Indonesia merupakan negara maritim yang 2/3 nya terdiri dari laut dan 1/3 nya adalah daratan. Indonesia juga merupakan negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia yaitu sebanyak 17.504 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 99.903 km. Sebagai negara kepulauan, Indonesia dianugerahi ruang laut dengan sumberdaya kelautan yang berlimpah didalamnya.Â
Dengan posisinya yang terletak diantara  dua samudera, sudah pasti Indonesia memiliki posisi penting di antara negara-negara di dunia. Maka dari itu, sudah seharusnya Bangsa Indonesia menjaga warisan bersama tersebut dengan penuh integritas.
Dewasa ini, banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab terhadap sumberdaya di laut. Beberapa diantaranya adalah illegal fishingdan perusakan sumberdaya laut. Illegal fishing merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh negara dengan banyak pantai seperti Indonesia, hal ini seperti sudah menjadi suatu kebiasaan yang tidak wajar. Padahal kejahatan illegal fishing di ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Indonesia mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi Indonesia.Â
Selain itu, sumber perikanan di Indonesia masih merupakan sumber kekayaan yang memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk dapat dikembangkan bagi kemakmuran Bangsa Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk keperluan ekspor guna mendapatkan dana bagi usaha-usaha pembangunan bangsanya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya sumber kekayaan hayati dalam hal perikanan ini bagi Indonesia.
Pelanggaran kedua yang sering dilakukan terhadap sumberdaya laut adalah penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan bahan peledak, bahan beracun dan penggunaan alat tangkap trawl. Kegiatan ini umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada dan memberi dampak yang kurang baik bagi ekosistem perairan. Dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang dapat merusak ini khususnya dilakukan oleh nelayan tradisional.Â
Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak, digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang.
Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain merusak terumbu karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh sebab itu, penggunaan bahan peledak berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas terhadap ekosistem terumbu karang. Selain itu, penggunaan alat tangkap trawl juga dapat merusak dan tidak ramah lingkungan.Â
Penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang dapat dilihat pada kasus yang terjadi di perairan Bagan Siapi-Api, Provinsi Sumatera Utara dan di Selat Tiworo, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebenarnya penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang di Indonesia, namun nelayan di Sulawesi Utara cenderung tidak memperdulikan hukum yang ada. Mereka tetap melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap trawl.
Contoh kasus lainnya adaalah baru-baru ini terjadi lagi penangkapan ikan dengan bahan peledak oleh seorang nelayan di perairan Cemara, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang pada bulan September 2017 lalu. Petugas Direktorat Polisi Air Polda Banten menemukan 11 botol berisi bahan peledak siap pakai, 4 botol kosong, 30 sumbu dan 2 korek api. Barang-barang tersebut digunakan untuk campuran bahan peledak yang digunakan untuk menangkap ikan.
Hal-hal diatas merupakan contoh dari bentuk illegalfishing. Illegal fishing merupakan salah satu bagian dari penyebab terjadinya overfishing. IUU (illegal, unreported & unregulated) fishing yaitu armada tangkap suatu negara melakukan pencurian atau penjarahan ikan di Indonesia tanpa izin, serta dengan cara, alat dan bahan yang merusak dan tidak mematuhi ketentuan.Â
Belum lagi peningkatan dramatis penggunaan teknik penangkapan ikan yang merusakseperti penggunaan Trawl yang sangat berbahaya, menghasilkan bycatch signifikan merusak lingkungan karena diseret di sepanjang dasar laut. Hal-hal seperti inilah yang dapat merusak kekayaan dan sumberdaya laut yang dimiliki Indonesia.
Saat ini memang sudah ada Undang-Undang yang membahas hal ini, pasal 85 UU No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, menyatakan bahwa "Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)".
Namun, bila diperiksa kapal tersebut dan tidak ditemukan alat (misal : peledak) yang sudah terakit utuh sebagai sebuah bom ikan, melainkan masih dalam bentuk bahan dasarnya yaitu berupa pupuk, botol dan sumbu secara terpisah, maka ia tidak dapat dijerat dengan undang-undang ini. Peraturan lainnya adalah pada Pasal 93 ayat 2 UU No. 45 tahun 2009tentang Perikanan, menyatakan bahwa kegiatan illegal fishing mendapat sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak Rp. 20 Milliar rupiah.
Semakin lama laut akan semakin terbuka, pengguna sumberdaya laut pun juga akan semakin banyak yang menyebabkan laut akan semakin sesak dan kompetitif jika tidak diatasi dengan solusi yang tepat. Maka dari itu diperlukannya adanya campur tangan Pemerintah melalui kebijakan publik seperti tata ruang laut, karena kebutuhan manusia akan sumberdaya alam termasuk dari laut semakin meningkat, sedangkan laut tidak dapat mengejar tingginya tuntutan tersebut.Â
Selain itu laut dianggap "milik bersama" sehingga banyak pihak yang ingin mengambil manfaat sebesar-besarnya dari laut. Hal inilah yang menyebabkan sering terjadinya pemanfaatan sumberdaya laut yang berlebihan.
Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk mengawasi daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut lepas (High Seas)Â telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal ikan asing maupun lokal untuk melakukan illegal fishing.Â
Selain itu para nelayan Indonesia yang masih menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan, lebih sering melancarkan aksinya pada malam hari yaitu diluar jam kerja pengawasan.
Untuk mengatasi hal ini, mungkin bisa dengan menggunakan suatu sistem teknologi yang menggunakan radar. Jadi radar ini akan mendeteksi kapal asing yang melewati batas wilayah untuk menangkap ikan. Selain itu juga untuk mendeteksi orang-orang yang menangkap ikan dengan bahan peledak, jadi radar akan mendeteksi adanya bahan-bahan peledak dan sejenisnya. Sehingga illegal fishing masih dapat dicegah dan juga diatasi dengan adanya sistem teknologi ini.Â
Dan alangkah baiknya jika teknologi ini bersifat fleksibel dan mobilitas, jadi misal pengawas tidak sedang ditempat seperti pada malam hari, mereka bisa mengeceknya dan mengetahui kalau ada pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu (ada alarm yang berbunyi jika terdeteksi) melalui alat yang fleksibel itu dari rumah.
Nama : K. Putri Nariratih
NRP : 08211540000035
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H