Gambar oleh Muhammad Naufal Subhiansyah dari Pixabay
Hoax, menurut KBBI Daring diartikan sebagai informasi yang tidak nyata. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas dalam kesempatan ini, tapi lebih ke persoalan munculnya hoax dalam pemilu.Â
Tulisan ini bukan hendak membahas sumber hoax, karena itu diluar kapasitas saya, tapi lebih menekankan pada akibat yang timbul dari hoax, khususnya di kalangan akar rumput.Â
Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman/pengamatan saya sendiri, sebagai kaum akar rumput, sekaligus mantan penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Dan dalam tulisan ini, istilah Pemilu, mengacu pada moment pemilihan umum maupun pilkada.Â
Saya menggambarkan hoax sebagai virus, dimana keduanya memiliki kemiripan. Sama sama bisa menyebar, bisa "bermutasi" dan juga susah dimatikan juga.Â
Efek dari hoax tidaklah main-main. Terlebih di tingkat akar rumput (saya tidak paham efek di tingkat atas) hoax telah merugikan begitu banyak kalangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan diakui atau tidak, hoax bukan saja berdampak pada kualitas hasil pemilu, tapi berdampak juga pada kondisi masyarakat setelah pemilu usai.Â
Saya akan mencoba membahas pihak mana saja yang dirugikan dengan adanya hoax ini, terlepas dengan adanya pihak-pihak yang mungkin merasa diuntungkan dengan adanya hoax tersebut.
Lembaga Pemerintahan dan Penyelenggara Pemilu
Kerugian yang dialami oleh lembaga pemerintahan dan lembaga pemilu, diantaranya adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.Pemilu yang berkualitas, sesuai azas pemilu, dan memenuhi unsur legalitas, adalah harapan yang kita ingin wujudkan bersama. Tapi semua itu tentu menjadi kurang berarti, jika masyarakat kita sendiri sudah pesimis dengan kinerja penyelenggara pemilu dan pemerintah.Â
Salah satu hoax populer dan cukup menghebohkan masyarakat, pada pemilu 2019 adalah tentang pemilih DPK (Daftar Pemilih Khusus). Jika kita mengacu pada Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 entang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum (http://BN.2018/No.402, jdih.kpu.go.id ), pasal 39, cukup jelas diterangkan tentang hal ini.
Intinya, secara ringkas dapat kita simpulkan, bahwa pemilih yang memenuhi syarat, memiliki ktp-el, tapi tidak terdaftar dalam dpt maupun dpt-b tetap bisa memilih di tps sesuai domisili tertera di ktp-el, dengan menunjukkan ktp-el.Â