Dua hari ini banyak bersliweran di media sosial bahwasannya Bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa resmi UNESCO. Bersama sepuluh bahasa lainnya, Bahasa Indonesia secara resmi boleh digunakan dalam kegiatan sidang yang diadakan oleh UNESCO dan dokumen-dokumen Konferensi Umum juga dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.Â
Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi Konferensi UNESCOÂ
Keputusan ini ditetapkan pada tanggal 20 November 2023 dalam serangkaian acara dalam Konferensi Umum UNESCO ke-42 di Markas Besar UNESCO Paris, Prancis yang digelar dari tanggal 7-22 November 2023. Sedangkan pengusulan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi UNESCO sudah mulai diajukan sejak bulan Januari 2023.
Selain dipilihnya Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa resmi UNESCO, pada tanggal 15 November 2023 Indonesia juga terpilih sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO periode tahun 2023-2027 dengan meraih 154 suara. Sungguh pencapaian yang perlu kita apresiasi bersama.
Menyimak berita tersebut, tentu rasa bahagia turut menghampiri jiwa penulis. Akan tetapi, rasa bahagia ini pun sesungguhnya tak luput dari rasa nelangsa.
Bagaimana tidak?
Bahasa Indonesia yang nyatanya sudah diakui dunia, justru kurang diakui di negeri sendiri. Banyak tayangan dan bacaan yang sudah tidak lagi mengedepankan bahasa Indonesia yang baik dan benar.Â
Bangga Menggunakan Bahasa Asing di Negeri Sendiri
Bahkan, menggunakan bahasa asing seolah-olah menjadi tren yang cukup membanggakan bagi banyak orang, terutama di dunia hiburan yang mulai meresahkan. Munculnya artis atau influencer yang "ngakunya" keluaran dari sekolah bertaraf internasional cenderung lebih fasih menggunakan bahasa inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa asalnya.
Tak hanya itu, di perguruan tinggi yang harusnya menjadi lembaga akademik yang menjunjung tinggi keilmuan pun tak jauh beda dengan dunia hiburan. Mereka cenderung lebih bangga jika mahasiswanya pandai berbahasa inggris meskipun bahasa Indonesianya masih acak-acakkan tak karuan.
Maka jangan heran, jika artikel ilmiah dalam jurnal penelitian yang diterbitkan oleh perguruan tinggi cenderung asal-asalan. Tak sedikit salah tik ditemukan dalam tulisan yang disajikan.
Sebut saja, salah satunya dalam sebuah foto viral judul tesis salah satu artis yang salah tik saat melakukan sidang tesis. Kalau sudah begini, apa yang harus dilakukan coba?
Iklim Kampus tidak Mendukung Bahasa Indonesia
Bagaimanapun banyaknya salah tik di tulisan ilmiah hasil karya mahasiswa, baik mahasiswa sarjana maupun pascasarjana tak bisa luput dari iklim kampus maupun masyarakat secara umum yang tak menghargai bahasa Indonesia.Â
Sertifikat UKBI
Dibandingkan memiliki sertifikat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswanya, perguruan tinggi lebih memilih sertifikat Test of English as a Foreign Language (TOEFL) sebagai syarat kelulusan mahasisnya. Sungguh miris bukan?
Hasil dari berselancar yang saya lakukan sebelum menulis tulisan ini, bahkan saya hanya mendapatkan informasi bahwa hanya sedikit sekali, bahkan mungkin bisa dihitung jari jumlah perguruan tinggi yang mensyaratkan UKBI sebagai syarat kelulusan mahasiswanya.
Perguruan tinggi tersebut antara lain Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung dan Universitas Syiah Kuala. Di Universitas Syiah Kuala pun hanya terbatas pada program studi (prodi) Bahasa Indonesia.Â
Sebenarnya penggunaan UKBI sebagai syarat kelulusan mahasiswa di perguruan tinggi sudah menjadi wacana sejak tahun 2022. Akan tetapi, sampai saat ini di penghujung tahun 2023 belum juga wacana tersebut terlaksana. Harapannya wacana ini dapat terlaksana di tahun 2024.
Bagaimanapun, jika terus seperti ini lama-kelamaan Bahasa Indonesia akan mulai ditinggalkan. Karena, mereka merasa lebih "pintar, gaul, hebat" jika bisa menggunakan bahasa asing, utamanya Bahasa Inggris. Alhasil, akhirnya banyak yang mulai melupakan Bahasa Indonesia sebagai bahasanya.
Yah, meskipun di tengah globalisasi menguasai bahasa Inggris menjadi suatu yang penting. Akan tetapi, menguasai Bahasa Indonesia yang baik dan benar jauh lebih penting.Â
Karena bagaimanapun, berkat Bahasa Indonesia bangsa Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa dan ratusan bahasa bisa bersatu. Melalui bahasa Indonesia kita dapat berkomunikasi dengan saudara sebangsa dan setanah air meskipun memiliki suku dan latar budaya yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H