Mohon tunggu...
Muhammad Nur Amien
Muhammad Nur Amien Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Bebas Bersahaja

Hobi menulis dan membaca semua bidang ilmu dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Papaku Kehilangan Ibuku Secara Mendadak

6 Oktober 2024   11:34 Diperbarui: 6 Oktober 2024   11:36 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Papaku Sedih/DOkpri

Meskipun aku tahu bahwa papa mengalami kesedihan, aku juga merasa kehilangan. Aku merindukan ibuku, dan lebih dari itu, aku sangat merindukan sosok papa yang penuh kasih dan selalu ada untukku. Meskipun papa masih ada di sisiku secara fisik, sekarang aku merasa seperti anak yatim piatu, tidak merasa ada kehadiran papa di rumah.

Satu malam, aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamarnya. Setelah beberapa detik, terdengar suara pelan dari dalam, "Masuk."

Aku masuk, melihat papaku duduk di ranjang dengan mata sembab. Foto ibu tergeletak di atas meja kecil di sampingnya. Aku duduk di sebelahnya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara.

"Pa, aku tahu papa sedih... Aku juga," kataku perlahan. "Tapi aku butuh papa. Aku merasa kehilangan dua orang sekaligus. Tolong, papa jangan pergi juga."

Papa menatapku, untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa lama. Mata kami bertemu, dan aku melihat air mata jatuh di pipinya. Dia memelukku erat, sesuatu yang sudah lama tidak dilakukannya. Kami berdua menangis malam itu, berbagi rasa sakit yang sama.

Hari-hari berikutnya tidak langsung menunjukkan peningkatan. Kami masih merasakan kehampaan yang sama, tetapi kami mulai belajar untuk berbagi kesedihan itu. Kami terus berbicara tentang ibu dan kenangan indah yang kami miliki bersamanya. Kami belajar bahwa kehilangan tidak pernah hilang sepenuhnya, tetapi kami memiliki kemampuan untuk menjalani hidup meskipun ada lubang besar yang tidak tertutup.
Papa kembali bekerja, dan aku berkonsentrasi pada sekolahku. Meskipun rasa kehilangan selalu ada, hidup kami bergerak maju secara bertahap. Yang paling penting adalah bahwa kami tidak lagi merasa terisolasi. Kami memiliki satu sama lain, dan itu cukup.

Ibu mungkin telah pergi, tetapi cintanya akan selalu ada di antara kami. Dan dengan itu, kami menemukan kekuatan untuk melangkah ke depan, satu langkah kecil demi satu, bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun