Mohon tunggu...
Nur Laila Sofiatun
Nur Laila Sofiatun Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Perempuan yang ingin bermanfaat bagi keluarga, agama, bangsa dan negara

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Makam Mbah Hasan Minhaj, Wisata Religi yang Mendebarkan

14 Oktober 2022   23:31 Diperbarui: 28 November 2023   23:11 4206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sedang melakukan ziarah kubur bersama dengan rombongan (sumber: umma.id)

Bagi kalian yang suka berziarah ke makam para wali atau ulama (wisata religi), pernahkah kalian berziarah ke makam Mbah Hasan Minhaj?

Jika kalian baru mendengar makam ini berarti tidak jauh berbeda dengan saya kala itu. Saat itu, saya dan tiga orang teman dari pondok tempat saya mengaji, Ponpes HQ Al Asror Semarang, sowan (berkunjung) kepada Habib Husein Al Habsyi Solo tepatnya di Ar Raudhoh. Habib Husein yang biasa disapa dengan Eyang Husein merupakan buyut (cicit) dari penulis kitab maulid Simtudhdhuror. 

Sowan Eyang Husein

Tujuan sowan kami adalah untuk ngalap berkah (mendapatkan keberkahan), nasehat hidup dan doa dari beliau. Karena bagaimanapun beliau merupakan seorang ahli bait (keturunan Nabi Muhammad saw.) dan juga seorang pendakwah yang aktif baik di dunia nyata maupun dunia maya. Dan yang paling menarik hati adalah cara dakwah beliau yang menyentuh hati tanpa harus mencaci maki mereka yang taat pada agama.

Ilustrasi Eyang Husein Al Habsyi, cicit Habib Ali Al Habsyi (sumber: tangkapan layar YouTube)
Ilustrasi Eyang Husein Al Habsyi, cicit Habib Ali Al Habsyi (sumber: tangkapan layar YouTube)

Baca juga: Sepertiga Malam

Ketika selesai memberikan nasihat, kemudian beliau bertanya kepada kami berempat:

Ndu, tahu makamnya Mbah Hasan Minhaj?

"Nate mireng, Eyang." jawab salah seorang teman yang kebetulan punya keluarga di Solo.

"Nanti pulang dari sini kalau waktunya masih cukup ziaroh dulu kesana, ya! Tapi kalau sudah kemalaman ga usah. Cukup kirim fatihah dan doa saja dari pondok pesantren. "

"Sekali lagi, kalau misalnya sudah kemalaman kirim doa saja dari pondok ya, Ndu." ucap Beliau menekankan.

Kami berempat pun mengiyakan apa yang Eyang Husein sampaikan. Bagaimanapun perjalanan dari Ar Raudhoh ke pondok pesantren cukup jauh. Sekitar 2 jam lebih perjalanan untuk sampai di pondok pesantren kembali. Maka, eman rasanya kalau sudah pergi jauh-jauh dari Semarang tidak sekalian menyempatkan ziarah ke tempat yang disarankan.

Perjalanan Menuju Makam Mbah Hasan Minhaj 

Segera setelah mengkonfirmasi letak makam dengan menunjukkan rute di google maps, kami pun berpamitan dengan Eyang Husein. Kala itu waktu menunjukkan pukul 5 kurang seperempat. Segera kami mengendarai sepeda motor kami.

Tidak langsung menuju makam, kami justru mampir dulu ke majelisnya Habib Syech Assegaff, yaitu Bustanul Asyiqin. Sekali lagi kami mikirnya, eman sudah jauh-jauh dari Semarang kalau juga tidak mampir ke majelisnya Habib Syech.

Terlena dengan kegiatan mengabadikan momen, kami lupa bahwa langit sudah mulai gelap. Mega merah di ujung barat mulai terlihat. Kami pun berunding apakah jadi ziaroh atau tidak. Mengingat waktu sudah hampir memasuki malam hari.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya kami memutuskan untuk tetap ziaroh ke makam Mbah Hasan Minhaj. Karena kami berpikir eman-eman kalau tidak ziaroh. Karena kalau tidak ziaroh saat itu belum tahu lagi kiranya kami bisa datang lagi ke kota Solo.

Berbekal arahan dari google maps, kami berkendara menuju makam Mbah Hasan Minhaj. Seperti biasa, google maps memberikan rute yang tak biasa. Kami harus lewat gang sempit, bahkan pekarangan rumah orang dibuatnya menjadi jalan yang harus kita lalui.

Kurang lebih selama 20 menit kami berkendara, akhirnya kami dinyatakan oleh google maps telah sampai tujuan. Tak terlihat pemakaman sepanjang mata memandang, kami pun bertanya kepada seorang pemuda yang sedang berjalan. Takut, jikalau disasarkan oleh google maps layaknya banyak cerita yang beredar di media sosial.

Pemuda tersebut menunjuk ke gang kecil di seberang jalan. Kurang lebih 3 meter dari pintu masuk gang terdapat panah yang menunjukkan ke arah pemakaman. Tidak lama pun akhirnya kami memasuki pemakaman yang dimaksud.

Makam Tua

Pemakaman tersebut merupakan pemakaman umum yang terdiri dari banyak makam. Akan tetapi terlihat bahwa makam ini adalah makam tua. Banyak makam yang sudah terlihat sudah lama. Terlihat dari batu nisan dan bangunan sekeliling makam yang sudah terlihat seperti berusia puluhan bahkan ratusan tahun.

Di pemakaman terdapat beberapa makam yang diberi pagar betis dan atap yang jumlahnya lebih dari satu. Terlihat seperti koloni pemakaman, yang menandakan bahwa dalam satu pagar betis terdiri dari makam-makam yang terdiri dari satu keluarga. Makam Mbah Hasan Minhaj termasuk ke dalam makam yang diberi pagar betis dan atap.

Saat kami sampai di makam Mbah Hasan Minhaj, terlihat pintu masuknya terkunci, dan terdapat tulisan nomer kontak juru kunci makam. Saat berdiskusi bersama empat teman satu rombongsn tentang akankah kita menghubungi juru kunci atau tidak, tiba-tiba lampu makam padam. Segera tak lama kemudian lampu nyala kembali. Suasana tiba-tiba terasa sedikit mencekam, tak lama kemudian adzan magrib pun berkumandang.

Segera kami beranjak untuk menunaikan ibadah sholat magrib terlebih dahulu. Kami keluar dari gang dan segera mendapatkan sebuah masjid tepat di pinggir jalan.

Saat memasuki masjid, kami mengetahui bahwa jamaah masjid tersebut adalah golongan Islam yang tidak melakukan ziaroh dan tahlil (kirim doa) di pemakaman. Kami menjadi merasa tak heran, jika pemakaman tadi terasa mencekam dan seperti tidak pernah dijamah manusia.

Selesai sholat magrib, berdzikir dan berdoa kami segera menuju ke makam kembali. Langit terlihat sudah gelap. Pemakaman pun terasa lebih mencekam dibandingkan dengan sebelumnya. Bulu kuduk pun sedikit tegak seperti akan berdiri.

Dengan tergesa kami menuju bagian depan makam Mbah Hasan Minhaj. Tiba-tiba angin bertiup kencang, pepohonan bergoyang, seperti akan turun hujan. Muncul sedikit keraguan sesaat sebelum memulai tahlil.

Dikarenakan saya yang paling senior di rombongan, saya yang bertanggung jawab untuk memimpin tahlil. Segera saya duduk di depan makam Mbah Hasan Minhaj dan memulai tahlil.

Angin tiba-tiba semakin kencang, seolah-olah menuju ke arah kami. Dalam hati saya berpikir, sepertinya akan turun hujan deh. Harus cepet-cepet nih bacanya. Soalnya perjalanan pulang kami masih jauh.

Entah kenapa suasana terasa semakin mencekam. Lampu makam padam. Dalam hitungan detik nyala kembali. Beberapa menit kemudian padam lagi, disusul nyala kembali. Kejadian ini terus berulang.

Rasa takut seketika merasuk, rasanya ingin segera beranjak dari tempat tersebut. Akan tetapi, saya sedang memimpin tahlil. Kalau saya berhenti otomatis semuanya akan berhenti.

Selain itu, dalam hati saya yakinkan pada diri sendiri,

Jika saya berhenti dan pergi berarti saya kalah dengan makhluk gaib yang sepertinya tidak suka dengan kedatangan kami.

Dalam hati saya berpikir bahwa mungkin mereka terganggu dengan bacaan Qur'an dan kalimah toyyibah yang kami bacakan.

Meski dengan perasaan takut diringi padam-nyalanya lampu makam, kami menyelesaikan pembacaan tahlil. Sepanjang bacaan perasaan antara takut dan ragu untuk meneruskan bacaaan pun terus menyelimuti. Segera setelah selesai, kami beranjak dengan tergesa berebut jalan untuk segera keluar dari makam.

Dalam perjalanan, kami tak berani membahas kejadian tadi. Karena bagaimanapun perjalanan Solo-Semarang banyak melewati hutan dan kegelapan. Kami takut jika kami bercerita saat itu, hanya ketakutan yang akan kami dapatkan.

Kami sampai di pondok pukul 9 malam lebih. Segera kami bercerita tentang kejadian tadi. Ternyata kami semua merasakan hal dan ketakutan yang sama. Dan kebetulannya di antara kami ada yang bisa melihat hal gaib. Dia bercerita bahwa pada saat di makam ada sosok yang benar-benar ingin mengganggu kami.

Karena penasaran, akhirnya saya mencari tahu tentang makam tersebut. Dengan modal smartphone dan kuota saya berselancar di dunia maya. Dan saya dapatkan informasi sebagai berikut:

Siapa Mbah Hasan Minhaj?

Mbah Hasan Minhaj memiliki nama lengkap Hasan Minhajul 'Abidin, adalah seorang waliyullah di daerah Gabutan, Solo. Pada penjelasan yang ada di sekitar makam tertulis bahwa pada tahun 2003 makam Mbah Hasan Minhaj sudah berusia 250 tahun. Jadi, kalau sekarang sudah usia sekitar 269 tahun. 

Mbah Hasan Minhajul 'Abidin merupakan ulama pada masa penjajahan. Beliau merupakan guru dari Raja Surakarta, yaitu Paku Buana IV. Bahkan karena kedekatannya dengan Kesultanan, Mbah Hasan Minhaj diberikan tanah dan dibangunkan pondok serta masjid untuk menyebarkan ajaran agama Islam di Solo.

Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan pun pernah berkata bahwa Mbah Hasan Minhaj merupakan salah satu wali darok. Wali darok sendiri adalah wali yang suka memberikan pertolongan kepada para pencintanya.

Ilustrasi Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sedang melakukan ziarah kubur bersama dengan rombongan (sumber: umma.id)
Ilustrasi Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan sedang melakukan ziarah kubur bersama dengan rombongan (sumber: umma.id)

Diceritakan bahwa beberapa kali ada orang berdatangan dari jauh yang mencari kediaman Mbah Hasan Minhaj. Mereka mengaku bahwa Mbah Hasan Minhaj pernah menolongnya. Padahal pada saat itu Mbah Hasan Minhaj sudah wafat.

Dari beberapa situs yang kami baca, saya menemukan konten video di salah satu chanel YouTube tentang makam Mbah Hasan Minhaj. Sang konten kreator mewawancarai juru kunci makam.

Di video tersebut dijelaskan sangat tidak dianjurkan (mendekati dilarang) melakukan ziarah di malam hari. Juru kunci menjelaskan bahwa ketika malam hari adalah giliran makhluk gaib yang melakukan ziarah ke makam Mbah Hasan Minhaj.

Jadi, setelah itu saya dan teman-teman jadi tahu mengapa kami mengalami kejadian yang menakutkan saat berada di makam. Saran, buat kalian pencinta wisata religi sempatkan untuk ziarah kesini, yang penting jangan lakukan di malam hari ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun