Mohon tunggu...
Nuraeni
Nuraeni Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Scroll tiktok

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Tahapan Perkembangan psikososial Menurut Erik Erikson

28 Oktober 2024   10:02 Diperbarui: 28 Oktober 2024   10:53 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori psikososial Erik Erikson adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam bidang psikologi perkembangan. Teori ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan hubungan antarpribadi dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa manusia mengalami delapan tahap perkembangan psikososial sepanjang hidupnya. Setiap tahap memiliki krisis atau konflik psikososial yang harus diatasi untuk perkembangan kepribadian yang sehat. Jika konflik berhasil diselesaikan, individu akan memperoleh kekuatan psikologis yang positif, namun jika gagal, dapat memicu masalah yang berlanjut di tahap-tahap berikutnya.

Berikut adalah penjelasan lengkap dari delapan tahap perkembangan psikososial menurut Erikson:

1. Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0–18 bulan)

Pada tahap pertama, bayi mulai mengembangkan rasa kepercayaan terhadap dunia di sekitarnya, terutama melalui hubungan dengan orang tua atau pengasuh. Jika kebutuhan bayi seperti makanan, kenyamanan, dan kasih sayang terpenuhi secara konsisten, mereka akan belajar mempercayai orang lain dan merasa aman di dunia ini. Namun, jika kebutuhan mereka sering diabaikan, bayi akan mengembangkan ketidakpercayaan terhadap dunia dan merasa cemas atau tidak aman. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan kekuatan psikososial "harapan".

2. Kemandirian vs. Rasa Malu dan Ragu (18 bulan–3 tahun)

Pada tahap kedua, anak-anak mulai belajar melakukan hal-hal secara mandiri, seperti makan, berpakaian, dan menggunakan toilet. Jika anak didukung dalam mencoba hal-hal baru, mereka akan mengembangkan rasa kemandirian. Namun, jika orang tua terlalu kritis atau terlalu mengontrol, anak mungkin merasa malu dan meragukan kemampuan mereka sendiri. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "kehendak" atau keyakinan diri.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3–6 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai mengeksplorasi lingkungan mereka dan berani mengambil inisiatif, terutama dalam bermain dan bersosialisasi. Mereka berusaha untuk berperan aktif, membuat keputusan, dan menyusun rencana. Jika inisiatif mereka didukung, mereka akan belajar percaya diri. Namun, jika mereka sering dimarahi atau dihalangi, mereka akan merasa bersalah dan ragu untuk memulai sesuatu. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan kekuatan psikososial "tujuan".

4. Kerajinan vs. Rasa Rendah Diri (6–12 tahun)

Pada masa ini, anak-anak mulai masuk sekolah dan terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengembangkan keterampilan sosial dan akademik. Jika mereka berhasil menyelesaikan tugas dan mendapat dukungan, mereka akan merasa kompeten. Namun, jika mereka sering gagal atau mendapat kritik, mereka mungkin mengembangkan rasa rendah diri. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "kompetensi".

5. Identitas vs. Kekacauan Peran (12–18 tahun)

Masa remaja adalah tahap pencarian jati diri. Remaja mengeksplorasi berbagai peran, nilai, dan pandangan hidup untuk menemukan identitas mereka sendiri. Mereka mungkin mencoba berbagai gaya, ideologi, atau kelompok sosial dalam proses ini. Jika berhasil, mereka akan memiliki identitas yang kuat dan jelas. Jika tidak, mereka mungkin mengalami kebingungan peran atau merasa terombang-ambing. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "kesetiaan".

6. Intimasi vs. Isolasi (18–40 tahun)

Pada tahap dewasa awal, individu berupaya membangun hubungan yang intim dan dekat dengan orang lain, seperti pasangan hidup atau sahabat. Jika individu mampu mengembangkan hubungan yang sehat dan intim, mereka akan merasa dekat dan diterima. Jika gagal, mereka mungkin merasa terisolasi dan mengalami kesepian. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "cinta".

7. Generativitas vs. Stagnasi (40–65 tahun)

Pada usia paruh baya, individu mencari cara untuk memberikan kontribusi kepada generasi berikutnya, baik melalui pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial. Generativitas adalah dorongan untuk berbuat sesuatu yang berarti, yang berdampak pada masyarakat atau generasi mendatang. Jika berhasil, mereka akan merasa produktif. Namun, jika gagal, mereka mungkin merasa stagnan atau tidak berguna. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "kepedulian".

8. Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Pada tahap akhir kehidupan, individu merenungi kehidupan mereka dan mengevaluasi apa yang telah dicapai. Jika mereka merasa puas dengan kehidupan mereka dan menerima kenyataan, mereka akan merasa damai dan merasakan integritas. Namun, jika merasa banyak yang belum tercapai atau menyesal, mereka mungkin mengalami keputusasaan. Keberhasilan di tahap ini menghasilkan "kebijaksanaan".

Erikson percaya bahwa setiap tahap ini penting dan saling berkaitan. Kegagalan atau keberhasilan di satu tahap akan memengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi konflik pada tahap-tahap berikutnya. Teori ini menyoroti pentingnya peran sosial dan interaksi dalam perkembangan kepribadian manusia, yang menjadikan individu lebih adaptif dan resilient sepanjang hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun