Mohon tunggu...
Muhammad Nur Amien
Muhammad Nur Amien Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Bebas Bersahaja

Hobi menulis dan membaca semua bidang ilmu dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi: Maafkan Aku

18 November 2024   16:15 Diperbarui: 18 November 2024   16:16 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Puisi) Maafkan Aku

Di penghujung senja hidupku,
saat angin malam menyibak gelisah,
aku titipkan bait-bait luka dan penyesalan,
menyusup lirih ke palung jiwamu.

Wahai anak-anakku,
Di matamu aku melihat kebahagiaan,
namun seringkali jiwaku tersesat dalam fana
mengejar kehidupan seperti fatamorgana.
Tangan-tanganmu merindukan dekapku,
tapi aku sibuk membangun istana pasir yang rapuh.
Kini aku menggenggam butir-butir waktu yang tersisa,
aku sisipkan penyesalanku.

Maafkan aku, wahai anak-anakku,
Yang kerap kupinggirkan dalam bisingnya dunia,
Pada pelukmu yang hangat, aku berlalu,
Menukar kasihmu dengan fana yang semu.

Wahai istriku,
penjaga bara yang tak pernah padam,
maafkan diriku yang sering mengabaikan pelitamu di rumah.
Engkau adalah puisi tanpa jeda,
tapi daku seringkali tuli pada suara teduhmu.
Pada lembut senyummu, aku menemukan tempat pulang,
walau langkahku terlampau jauh melangkah.

Wahai teman-temanku,
para pelipur laraku di tengah badai kehidupan,
maafkan aku, betapa seringnya aku lupa menjawab seruanmu,
atau aku hadir hanya sebagai bayang-bayang.
Kini, aku berdiri di ambang waktu hidupku,
berharap serpihan kenangan kita tak terhapus waktu.

Aku hanyalah jiwa yang lemah,
terkadang lupa bersujud pada sang Pencipta,
terkadang lalai mencintai dengan sepenuh jiwa.
Di penghujung ceritaku, tanganku menadah pada langit,
dan berdoa untuk kalian yang aku sayangi.

Kepada kalian semua,
Maafkan aku, yang tenggelam dalam gelombang ego,
Membiarkan cinta meluruh seperti daun gugur,
Tanpa kujaga, tanpa kusirami dengan kasih sayang.

Hari ini, aku berdiri di ambang keheningan,
Menggulung kata yang lama terbungkam,
Semoga pintu maaf kalian tak terkunci,
Biarkan aku kembali, meskipun tertatih, mendekap damai dalam arti.

Maafkan aku, yang terlalu lama tertidur dalam ego duniawi.
Kini, biarkan aku menitipkan bait-bait cinta ini
pada sisa hembusan nafasku yang tersisa.

Aku tak ingin pergi dalam penyesalan tanpa restu dan kasih kalian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun