Mohon tunggu...
NUR ALFI LAIL
NUR ALFI LAIL Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i'am just human, kritik dan saran sangat diterima asalkan disampaikan dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review "Sejarah Lisan" Buku Menyulut Ambon: Kronologi Meletusnya Berbagai Kerusuhan Lintas Wilayah di Indonesia

2 Januari 2021   22:35 Diperbarui: 2 Januari 2021   22:42 1967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Identitas Buku

Judul    : Menyulut Ambon "Kronologi Merambatnya Berbagai Kerusuhan Lintas Wilayah di Indonesia"

Penulis : S. Sinansari Ecip

Cetakan: Pertama,  November 1999

Tebal    : 223 Halaman

Penerbit: Mizan

Kota Ambon atau Ambong dalam Bahasa setempat merupakan ibu kota dan terbesar dari provinsi Maluku. Data dari kantor wilayah kementrian agama provinsi Maluku pada 2019 mencatat presentase pemeluk agama di kota ambon yaitu:

  • Islam                            : 136.783
  • Kristen Protestan          : 161.055
  • Kristen Katolik             : 22.777
  • Hindu                          : 385
  • Budha                          : 347

Data tersebut menunjukan keberagaman agama di Kota Ambon sangat beragam, bahkan mereka memiliki rasa tenggang rasa yang cukup tinggi. Salah satu bukti nyatanya ialah budaya Pela Gedong. Pela Gedong merupakan hubungan kekerabatan antar desa tanpa melihat suku, golongan, maupun agama penduduknya. Budaya ini mengikat persaudaraan antar penduduk. Namun hubungan karena budaya yang begitu erat ini terkalahkan dengan hubungan pemelukan agama. Hubungan agama nyatanya lebih erat dibandingkan dengan budaya Pela Gedong. Meskipun berasal dari satu suku yang sama yakni suku ambon asli, mereka dapat saling membunuh jika berbeda agama. Tragedi kerusuhan antar wilayah dan antar agama ini terjadi di kota Ambon pada era reformasi awal 1999.

Penyebab utama konflik ini adalah ketidakstabilan politik dan ekonomi di Indonesia setelah Soeharto tumbang. Rencana pemekaran provinsi Maluku menjadi Maluku Utara semakin memperuncing keadaan politik daerah yang sudah ada. Karena masalah politik tersebut menyangkut agama, perseteruan terjadi antara umat Kristen dan umat Islam pada Januari 1999. Seiring berjalannya waktu perseteruan ini berubah menjadi pertempuran dan tindak kekerasan bahkan pembunuhan warga sipil oleh kedua belah pihak yang bertikai.

Dalam buku " Menyulut Ambon, Kronologi Merambatnya Berbagai Kerusuhan Lintas Wilayah di Indonesia" S. Sinansari selaku penulis secara pribadi mendatangi Kota Ambon dan tinggal beberapa hari disana. Penulis mengatakan bahwa ia berkesempatan untuk bersama-sama warga Ambon asal Bugis-Makassar yang baru kembali ke Ambon dari pengungsian di Sulawesi Selatan. Penulis mewawancarai beberapa warga yang terdampak dari kerusuhan Ambon ini. Penulis merupakan seorang wartawan, ia berusaha memperoleh bahan-bahan penulisan yang berasal dari kedua belah pihak yang bertikai, bahkan bahan yang berasal dari pihak ketiga. Pihak ketiga ini adalah Human Rights Watch (HRW), Lembaga Internasional pengawas hak asasi manusia. Dalam catatannya HRW cukup terperinci mencatat data yang tampak tidak memihak dan memberikan analisisnya. Dalam buku ini penulis berusaha menelusuri keterhubungan antar kerusuhan yang berawal dari Ketapang (Jakarta) dengan kerusuhan yang terjadi di Kupang dan Kota Ambon.

Kerusuhan di Ketapang (Jakarta) dan Kupang di buka dan di cari benang merahnya dengan kerusuhan Ambon. Pada bab 1 buku ini di bahas mengenai keterlibatan di ketapang dengan serangkaian kejadian di ambon. Kerusuhan di Ketapang pada awalnya di duga karena pertengkaran soal lahan parkir. Namun keterangan tersebut di bantah oleh penduduk setempat. Kerusuhan tersebut diawali saat puluhan orang ambon dari tempat judi di Jakarta Kota datang ke Ketapang, konon mereka membantu teman-teman Ambonnya menjaga keamanan tempat judi di Ketapang. Orang-orang Ambon ini menantang penduduk setempat sambil berteriak-teriak dan memukul-mukul pagar rumah yang kemudian membuat pecah kaca masjid di daerah Ketapang. Tersebarlah kabar ada perusuh yang datang dan memancing massa dari umat islam. Terjadi kerusuhan besar yang mengakibatkan pembunuhan, pembakaran tempat judi, bahkan pembakaran gereja.

Total korban tewas kerusuhan di Ketapang adalah 13 orang, mereka yang tewas merupakan orang yang berkaitan dengan tempat perjudian di Ketapang.

Beberapa tokoh yang merespon kejadian tersebut diantaranya

Wali Kota Jakarta Pusat, Andi Subur Abdullah " minggu dini hari, sekitar pukul 04.00 terjadi percekcokan antara tukang pukul tempat permainan bola tangkas "kino" dengan warga Ketapang"

Ketua umum PPP, H. Ismail Hasan Matareum menyatakan sangan prihatin dan menyesalkan terjadinya kerusuhan . dia meminta aparat keamanan mengusut tuntas kasus ini, serta menjadikan kasus ini sebagai pelajaran bagi semua pihak bahwa bangsa Indonesia itu bangsa yang majemuk

Selang 8 hari setelah kerusuhan di ketapang (Jakarta) meletuslah kerusuhan di Kupang, ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur. Meski bukti-bukti sulit di cari, kesan antar dua pristiwa ini ada hubungannya bisa saja di tangkap orang. Di Ketapang Masyarakat Islam marah karena Masjidnya di rusak oleh sekelompok orang beragama lain yang pekerjaannya adalah menjaga keamanan tempat judi, Selain ada korban jiwa, para karyawan tempat judi di Ketapang dan penjaga keamanannya, tempat judi, sekolah, dan gereja menjadi sasaran amuk. Di Kupang, orang-orang non-islam marah dan merusak masjid-masjid. Seorang mantan jendral di Kupang pada desember 1998 pernah berkata kurang lebih " jika mereka boleh merusak Gereja di Ketapang, kita di Kupang boleh merusak Masjid"

Uskup Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmdja S.J. dan Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang Pr., kepada wartawan di Jakarta menyatakan amat menyesalkan perusakan masjid dan rumah warga di Kupang. Kardinal meminta maaf atas kejadian tersebut . menurutnya "apapun alasannya perusakan rumah ibadah mengoyak rasa kemanusiaan dan tidak sejalan dengan ajaran Gereja" Kardinal meminta umat katolik bersatu, memberikan bantuan kepada penduduk muslim membangun kembali tempat ibadatnya.

Setelah kerusuhan di Kupang, pada hari raya Hari raya Idul Fitri 1419 H. meletuslah kerusuhan di Kota Ambon. Pada waktu kerusuhan meletus pada selasa, 19 Januari, 1999 banyak umat islam Maluku yang di Ambon sedang mudik ke kampungnya. Kurang lebih sebulan sebelumnya memang sudah terdengar akan ada kerusuhan di Ambon yang akan diletuskan sebelum idul fitri. Ternyata kerusuhan meletus pada hari idul fitri, hari yang di pilih perusuh cukup tepat karena umat islam sedang lengah juga dalam keadaan  bergembira karena hari raya kemenangan dan jumlah mereka di dalam kota Ambon sedang tidak banyak.

Beberapa tokoh yang berkomentar terkait masalah ini diantaranya :

Kapolda Maluku Kolonel Pol. Karyono kepada pers mengatakan " ini bukan lagi criminal murni, tetapi sudah sara". Akan tetapi pernyataan tersebut di tepis oleh Kapolri Letjen Pol. Roesmanhadi "ini masalah criminal, soal politis sedang di selidiki "

Ada sebuah isu yang berkembang bahwa kerusuhan ambon sudah di persiapkan. Satu versi tak resmi malah menyebut keterlibatan mantan pejabat penting di Ambon. Sebelumya Abdurrahman Wahid (Gusdur) mengisyaratkan tentang penggerak kerusuhan, ia mengungkapkan bahwa penggerak perusuhan Ambon ada di Ciganjur, Jakarta Selatan. Namun sehari kemudian ia memberikan pernyataan berbeda "dalangnya bukan di ciganjur". Isu yang berkembang ini membuat masyarakat menduga-duga siapa dalang dibalik kerusuhan ini, pernyataan pemerintah yang berubah-ubah membuat masyarakat bingung akan latar belakang pasti kerusuhan Ambon.

Kebingungan masyarakat bertambah saat keluarnya pernyataan yang berbeda antara dua kelompok  masyarakat yang bertikai. Pihak Kristen menuduh kalangan islam sudah bersiap lebih dulu. Pihak islam mengeluarkan pernyataan bahwa Islam di serang lebih dulu saat merayakan hari raya Idul Fitri, menurut pihak muslim tidak mungkin rasanya umat islam sendiri menodai hari kemenangannya dengan membuat kerusuhan yang memakan banyak korban jiwa.

Pihak islam mengeluarkan pernyataan bukti nyata bahwa pihak islamlah yang menerima serangan ialah yang pertama tama menjadi korban terbanyak. Ribuan pengungsi yang meninggalkan ambon adalah bukti lainnya, mereka adalah orang-orang islam.

Kedua belah pihak memberikan catatan yang terbatas mengenai kerusuhan. Pihak Kristen mendaftarkan penderitaan mereka, penyerangan, perusakan, pembakaran, sampai penghilangan nyawa dari sudut kerugian mereka. Mereka tidak atau kurang, membeberkan serangan mereka terhadap umat islam. Begitupun sebaliknya, pihak Islam mengeluarkan catatan serupa menurut versinya dan tidak, atau kurang, menyebutkan penyerangan mereka terhadap Kristen.

Kedua belah pihak mengklaim kerusuhan di wilayah tertetu ada oknum ABRI yang memihak. Kalangan Kristen menuduh ada oknum ABRI yang memihak islam pada waktu ada serangan bsar kampong-kampung islam ke Benteng Karang-Hila-Durian Patah- Hunut-Nania pada 20 januari. Untuk sampai ke ke Nania  isalnya, rombongan islam melalui dua kompleks militer. "Mengapa ABRI tidak melakukan pencegahan? " Tanya mereka.

Di Kariu umat islam menuduh oknum polisi berpihak pada orang Kristen. Kariu adalah kampong Kristen yang berada di tengah-tengah kampong atau desa Islam di pulau Haruku. Penulis mendatangi kampong ini. Dari masyarakat di peroleh dokumen RMS yang di temukan di tempat barang-barang yang disembunyikan oleh pemilik rumah di lubang perlindungan didalam tanah. Setelah dilakukan pengecekan, Pangdam Suaidi Marabessy, pemimpin tim khusus Abri (19 orang puta asli Ambon) mengakui dokumen tersebut asli. Dokumen berupa surat tugas kepada tiga orang ppenduduk Kariu oleh Presidium Sementara RMS di Ambon, dikeluarkan pada 14 November 1998. Tiga orang itu ditugasi minta dukungan, termasuk dukungan dana, ke berbagai kota terutama di Jawa.

Sementara itu MUI Maluku mengeluarkan catatan resmi terkait serangkaian peristiwa kerusuhan. Sayangnya laporan ini hanya terkait pristiwa apa?, siapa yg terlibat? Kapan terjadi?, dan di mana peristiwanya. Tidak ada perincian tentang mengapa peristiwa bisa terjadi dan bagaimana perstiwa berlangsung sehingga banyak peristiwa yang di catat tidak tuntas. Rangkaian peristiwa menurut catatan MUI Maluku diantaranya:

  • Pada 16 Januari 1999, pelemparan rumah Imam Masjid Al-Mutaqim, Batu Merah Atas, oleh kalangan Kristen.
  • Pada 19 Januari 1999, kerusuhan Dobo oleh kalangan Kristen, 14 orang tewas (10 orang Kristen dan 4 orang islam)
  • 20 Januari 1999, sekelompok massa Kristen menyerang Masjid Al-Fatah melalui jalan A.Y. Patty dan A.M. sangaji.
  • Reaksi desa-desa Islam di Kecamatan Lei Hitu, mendengar penyerangan masjid terbesar Al-Fatah, warga muslim desa Hitu, Mamala, dan Morela ingin membantu. Namun dalam perjalanan mereka mendapat perlawanan dari warga Dusun Benteng Karang, Desa Hunut, Nania, dan Negeri Lama.
  • Penyerangan Waihaoang, Wailette, dan Kemiri, pristiwa ini berlangsung pada 20 januari 1999, warga Wihaong yang mayoritas muslim diserang dan dikepung oleh warga Talakedalam (Kristen) lalu terjadilah aksi saling serang.
  • Penyerangan Desa Passo, Batu Gong, peristiwa tersebut terjadi pada 20 januari 1999, masjid Al-Muhajirin di Batu Gong Passo dan rumah warga muslim dibakar.
  • Penyusupan ke Kompleks Masjid Al-Fatah, seorang penyusup hendak membakar masjid Al-Fatah.
  • Penyerangan Ponegoro-Jalan Baru-Pardeis --Silale-Waihaong, pada 21 Januari 1999 perkampungan Islam di Ponegoro mulai diserang.
  • Ikrar damai. Pada 22-23 januari 1999 diadakan pertemuan antara Menhankam/Pengab Jendral Wiranto, tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Musida. Kesepakatan damai dihasilkan.
  • Rangkain pristiwa lainnya diantaranya pembantaisn di Mangga Dua-Gudang Arang, kerusuhn Kairatu, Desa Kumariang, kerusuhan Kariu pada kamis, 14 februari, ketegangan di Passo, Penyerangan terhadap Siri Sori Islam, pembakaran Benteng Atas, dan serangkaian provokasi-provakasi yang terjadi di Maluku Tenggara.

Data diatas merupakan data yang bersumber dari versi MUI Maluku. Data lainnya tentang tragedy ambon ini berasal dari Human Right Watch (HRW) menurut penulis, analisis HRW ini bersifat umum dan menunjukan ketidakberpihakannya. HRW berpendapat bahwa pecahnya kerusuhan Ambon yang bedarah itu dimulai pada 19 Januari yaitu konflik supir angkot dan pemalak. Sopir itu adalah orang Ambon Kristen bernama Jacob Leuhery atau Yopie, pemalaknya ialah dua orang bugis muslim, yaitu Usman dan Salim. HRW mewawancarai langsung Yopie. Dari konflik antara supir angkot dan pemalak inilah muncul berbagai tragedy lainnya di Kota Ambon. Kerusuhan lainnya diantaranya kerusuhan di Silale, Waihaong, dan Kuda Mati pada 19 Januari 1999, kerusuhan di Kmapung Pardeis pada 19 januari 1999, kerusuhan 2 hari yang meruntuhkan kampong Waringin, pembakaran pasar di Benteng Karang pada 20 januari 1999, kerusuhan Passo dan Nania pada 20-21 Januari 1999, Kerusuhan Hila dan serangan pada perkemahan bible pada 20 Januari 1999, Kekerasan di Hative Besar pada 20 Januari 1999, Terbunuhnya lima muslim di Mangga Dua, Ambon, tewasnya anggota Kostrad pada 23 Januari 1999, kerusuhan di Sram dan Saparua pada 3-5 Februari 1999, Pristiwa saat ABRI mulai menembak, Kariu diruntuhkan pada 13-14 Februari 1999, pristiwa di Saparua pada 23 Februari 1999, Kerusuhan Waai versus Tulehu dan Liang pada 23 Februari 1999. Pada 28 Februari diadakan persetujuan perdamaian yang ditandangani oleh para pemimpin agama. Namun pada 1 maret terjadi kerusuhan kembali saat ribuan orang Kristen menyerang tetangga muslim di Rinjani, Batu Merah.

KontraS (komisi yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan ) melalui Munir Said Thalib pada September 1999 menuntut agar dibentuk tim pencari fakta untuk kerusuhan Ambon. menurut catatan kontaS, korban jiwa sampai kerusuhan babak kedua di Ambon, jumlahnya 1.349 orang dan ratusan yang lain luka-luka. Sekitar 800 rumah dibakar habis, perkiraan 200 ruko habis dibakar. Kurang lebih 100 ribu warga Maluku meninggalkan tempat tinggalnya. 

Berbagai kerusuhan di Ambon yang kian meluas ini sangat jelas karena begitu sensitivitasnya isu agama. Dari kerusuhan Ambon dan berbagai kerusuhan di Indonesia seharusnya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua agar tidak mudah termakan isu agama, menahan amarah, mencari fakta terlebih dahulu sebelum bertindak, dan tidak gegabah agar kerukunan antar umat terjaga.  

salah satu fungsi sejarah adalah agar pristiwa atau kejadian buruk di masa lalu dapat dijadikan pelajaran dan tidak menjadikan suatu pristiwa yang buruk menjadi suatu pola yang berulang. Menjadi pelajaran yang sangat baik untuk bangsa Indonesia agar tidak mudah di pecah belah oleh berbagai isu SARA. Menerapkan prinsip tenggang rasa dan sikap toleransi yang tinggi untuk menjaga kerukunan bangsa Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun