doni Koesoema A, 2007:80). Hasil wawancara, Rma mengungkapkan tentang pembentukan karakter anak usia dini yang diamatinya dari perkembangan anak-anaknya. Berikut hasil wawancaranya: "Kalau menurut saya, faktor yang paling berpengaruh itu ya keluarga. Soalnya ini tuh kayak jadi pondasi buat anak-anak ya, dalam keluarga sendiri kan ada ibu, ayah, sama saudara lainnya. Terus yang akan pertama kali dilihat anak, ini sih pengalaman saya ya, pasti orang tuanya dulu. Saya liat perkembangan karakter anak saya, yang pertama dan kedua berbeda. Setelah anak saya sekolah, saya sadar, ternyata lingkungan sekolahnya juga berpengaruh pada pembentukan karakter anak saya dilingkungan selanjutnya, ya kelompok bermain atau teman-teman bermainnya di sekitar rumah kami. Mulanya anak saya pendiam, lama kelamaan jadi lebih senang banyak ngobrol gitu, apalagi kalo sama teman sebayanya." Jika dilihat dari penuturan Rma di atas, penulis melihat adanya keterkaitan antara tiga faktor ini, yang meliputi keluarga, sekolah, dan komunitas. Komunitas yang dimaksud disini adalah kelompok bermain ataupun kelompok pengembangan bakat yang diikuti anak tersebut. Rma menceritakan perkembangan karakter anaknya yang berbeda setelah masuk ke sekolah PAUD dan bermain dengan teman-teman sebayanya. Inilah yang menguatkan hasil penelitian ini bahwa proses pembentukan karakter anak usia dini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lain halnya dengan Rma, Idn bercerita pengalamannya tentang proses pembentukan karakter anak-anaknya sejak kecil sampai sekarang. Idn adalah ibu dari dua orang anak yang juga berprofesi sebagai pengajar. Dalam aktivitas sehari-harinya, Idn harus membagi waktu antara mengurus anak dan bekerja. Tetapi Idn tidak pernah melewatkan masa-masa emas perkembangan anaknya. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya. "Masa kanak-kanak itu adalah masa yang gak terlupakan buat aku ya khususnya saat membesarkan anak-anak. Proses pembentukan karakter anak yang dialami oleh anak-anak aku itu paling dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga disini ya orang terdekat dengan anak aku, jadi tidak hanya aku, suami, tetapi kakek neneknya juga. Kenapa? Soalnya anak-anak aku lebih sering tinggal dengan orang tua aku. Jadi, karakternya juga terpengaruhi juga dari didikan kakek neneknya. Kalo ditanya soal gimana teman-temannya, ya jelas sih mempengaruhi juga, hehe...Misalnya gini, kalo di rumah kan, keluarga yang ngajarin sopan santun, kebiasaan ya, pelan-pelan jadi kebiasaan anak-anak aku, nah kalo sama teman-teman bermain nya sih seputar bahasa ya yang berpengaruh. Aku sih lebih setuju yang paling berpengaruh pada pembentukan karakter anak-anak aku itu keluarga." Jika diamati dari hasil wawancara di atas, keluarga sebagai hal yang pertama dan utama dalam proses pembentukan karakter anak usia dini. Tetapi perbedaannya dengan Rma, informan penulis di atas mengungkapkan bahwa faktor keluarga yang dimaksud adalah orang-orang yang memiliki hubungan keluarga dan dekat dengan anak-anak. Informan ketiga penulis, yaitu Jn yang juga berprofesi sebagai PNS ini telah memiliki 4 orang anak. Jn bercerita mengenai pengalamannya tentang pembentukan karakter anak usia dini yang dialami oleh anak-anaknya. Berikut hasil wawancaranya: "Saya setuju banget kalo yang mempengaruhi pembentukan karakter anak usia dini itu adalah keluarga, terutama ibu dan bapaknya. Saya sebagai bapak dari empat orang anak juga punya pengalaman tersendiri dalam membesarkan anak-anak saya. Saya bisa bilang gini karena saya liat gimana pembentukan karakter anak-anak saya yang beda-beda. Anak saya yang pertama dibesarkan oleh saya sendiri, sedangkan yang kedua dan ketiga tinggal dengan tante nya. Ada banyak perbedaan yang saya liat, jadi saya makin sadar kalo keluarga yang membesarkan anak-anak di masa emas nya ini sangat berpengaruh pada pembentukan karakter anak usia dini. Contohnya dari sifat dan kebiasaannya ya, ini berbeda sekali antara anak yang saya besarkan sendiri dengan yang tinggal dan dibesarkan di rumah om tante nya." Hasil penelitian diperkuat data dari penelitian terdahulu tentang kajian komunikasi keluarga sebagai pencegahan bullying bagi anak. Janitra dan Prasanti (2017) mengungkapkan bahwa proses komunikasi berlangsung dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam lapisan masyarakat dan lapisan keluarga. Ketika manusia melakukan interaksi satu sama lainnya, kadang-kadang mengarah pada perilaku bullying. Bullying bukanlah fenomena yang baru lagi, khususnya dalam sebuah keluarga. Komunikasi keluarga menjadi pondasi utama untuk mencegah terjadinya perilaku bullying bagi anak. Janitra dan Prasanti (2017) melihat fenomena ini dan mengangkatnya dalam kajian "Komunikasi Keluarga dalam Pencegahan Perilaku Bullying bagi Anak". Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi keluarga dalam pencegahan perilaku bullying bagi anak meliputi: (1) Untuk mencegah bullying harus diupayakan proses komunikasi keluarga yang efektif yaitu: respek, empati, audible; (2) Adapun faktor penyebab terjadinya perilaku bullying adalah pengasuhan orangtua yang tidak tepat dalam konteks komunikasi keluarga (Janitra & Prasanti, 2017).


PEMBAHASAN


Menurut Freud, kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968). Pernyataan di atas mempertegas penelitian yang dilakukan penulis bahwa pembentukan karakter anak usia dini ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat tiga faktor, yaitu keluarga, sekolah, dan komunitas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, para informan sepakat bahwa keluarga merupakan faktor yang pertama dan utama yang mempengaruhi pembentukan karakter anak usia dini di masa-masa keemasannya.
1. Peran keluarga dalam Pembentukan karakter Anak Usia Dini

 Keluarga dalam hal ini adalah aktor yang sangat menentukan masa depan perkembangan anak. Dalam hal ini, penulis
juga melihat bahwa para informan pun menyepakati keluarga sebagai hal utama dan pertama yang mempengaruhi pembentukan karakter anak usia dini. Selain itu, Lc, psikolog anak yang juga menjadi pengajar, menyampaikan kepada penulis bahwa jika dilihat dari konsep pencegahan bullying bagi anak, maka keluarga lah yang menjadi jawabannya. Berikut penuturan lengkapnya. "Betul sekali kalau jawaban para orang tua bahwa keluarga adalah nomor satu dan utama dalam pembentukan karakter anak di usia dini nya. Jangankan demikian ya, kalau kita berbicara soal pencegahan bullying, maka jawabannya adalah komunikasi positif yang diberikan oleh keluarga, dalam hal ini ya tentu orang tuanya. Komunikasi yang positif dalam berbagai aspek, tentu sangat menunjang proses pembentukan karakter anak di usia dini juga. Saya mencontohkan dalam kasus bullying saja, solusinya bisa dicegah dengan komunikasi positif dalam keluarga. Nah, begitupun dengan pembentukan karakter anak di usia dini, keluarga lagi-lagi menjadi faktor yang paling berpengaruh pada karakter anak di usia emasnya tersebut. Berdasarkan kutipan wawancara di atas, penulis dapat melihat bahwa komunikasi positif yang diberikan oleh keluarga menjadi faktor utama dalam pembentukan karakter anak usia dini. Meskipun ini bukanlah satu-satunya, tetapi keluarga menjadi faktor yang paling menunjang kesuksesan pembentukan karakter anak usia dini.
2. Peran Sekolah dalam Pembentukan
karakter Anak Usia Dini Selain keluarga, ada faktor lainnya yang berasal dari lingkungan sekolah. Peran sekolah sebagai lembaga formal yang mengajarkan pendidikan kepada anak usia dini adalah pada lembaga PAUD. Lembaga PAUD sebagai lembaga sekolah formal yang membantu menerapkan pendidikan berkarakter pada anak-anak usia dini. Di lingkungan sekolah, ada guru-gurunya,
teman-temannya, yang secara tidak langsung berinteraksi dengan anak, lalu mereka saling mengamati dan bahkan bisa juga mengikuti kebiasaan dari temannya tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini yang menjadi self control agar anak tetap memiliki karakter yang baik adalah keluarganya.

3.Peran Komunitas atau Kelompok
Bermain dalam Pembentukan karakter Anak Usia Dini Faktor lainnya adalah lingkungan kelompok bermain yang terdiri dari teman-teman sepermainan dari anak tersebut. Komunitas ini bisa merupakan juga kelompok non formal pengembangan bakat yang diikuti anak, misalnya saja les renang, menari, memanah, sepak bola, bahasa asing, dan keterampilan atau peminatan bakat lainnya. Ketika anak berinteraksi satu sama lain, mereka saling mengamati dan jika mereka menyukai sesuatu, maka ada kecenderungan akan mencoba mengikuti kebiasaan tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini juga yang menjadi self control kembali lagi pada keluarga.


KESIMPULAN


Berdasarkan hasil studi yang dilakukan, penulis menemukan bahwa proses pembentukan karakter anak usia dini, diawali dari keluarga, kemudian dilanjutkan dengan sekolah, dan komunitas yang diikuti anak usia dini tersebut. Komunitas ini meliputi komunitas bermain, komunitas les atau lembaga kursus pengembangan bakat yang diikuti anak usia dini tersebut. Tetapi faktor utama yang menentukan adalah keluarga sebagai komunitas terkecil dan pertama bagi para anak.


DAFTAR PUSTAKA
A, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter: Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.


Alnashava, P., Prasanti, D.(2017). Komunikasi Keluarga Dalam Pencegahan Perilaku Bullying Bagi Anak. Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, 6, 23--33


Erikson, Erick, H.1968. Identity, youth, and Crisis. International University Press. New York.


Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun