Mohon tunggu...
Nur Alim
Nur Alim Mohon Tunggu... Penulis -

penulis opini dan penikmat lagu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih

31 Maret 2019   19:04 Diperbarui: 31 Maret 2019   19:17 1253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditemukannya sejumlah uang 8 milliar oleh KPK yang ikut menjerat Bowo Sidik Pangarso menjadi sebuah bukti betapa mahalnya berdemokrasi di negeri ini. Harga mahal inilah yang menjadi sebab mengapa kasus korupsi yang menjerat banyak pejabat dan pada akhirnya mendekam di buih tahanan.

Dalam konteks ini, logika yang dipakai adalah logika bisnis, di mana ketika seorang bisnismen telah berinvestasi dengan jumlah besar maka langkah selanjutnya adalah meraup keuntungan dengan jumlah yang berlipat ganda. Hemat saya, berdemokrasi di negeri ini sama halnya dengan berbisnis.

Korupsi sejatinya adalah bentuk kecurangan (fraud) yang terjadi pada suatu lembaga pelayanan publik seperti pemerintah dan salah satu bentuk kecurangan yang paling sulit dihentikan. Meskipun berlembar-lembar peraturan dibuat untuk melarang praktik korupsi, karena tidak diikuti dengan kesadaran dan moral yang kuat maka praktik korupsi tetap terjadi. 

Tidak hanya itu, adanya dorongan dan pengaruh lingkungan kekuasaan menjadi faktor penyebab terjadinya praktik korupsi di lembaga pemerintahan. Hal ini bisa kita lihat dikasus yang menjerat Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, yaitu Romi Romahurmuzy yang ditangkap tangan dengan tuduhan jual beli jabatan di Kementrian Agama beberapa waktu yang lalu.    

Pentingnya bagi kita untuk memerangi korupsi tidak semata-mata karena adanya motif curang dalam menjalankan pemerintahan. Namun karena dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan bila korupsi masih merajalela. 

Secara gamblang Kofi Anna mengakui dampak buruk dari korupsi yang kerap kali kita temukan dalam institusi pemerintah maupun swasta lainnya. Korupsi, demikian Anna menerangkan sebagai sebuah wabah dengan spektrum atau ledakan sangat dasyat yang membawa pengaruh buruk pada setiap elemen kehidupan yang mengakibatkan kemunduran tatanan hidup manusia.

Orde baru adalah salah satu contoh di mana dampak  korupsi sangat terlihat jelas. Adanya permainan (kongkalikong) antara parlemen, pemerintah dan korporasi dalam mengeluarkan kebijakan yang sarat dengan kerugian Negara sangat terasa di pemerintahan orde baru. Puncaknya, pada tahun 1997 Indonesia dilanda krisis moneter yang menyengsarakan kehidupan rakyat kala itu. Salah satu kuncinya adalah, wabah penyakit korupsi di instansi pemerintahan.

Sebagai sebuah wabah penyakit, korupsi dalam pengertian lain bisa dilihat sebagai sebuah penyakit yang mendera banyak orang yang tergabung dalam institusi pemerintahan baik dalam skala regional maupun nasional. Dalam konteks penyakit, korupsi mesti ditangani secara serius dan dicari akar penyakitnya supaya bisa diobati. Karena penyakit hanya bisa disembuhkan bilaman obat dan akar penyakitnya ditemukan terlebih dahulu.

Dalam konteks hari ini, korupsi banyak disebabkan oleh adanya ketamakan dan kerasukan kekuasaan yang menghinggap di dalam tubuh pemerintah. Sikap tamak dan rakus ini mendarah daging karena adanya dorongan yang kuat untuk menghimpun harta yang melimpah danjabatan yang tinggi. Lagi-lagi karena status sosial yang sangat kuat di negeri ini menjadi penyebab utama. Sehingga bagi mereka yang ingin dikatakan sukses, caranya adalah memiliki banyak harta dan menduduki salah satu jabatan tertentu.

Faktor lainnya adalag krisis moral. Ini identik dengan bagaimana sikap para pemangku kekuasaan dalam menerima dan mempertanggung jawabkan amanat yang diberikan oleh rakyat. Meskipun telah disumpah di bawah kita suci, namun sikap dalam menjalankan roda kekuasaan tidak selaras dengan apa yang disumpahkan. Ini bukan soal intelegensi pribadi terkait, namun kesadaran akan pentingnya moral bagi orang yang diberi amanat yang telah hilang sehingga kekuasaan dijadikan sebagai mesin menghasilkan uang.

Pemerintahan Bersih

Pemerintah yang bersih adalah cita-cita kita bersama, sehingga melawan korupsi adalah sebuah keniscayaan. Budaya korupsi bisa diminimalisir dengan tiga cara, yaitu represif, kampanye dan edukasi, dan memperbaiki sistem pemerintahan. Ketiganya harus dilaksanakan secara bersama-sama agar hasilnya efektif dan bisa menjadi langkah untuk mewujudkan negara yang bersih dari korupsi.

Represif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan menggunakan jalur hukum sebagai alat. Penegakan hukum yang kuat terhadap pelaku korupsi bisa dilakukan agar ada efek jera yang dirasakan oleh pelaku. 

Melalui cara ini, KPK sebagai pelaksana teknis pemberantasan korupsi bisa menyeret koruptor ke meja hijau dan diberikan sanksi yang sebeat-beratnya. Namun yan perlu diingat adalah, penegakan hukum tetap harus memerhatikan prinsip keadilan. Yaitu prinsip bahwa hukum berlaku bagi siapa saja, tanpa melihat siapa dan seberapa besar uang negara yang dikorupsi.

Cara yang kedua adalah edukasi dan kampanye. Edukasi dan kampanye adalah bagian dari pencegahan tindakan korupsi. Dengan adanya kesamaan paham antara pihak pemerintah dan masyarakat mengenai kasus korupsi maka pemberantasan korupsi bisa dilakukan dengan efesien dan terarah. Melalui cara ini, KPK membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dari dampak korupsi bagi keutuhan negara sehingga muncul upaya untuk memberantas korupsi secara bersama-sama.

Cara yang ketiga adalah perbaikan sistem. Kalau kita perhatikan, banyak sistem pemerintahan di negeri ini membuka celah untuk melakukan korupsi. Salah satunya adalah pelayanan publik dan birokrasi yang dinilai rumit, sehingga memicu tindakan penyuapan agar lebih cepat diproses. Hal yang sama juga terjadi diperizinan, pengadaan barang dan jasa. Dalam hal ini, sistem layanan public berbasis online perlu ditingkatkan di semua aspek yang menyangkut urusan birokrasi, layanan publik, perizinan dan aspek-aspek yang bisa memicu tindakan korupsi.

Selain itu, kajian-kajian tentang APBD, Perpajakan, Pengelolaan Dana Haji, Perencanaan dan Pengelolaan Pemeintahan, Lingkungan dan Tata Ruang perlu dilakukan agar tercipta transparansi dari pemerintah terkait dengan alokasi dana yang dikeluakan. 

Dengan demikian, akan muncul kepercayaan publik terhadap pengelola pemerintahan sehingga dalam mengelola pemerintahan bisa dilakukan dengan bersih. Karena ini adalah momentum pilpres, maka masyarakat perlu mengidentifikasi mana calon pemimpin yang memiliki ketegasan dalam memberantas tindakan korupsi sampai saat ini masih menjadi hantu bagi bangsa dan negara.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun