Mohon tunggu...
Nuraeni
Nuraeni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Scroll tiktok

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori empati Martin hoffman

18 Januari 2025   18:50 Diperbarui: 18 Januari 2025   18:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Empati Martin Hoffman

Martin Hoffman adalah seorang psikolog perkembangan yang terkenal atas teorinya mengenai empati. Ia menjelaskan bahwa empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan atau memahami emosi orang lain, baik secara emosional maupun kognitif. Empati, menurut Hoffman, bukanlah sifat bawaan semata, melainkan kemampuan yang berkembang melalui proses bertahap sejak masa bayi hingga dewasa. Dalam teorinya, Hoffman menekankan aspek perkembangan empati dengan mendeskripsikan tahapan-tahapan yang dialami individu.

Pengertian Empati Menurut Hoffman

Hoffman mendefinisikan empati sebagai respons afektif yang muncul dari pemahaman terhadap keadaan emosional orang lain. Respons ini tidak hanya melibatkan perasaan simpati atau belas kasih, tetapi juga kemampuan untuk mengadopsi perspektif orang lain secara kognitif. Dengan kata lain, empati adalah gabungan dari proses emosional dan intelektual.

Empati memainkan peran penting dalam kehidupan sosial manusia. Kemampuan ini menjadi dasar perilaku prososial, seperti membantu, mendukung, atau menolong orang lain. Hoffman percaya bahwa empati berkembang dalam tahapan-tahapan tertentu, dan setiap tahap menunjukkan peningkatan dalam kemampuan individu untuk memahami emosi orang lain serta bertindak secara empatik.

Tahapan Perkembangan Empati

Hoffman mengidentifikasi empat tahapan perkembangan empati, yang dimulai sejak bayi dan terus berkembang seiring bertambahnya usia:

1. Empati Global (0-1 Tahun)

Pada tahap ini, bayi merasakan emosi orang lain secara langsung tanpa memisahkan antara dirinya dan orang lain. Ketika bayi melihat atau mendengar seseorang menangis, mereka mungkin ikut menangis atau menunjukkan tanda-tanda distress. Respons ini menunjukkan bahwa bayi memiliki kemampuan bawaan untuk merespons emosi, meskipun mereka belum menyadari bahwa emosi tersebut berasal dari orang lain.

2. Empati Egocentris (1-2 Tahun)

Pada usia sekitar satu hingga dua tahun, anak mulai menyadari bahwa emosi yang dirasakannya berasal dari orang lain, tetapi mereka masih melihat dunia dari sudut pandang mereka sendiri. Misalnya, ketika melihat seseorang sedih, anak mungkin mencoba menenangkan orang tersebut dengan cara yang menurut mereka sendiri menenangkan, seperti memberikan mainan kesayangan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa anak mulai memahami perbedaan antara dirinya dan orang lain, meskipun empati mereka masih bersifat egosentris.

3. Empati untuk Perasaan Orang Lain (2-7 Tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai menyadari bahwa orang lain memiliki emosi dan pengalaman yang unik. Mereka dapat memahami bahwa emosi orang lain mungkin berbeda dari emosi mereka sendiri. Anak-anak pada tahap ini mulai menunjukkan perilaku prososial yang lebih kompleks, seperti menghibur teman yang sedang sedih atau membantu orang lain yang kesulitan.

4. Empati Berbasis Perspektif (7 Tahun ke Atas)

Pada tahap ini, anak-anak dan remaja memiliki kemampuan kognitif yang lebih maju, sehingga mereka dapat memahami emosi orang lain dalam konteks yang lebih luas. Mereka mulai mampu mengadopsi perspektif orang lain, membayangkan bagaimana perasaan seseorang dalam situasi tertentu, bahkan jika mereka sendiri belum pernah mengalaminya. Empati pada tahap ini juga mencakup kesadaran akan emosi kolektif, seperti rasa belas kasih terhadap kelompok yang mengalami penderitaan.

Komponen Empati Menurut Hoffman

Hoffman juga mengidentifikasi tiga komponen utama empati yang bekerja secara sinergis:

1. Respon Emosional Otomatis

Ini adalah reaksi awal terhadap emosi orang lain yang muncul secara spontan, seperti merasa cemas ketika melihat seseorang dalam bahaya.

2. Pengambilan Perspektif

Kemampuan untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain. Komponen ini melibatkan proses kognitif yang memungkinkan seseorang memahami perasaan dan pikiran orang lain.

3. Kesadaran Moral

Kesadaran ini mendorong seseorang untuk bertindak berdasarkan empati yang dirasakannya, seperti membantu orang yang membutuhkan.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Empati

Hoffman juga menekankan bahwa perkembangan empati dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk:

Pengalaman Sosial: Interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sosial membantu anak belajar tentang emosi orang lain.

Pemodelan Perilaku: Anak-anak cenderung meniru perilaku empatik yang mereka lihat dari orang dewasa di sekitar mereka.

Penguatan Positif: Ketika perilaku empatik dihargai, anak-anak lebih mungkin untuk mengulangi perilaku tersebut.

Kemampuan Kognitif: Kemampuan untuk memahami perspektif orang lain berkembang seiring dengan pertumbuhan otak dan pengalaman hidup.

Signifikansi Teori Hoffman

Teori empati Hoffman memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana manusia mengembangkan kemampuan untuk merasakan dan memahami emosi orang lain. Empati, seperti yang dijelaskan Hoffman, adalah dasar dari hubungan sosial yang sehat dan perilaku prososial. Dengan memahami tahapan-tahapan perkembangan empati, orang tua, pendidik, dan masyarakat dapat membantu anak-anak mengembangkan empati sejak dini, sehingga mereka dapat menjadi individu yang peduli terhadap orang lain.

Teori ini juga relevan dalam berbagai konteks, seperti pendidikan, konseling, dan manajemen konflik. Dengan memahami bahwa empati berkembang secara bertahap, orang dewasa dapat mendukung anak-anak dan remaja untuk meningkatkan kemampuan ini melalui interaksi yang penuh perhatian dan lingkungan yang suportif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun