Mohon tunggu...
Nur Aini
Nur Aini Mohon Tunggu... Lainnya - Nur Aini Na

اللّٰه محمّد

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Revolusi Pendidikan Era Milenial

12 Juli 2021   07:58 Diperbarui: 12 Juli 2021   08:00 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi Pendidikan Era Milenial

Masih ingatkah kita siapa tokoh yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia? Ya... Dia adalah Ki Hajar Dewantara, Sang Pelopor atau sering kita sebut dengan sebutan Si Pembawa Perubahan dalam dunia pendidikan yang sangat berjasa di Indonesia. Itu sebabnya tanggal 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional atau disingkat dengan Hardiknas, karena beliau juga lahir di tanggal tersebut. 

Seperti halnya saat ini Pemerintah Indonesia menggerakkan sistem Revolusi Belajar dalam dunia pendidikan untuk anak-anak Indonesia, biasa disebut "Merdeka Belajar". Merdeka Belajar sudah diterapkan didalam beberapa instansi pendidikan sekolah maupun universitas negeri yang ada di berbagai daerah Indonesia. Arti dari Merdeka Belajar sendiri yaitu tanpa membatasi ilmu pengetahuan dari seorang pelajar. 

Pada dasarnya tujuan Revolusi Belajar adalah untuk memberikan alternatif praktis dengan tindakan dan program yang efektif dan sederhana membangun masa depan yang lebih baik bagi diri sendiri, keluarga, sekolah, bisnis dan negara. 

Revolusi cara belajar yang dimaksud adalah perubahan cepat dan radikal, karena kita hidup di tengah revolusi yang akan mengubah cara kita hidup berkomunikasi, berpikir dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupan. Dengan adanya revolusi cara belajar manusia maka secara otomatis akan dengan mudah mengikuti dan menyesuaikan arus dari perkembangan zaman saat ini.

Dalam kondisi pandemi covid-19 sangat membutuhkan revolusi-revolusi belajar. Dapat kita lihat secara nyata, banyak metode pembelajaran baru pun tercipta agar peserta didik dapat mencari ilmu seperti biasa dengan pembelajaran daring (dalam jaringan).

Tetapi, untuk beberapa pihak tidak setuju atau kurang efektif bagi para pelajar. Banyak kesulitan dan keterbatasan dari pembelajaran daring tersebut dimana para pelajar yang kurang mampu, tidak memiliki gawai untuk dapat mengikuti pembelajaran secara online dan juga sinyal di daerah-daerah tertentu yang tidak stabil, serta masih banyak daerah yang tertinggal yang belum memiliki akses internet. 

Dengan metode daring banyak pelajar yang kurang bisa memahami apa yang disampaikan oleh seorang guru ataupun dosen, metode ini sangat tidak dianjurkan untuk pembelajaran di Indonesia. 

Banyak kalangan pelajar dari SD sampai Perguruan Tinggi yang mengeluh mengenai pembelajaran melalui daring tidak dapat dipahami dengan baik. Ada pula bagi siswa TK sampai SD, bila gurunya memberikan tugas melalui daring sangat menyusahkan orang tua nya. Karena yang mengerjakan tugas anak tersebut adalah orang tua peserta didik. 

Maka dapat disimpulkan pada masa sekarang penjajahan pendidikan berasal dari diri sendiri. Faktor utama yang menyebabkan penjajahan itu adalah kemalasan pribadi para pelajar. 

Pemerintah sangat mengharapkan anak-anak Indonesia dapat belajar sebebas- bebasnya dengan inovasi dan pengembangan kompetensi dalam berbagai bidang. 

Kurangnya minat belajar para pelajar membuat para pelajar sering bosan mengikuti pelajaran, padahal keaktifan saat pembelajaran ditentukan oleh para pelajar sendiri yang memiliki motivasi untuk menjadi pemuda yang cerdas.

Mengingat kembali sistem pendidikan yang menjelaskan betapa pentingnya peran para pengajar dalam dunia pendidikan bagi pelajar, Ki Hajar Dewantara selalu menerapkan tiga semboyan dalam bahwa Jawa, yaitu:

1. Ing Ngarso Sung Tulodho, artinya "Di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik."

2. Ing Madyo Mbangun Karso artinya "Di antara murid, guru harus menciptakan ide dan prakarsa."

3. Tut Wuri Handayani artinya "Dari belajar, seorang guru harus bisa memberikan dorongan serta arahan."

Jangan pernah memaksa seorang pelajar untuk belajar secara terus menerus, karena cara tesebut kurang efektif. Biarkan rasa semangat belajar mereka tumbuh dari diri sendiri seperti pesan Ki Hajar Dewantara "Tumbuhkan semangat belajar, semangat berpendidikan, dan semangat menuntut ilmu hingga usia senja." Maka cara belajar yang bagaimanakah yang efektif untuk mewujudkan merdeka belajar bagi bangsa Indonesia?

Fakta saat ini adalah era revolusi industri 4.0. Sebuah era digital yang memerlukan kecepatan internet dan platform digital serta berbasis output. Tentu pola pendidikan di dunia sudah berubah. Generasi milenial memiliki sikap dan orientasi yang berbeda yang membutuhkan penyesuaian. Disinilah pendekatan dan metodologi pendidikan juga harus disesuaikan mengikuti perkembanmgan zaman. 

Secara kebetulan, pandemi covid-19 telah memperkenalkan perilaku digital pada masyarakat di belahan dunia. Bahkan Work From Home (WFH) telah mampu mempraktikkan merdeka belajar serta pola kerja secara digital. 

Bagaimana tidak, sekolah dilakukan dengan daring, meeting dengan daring, ujian dengan daring dan kegiatan lainnya semuanya dengan daring. Tentu pola lainnya akan mengikuti pola kekinian yang sudah bergeser pada perubahan budaya. Bagaimanapun, pendidikan harus mampu memproduksi manusia unggul di negeri ini.

Pemerintah melalui Kemendikbud telah memulai Revolusi pendidikan sejak 2019 lalu, baik di tingkat dasar, menengah, hingga tinggi. Konsep yg diusung daral Revolusi ini adalah Merdeka Belajar di semua aspek pendidikan formal. Namun tampaknya masih banyak pihak masih meragukan apakah Indonesia benar telah siap dalam penerapan system Merdeka Belajar ini. Salah satu paling banyak didiskusikan adalah Infratruksur Pendidikan.

Oleh karena itu, pemerintah menganggarkan ratusan triliun APBN dengan focus pembangunan infrastruktur IT di sekolah-sekolah. Pada rentang tahun 2004 dan 2006 sekolah wajib menyelenggarakan mata pelajaran computer. Namun, pada tahun 2020 itulah dunia dihadapkan dengan tantangan baru, yakni industry 4.0. Kita telah masuk ke era baru industri yang biasa disebut dengan data technology. Pada titik ini, hampis semua aspek bergantung pada teknologi, khususnya machime learning, Al, dan Robot.

Konsep Merdeka Belajar dan Pendidikan 4.0

Konsep Merdeka Belajar sangatlah berbeda dengan kurikulum yang pernah ada dan digunakan oleh pendidikan formal di Indonesia. Perbedaan konsep pendidikan baru ini dengan kurikulum yang digunakan sebelumnya adalah, siswa diharapkan mampu menunjukkan kemampuan minimum dalam hal "Literasi" dan "Numerik". 

Fokusnya bukanlah sebanyak apa siswa mampu mendapatkan nilai melalui penugasan dari guru, tetapi bagaimana siswa mampu berfikir secara kritis menggunakan kemampuan kognitifnya masing-masing.

Dalam bidang Literasi misalnya, bila pada kurikulum sebelum-sebelumnya siswa lebih banyak diharapkan menghafal dan menerapkan materi yang mereka baca, dalam konsep asesmen kompetensi, siswa diharapkan bisa berfikir logis untuk mengabstraksi maksud dan tujuan dari materi. 

Begitu juga dalam hal Numerik atau pada pelajaran sains seperti fisika, kimia , khususnya Matematika. Siswa tidak boleh hanya menghafal rumus, tetapi siswa harus menemukan konsep dasarnya sendiri, sehingga mereka bisa menerapkannya untuk penyelesaian masalah atau persoalan yang lebih luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun