Mohon tunggu...
Nur AisyahHumaira
Nur AisyahHumaira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Man Jadda Wa Jada

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Kognitif Anak dengan Ibu yang Tidak Pernah Mencicipi Bangku Sekolah

20 April 2021   22:14 Diperbarui: 20 April 2021   22:39 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

FITK UIN Walisongo 

Istilah "Cognitive" berasal dari cognition yang artinya adalah pengganti, mengerti. Kognitive adalah proses yang terjadi secara internal didalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berfikir (Gagne dalam Janaris, 2006). Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Naiser, 1976), menurut para Ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seorang atau anak itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Saat ini Indonesia tengah menghadapi Wabah virus corona dimana sistem pendidikan bukan lagi dilakukan secara formal dilingkungan sekolah namun dilaksanakan secara daring (online). Dalam konteks ini.  Peran keluarga terutama ibu memiliki kontribusi penting terhadap tumbuh kembang anak untuk menciptakan dasar yang kuat sebagai penunjang Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas agar sang anak mampu bersaing didunia pendidikan, maka peran ibu dalam hal ini sangat penting dan bagaimanapun juga ibu mempunyai dua peranan penting yakni mengurus rumah tangga dan menjadi guru pertama bagi sang anak.

Pendidikan yang berkarakter dibentuk dari lingkungan terdekat yakni keluarga, karena proses pembentukan karakter seseorang individu dimulai sejak usia dini hingga menjadi dewasa pun proses perkembangan tersebut akan terjadi terus menerus, karena membentuk jiwa yang kompetitrif, cerdas, dan berkarakter harus dimulai dari usia dini dan dari ibu itu sendiri.  

(David Archer, 2006) menyebutkan salah satu kegagalan yang sangat serius  didunia pendidikan dalam upaya global mengejar tujuan pembangunan millenium adalah akses perempuan didunian pendidikan. Menurut (Archer: h.23) lebih dari 100 juta anak didunia tidak memiliki akses kesekolah, 59 % dari mereka adalah anak perempuan, lebih dari satu juta orang dewasa tidak bias baca tulis, dan dua pertiganya adalah perempuan. Maka dengan kondisi yang sangat memprihainkan ini  merupakan tugas seluruh warga indonesia terutama kemendikbud untuk meratakan pendidikan dan output peserta didik yang berkualitas dan siap untuk mengabdikan diri dimasyarakat agar Indonesia menjadi negara yang maju baik dari segi pendidikan maupun ekonomi.

Perkembangan kognitif adalah suatu tingkah laku yang mengakibatkan seseorang memperoleh pengetahuan, maupun dari segi kemampuan memecahkan masalah. 

Menurut Gagne dalam Jamaris (2006:18) kognitif adalah proses yang terjadi secara internal didalam pusat susunan syaraf pada waku manusia sedang berfikir. 

Setiap anak mempunyai perkembangan yang berbeda-beda terutama pada perkembangan kognitif anak yang mengalami perkembangan yang pesat dalam hal ini dapat dilihat bahwa daya fikir anak berkembang ke arah yang konkret, rasional, dan objektif. 

Adapun jenis-jenis perkembangan kognitif anak yaitu perkembangan pengamatan, fantasi, perkembangan berfikir, perkembangan perasaan dan perkembangan kemauan. Maka dalam perkembangan kognitif ini dibutuhkan gizi yang harusnya duberikan oleh seorang ibu yang faham akan makanan yang mampu menunjung pertumbuhan kognitif anak.

Pola asuh orang tua sangat menenutukan stimulus terhadap anak usia dini. Di antaranya, stimulus terhadap anak, stimulus dilakukan berdasarkan kasih sayang dari orang tua maupun keluarga, selalu menunjukkan perilaku yang baik, stimulus dilakukan dengan benar. 

Maksud disini yakni sesuai dengan tahap perkembangan, menggunakan alat bantu dan permainan yang baik bagi anak, memberikan kesempatan yang sama antara anak laki-laki dan perempuan, biarkan mereka berkreasi dan melakukan hal-hal yang membuat mereka terus melakukan perkembangan kognitif. 

Maka dalam hal ini sangat diperlukan orang tua yang mampu untuk mengikuti perkembangan anak namun bagaimana dengan ibu yang tidak pernah menduduki bangku sekolah maupun yang  tidak mengerti dengan baca tulis padahal orang tua memiliki peran yang sangta penting pendidikan dan kesadaran dalam mencapai perkembangan kognitif anak. 

Pada kenyataanya banyak orang tua yang lalai, lupa dan belum tahu cara mendidik dan mengetahui perkembangaan anak, Mereka hanya memanfaatkan naluri dalam mendidik dan tentu hasil didikannya akan jauh berbeda dengan ibu yang pernah mengenyam pendidikan. Maka dalam hal ini sebaiknya ibu mencari seorang pengasuh/ guru bagi anaknya untuk membantu dalam hal rohani anak, disisi lain  ibu itu sendiripun bias untuk belajar bagaimana cara mendidika anak yang baik dengan cara konsultasi oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut ataupun menggunakan media social yang ada.

Terkadang orang tua terutama ibu memberikan komentar negatif terhadap apa yang menjadi fantasi anak. Hal ini mebuat fikiran anak tersebut menjadi buyar dan berdampak negatif terhadap perkembanga anak. Maka inilah yang  Seharusnya dihidari sebagai orang tua tidak harus melakukan hal demikian pada anaknya karna itu merupakan salah satu hal yang menunjang perkembangan kognitif yang baik pada anak, maka  inilah dampak negatif dari ibu yang tidak pernah mengenyam bangku sekolah. 

Orang tua perlu untuk mendampingi anak dalam belajar sehingga dapat mengetahui bagaimana cara guru memberikan pengetahuan atau mendidik anak dan ibu juga harus mendorong mereka untuk belajar. (Nana Syaodih Sukamadani:2005) menyebutkan bahwa sebagian besar perkembang individu berlangsung melalui kegiatan belajar mengajar. Namun dalam hal ini  ibu tidak boleh lepas tangan dan kemudian memasrakan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah, yang perlu dilakukan hanyalah menjadikan sekolah sebagai suatu penunjang untuk menjadi generasi yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Tingkat pendidikan yang rendah pada orang tua membatasi kemampuan mereka untuk mempromosikan perkembangan dan kesehatan  yang baik pada anak-anak mereka (Levina:1980 dan Wagner:1983).namun rata-rata pendidikan ibu dahulu hanya tamat SD sederajat bahkan banyak diantara mereka yang tidan pernah sekolah sama sekali. 

Dan hal inipun sering terjadi pada masyarakat  pedesaan dimana anak hanya dituntut untuk bisa bekerja dan menghasilkan uang sedangkan pendidikan tidak penting bagi mereka. maka ini menjadi tugas berat bagi guru untuk merubah pola fikir masyarakat dan menanamkan pada peserta didik akan pentingnya pendidikan bagi mereka  dan guru juga harus maksimal dalam mengajar untuk menumbuhkan kognitif  anak tersebut. 

Padahal interaksi  verbal ibu atau pengasuh yang semakin kaya dan responsif  berpengaruh positif terhadap perkembangan kognitif anak dan ketidakmampuan orang tua menyediakan stimulus kognitif yang memadai bagi anak-anak. Korelasi responsivitas verbal ibu dengan kemampuan kognitif umum anak kurang kuat dibandingkan kualitas lingkungan pengasuhan. Penyebab hal ini adalah karena indikator pada HOME yang lebih kompleks dibandingkan responsivitas verbal pengasuhan, yang berfokus pada interaksi verbal ibu dan anak.

Perkembangan yang buruk dan tingkat pendidikan anak-anak yang terhambat kemungkinan akan membatasi produktivitas ekonomi pada individu dewasa dan negara (Lewin dkk:1882 dan Wagner:1974).

Jadi dampak yang ditimbulkan juga besar pengaruhnya bagi Negara kita. Pendidikan ibu dan pendapatan keluarga berpengaruhn signifikan terhadap perkembangan kognitif anak terjadi secara tidak langsung yaitu melalui kualitas lingkungan. (Zimmer:2020) juga menegaskan bahwa ketidaksejahteraan keluarga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada perkembangan kognitif anak diuasia awal. 

Dengan demikian pendapatan keluarga yang rendah berdampak pada rendahnya kualitas lingkungan pada pengasuhan dan pada akhirnya berdampak pada tidak optimalnya perkembangan kognitif anak. Ibu yang berpendidikan tinggi dan memiliki pendapatan keluarga yang besar mampu menyediakan lungkungan hidup yang berkualitas. 

Pendidikan yang tinggi dan pendapatan yang besar juga memungkinkan keluarga untuk menyediakan medai stimulasi seperti mainan dan buku yang dapat digunakan untuk memberikan pengalaman belajar pada anak. pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan kelurga yang tidak sejahtera yang akhirnya berdampak pada perkembangan kognitif anak. 

(Dairing dan Taylor: 2007) menjelaskan bahwa keluarga yang tidak sejahtera memiliki sumber daya yang lebih sedikit sehingga stimulasi yang dapat diterima oleh anak juga sedikit. Anak yang hidup dalam lingkungan yang tidak sejahtera lebih beresiko untuk mengalami gangguan perkembangana terutama pada masalah perkembangan kognitif anak.

 Anak yang memiliki kognitif tinggi akan mudah memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru  diisekolah sehingga guru tinggal mengembangkan pola fikir anak tersebut sedangkan anak dengan perkembangan kognitif  rendah akan kesulitan memahami pelajaran dan kesulitan dalam membaca, menulis dan menghitung dan tentu hal ini sangat sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang sebenarrya. 

Keterlibatan orang tua dalam mengembangkan ranah kognitif anak yang tidak pernah mengenyam pendidikan adalah dengan cara mengikuti anak ke bimbingan belajar serta tetap berperan dalam mengawasi dan memantau anak saat mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR. Dalam mengembangkan ranah kognitif orang tua juga selalu berupaya untuk berinteraksi dengan anaknya. Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk menigkatkan ranah kognitif anak yang rendah. 

Dengan usaha demikian anak yang awalnya memiliki kognitif rendah akan terus dikembangkan menjadi lebih baik seperti anak yang lain pada umumnya. Orang tua yang tidak berpendidikan akan melarang anakya untuk selalu bermain  padahal dalam ilmu psikologi perkembangan anak dan kreativitas erat hubunganya dengan perkembangan kognitif. 

Orang tua yang cenderung melarang anaknya untuk bermain akan menyebabkan anak tidak ceria, kurang percaya diri, kurang supel, bahkan mudah takut pada teman mengawasi dan menjadi mitra dalam bermain anak. Menurut (Sulastri:2002) dalam penelitianya mengatakan anak yang mendapat kesempatan bermain kemampuan kognitifnya akan lebih berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat kesempatan bermain. 

Pada kegiatan bermain anak orang tua berperan untuk memotivasi, mengawasi, dan menjadi mitra bermain bagi anak. Bermain merupakan aktifitas individu dalam mempraktekkan dan menyempurnakan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, dapat berbahasa, terindoktrinisasi kedalam budaya dimana ia tinggal dan dapat mempersiapkan diri dalam berperan dan berperilaku dewasa.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa  perkembangan anak dan kretivitas menurut psikolog erat kaitanya dengan perkembangan kognitif. Selain itu anak memerlukan perhatian yang ekstra dari pendidik pertamanya yakni ibu. Dan madrasah  kedua juga merupakan tugas Ibu untuk mencari mencari sekolah yang mampu menunjang stimulus perkembangan kognitif anak. ibu yang tidak pernah mengenyam pendidikan atau menduduki bangku sekolah yang  memberi dampak yang sangat besar bagi anak-anaknya karna hal ini berpengaruh pada perkembangan kognitif anak.  Dan lingkungan pengasuhan dan responsivitas ibu secara tidak langsung IQ dan pendidikan ibu berkantribusi melalui pengaruhnya terhadap lingkungan pengasuhan dan responsivitas ibu. 

Pendidikan ibu berpengaruh besar bagi perkembangan kognitig anak. (Susanto:2011) mengatakan banyak factor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak, faktor-faktor tersebut yaitu faktor hereditas atau keturunan, faktor lingkungan , faktor kematengan, faktor pembentukan, faktor minat dan bakat, faktor kebebasan, tarap intelegensi atau kognitif sangatlah ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dalam lingkungan hidupnya yakni keluarga, tempat tinggal dan sekolah. 

Oleh karna itu ibu yang tidak pernah mengenyam pendidikan bisa mengambil seorang yang mampu untuk mendampingi anaknya untuk menunjang perkembangan kognitif. Dan malihat pengaruh ibu yang begitu besar terhadap anaknya maka teruslah berbenah diri untuk mengiring Negara kita menuju Negara maju.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015.

Elmanora, Dwi Hastuti, Istiqlaliyah Muflikhati. (2017). Lingkungan keluarga sebagai Sumber Stimulasi Utama Untuk perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah. juranal psikologi. 10(2):143-156.

Fivush, R., Raden, C.A., & Reese, E. Elaborating on Elaborations: Role Of Maternal Reminiscing Style in Cognitive and socioemotional Development. Child Development. 2006. 77(6), 1568-1588.

Tabita, Herentina, Yusiana, Maria Anisa. (2012). Peran Orang Tua Dalam Kegiatan Bermain Dalam Perkembangan Kognitif  Anak Usia Prasekolah (5-6 TAHUN). Diakses dari; https//core.ac.uk/download/pdf/23508517.pdf 

Otegbayo, Jase Abiodun. (2016).A combination of cognitive training and physical exercise for               elderly with the mild cognitive impairment: A systematic review. Diakses dari; http://dx.doi.org/10.1108/BFJ-11-2015-0445 t.

Riyadi & Sukarmin, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Yogyakarta, Diva Press, 2009

Nama              : Nur Aisyah Humaira 

Nim                 : 1903016005

Kelas               : PAI-4A 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun