Di sekitar camping ground, kami menemukan aktifitas hewan-hewan yang sungguh menakjubkan. Ada ulat hijau besar ketika malam hari kami melihatnya ia berada di atas ranting pohon, setelah pagi hari kami melihatnya kembali ia sudah di ranting sebelah bawah, kepompongnya yang besar tertutup daun kering. Menurut Kang Dudu ulat itu akan menjadi kupu-kupu yang besar dan cantik sekali, sayang kami belum tentu dapat melihatnya kembali, hehee. Ada juga laba-laba yang asik berkoloni, dalam satu pohon saya menemukan lebih dari 3 laba-laba yang sedang asik merajut jarring kehidupannya sendiri. ahh… pagi yang sempurna :).
Setelah berkemah semalaman di camping ground, minggu pagi kami bersiap untuk menjelajah hutan bersama guide handal yang juga penduduk setempat desa Sarongge, Kang Dudu, Kang Syarief juga Pak Sopian professor tanaman yang tahuuuu apa aja, hehee. Sepanjang perjalanan kami didongengi kisah-kisah hutan, Kang Dudu juga sangat bersemangat menjelaskan setiap pohon dan tetumbuhan yang kami lewati. Benar-benar kami dikenalkan pada hutan dan segala yang ada di dalamnya. Seperti tanaman yang bisa digunakan sebagai bahan dasar tinta, penduduk setempat menggunakan untuk tinta stempel, saya lupa nama tanamannya apa hehee. Lihat fotonya saja ya. Ada juga pohon Teter yang digunakan sebagai pengusir hama, karena bau yang ditimbulkannya tidak disukai oleh hama pengganggu, maka cocok di tanam di sekitar kebun sayur petani.
[caption id="attachment_246544" align="aligncenter" width="400" caption="Pohon Teter sebagai pengusir hama"]
Sebelum memasuki hutan, Kang Dudu memberitahukan 3 pantangan yang tidak boleh kami lakukan selama di dalam hutan. Yang pertama dilarang memanggil/menyebut nama, kedua dilarang menanyakan arah jalan, apakah masih jauh atau tidak, yang ketiga dilarang apa ya saya lupa ahaha maapp. Sebelum memasuki hutan Kang Dudu membacakan semacam mantra kepada anak-anak dibawah umur yang ikut masuk ke hutan. Pada intinya hal-hal itu dilakukan agar selama di dalam hutan kami tidak diganggu oleh roh-roh penghuni hutan.
[caption id="attachment_246545" align="aligncenter" width="500" caption="Narsis di bawah pohon Ki Hujan yang berusia ratusan tahun hmmm"]
[caption id="attachment_246546" align="aligncenter" width="500" caption="Tumbuhan Begonia"]
Dalam perjalanan menuju camping ground kembali, kami bersyukur sekali diberikan kesempatan untuk melihat elang jawa terbang di antara pepohonan hutan Sarongge. Sayangnya kami kurang pagi memasuki hutan tadi, jika lebih pagi sedikit kami dapat melihat aktifitas sarapan pagi monyet-monyet yang berlarian menggendong anaknya. Kami hanya melihat sisa-sisa buah markisa bekas gigitan mereka di sepanjang perjalanan jelajah hutan.
[caption id="attachment_246547" align="aligncenter" width="500" caption="Akhirnya berhasil membidiknya masuk ke kamera :D"]
Dua hari berada di Sarongge rasanya kurang sekali. Sya kecil anak dari mba Dini sudah bertekad akan kembali lagi ke Sarongge untuk melihat pohon yang telah ditanamnya. Hihi lucu banget membawa serta anak-anak mengenal alam bebas. Seperti yang Saya katakan pada artikel sebelumnya, Tak Kenal Hutan Maka Tak Sayang Hutan, anak-anak ini telah dikenalkan dari usia dini pada hutan sehingga menambah kecintaannya pada alam. Hal ini baik sekali diterapkan untuk generasi mendatang agar kepedulian terhadap kehidupan hutan tetap menggelora dan hutan Indonesia tidak akan menemui kematiannya. Aamiin.
Salam Lestari :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H