Mohon tunggu...
Nur Widiyanto
Nur Widiyanto Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer,

Orang biasa, hobi menulis tentang banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hoax, Si Virus Pemilu

1 April 2023   14:43 Diperbarui: 1 April 2023   15:13 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar oleh Muhammad Naufal Subhiansyah dari Pixabay

Hoax, menurut KBBI Daring diartikan sebagai informasi yang tidak nyata. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas dalam kesempatan ini, tapi lebih ke persoalan munculnya hoax dalam pemilu. 

Tulisan ini bukan hendak membahas sumber hoax, karena itu diluar kapasitas saya, tapi lebih menekankan pada akibat yang timbul dari hoax, khususnya di kalangan akar rumput. 

Tulisan ini saya buat berdasarkan pengalaman/pengamatan saya sendiri, sebagai kaum akar rumput, sekaligus mantan penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Dan dalam tulisan ini, istilah Pemilu, mengacu pada moment pemilihan umum maupun pilkada. 

Saya menggambarkan hoax sebagai virus, dimana keduanya memiliki kemiripan. Sama sama bisa menyebar, bisa "bermutasi" dan juga susah dimatikan juga. 

Efek dari hoax tidaklah main-main. Terlebih di tingkat akar rumput (saya tidak paham efek di tingkat atas) hoax telah merugikan begitu banyak kalangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan diakui atau tidak, hoax bukan saja berdampak pada kualitas hasil pemilu, tapi berdampak juga pada kondisi masyarakat setelah pemilu usai. 

Saya akan mencoba membahas pihak mana saja yang dirugikan dengan adanya hoax ini, terlepas dengan adanya pihak-pihak yang mungkin merasa diuntungkan dengan adanya hoax tersebut.

Lembaga Pemerintahan dan Penyelenggara Pemilu

Kerugian yang dialami oleh lembaga pemerintahan dan lembaga pemilu, diantaranya adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.Pemilu yang berkualitas, sesuai azas pemilu, dan memenuhi unsur legalitas, adalah harapan yang kita ingin wujudkan bersama. Tapi semua itu tentu menjadi kurang berarti, jika masyarakat kita sendiri sudah pesimis dengan kinerja penyelenggara pemilu dan pemerintah. 

Salah satu hoax populer dan cukup menghebohkan masyarakat, pada pemilu 2019 adalah tentang pemilih DPK (Daftar Pemilih Khusus). Jika kita mengacu pada Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018 entang Penyusunan Daftar Pemilih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum (http://BN.2018/No.402, jdih.kpu.go.id ), pasal 39, cukup jelas diterangkan tentang hal ini.

Intinya, secara ringkas dapat kita simpulkan, bahwa pemilih yang memenuhi syarat, memiliki ktp-el, tapi tidak terdaftar dalam dpt maupun dpt-b tetap bisa memilih di tps sesuai domisili tertera di ktp-el, dengan menunjukkan ktp-el. 

Hal ini telah disalahartikan oleh sebagian masyarakat, sehingga muncul hoax kalau siapapun bisa ikut mencoblos, di tps mana saja asal memiliki e-ktp. Layaknya virus, hoax ini pun kemudian di beberapa tempat bermutasi, hingga dikaitkan dengan potensi penyalahgunaan suara warga asing, sampai dikaitkan juga dengan masalah pendataan pengguna operator seluler.

Hoax terkait DPK bukan saja mempengaruhi opini masyarakat, tapi juga telah merepotkan penyelenggara di tingkat lapangan (di tingkat Desa/Kelurahan dan juga TPS). Banyak pemilih dari luar wilayah yang tiba-tiba saja datang ingin ikut memilih, hanya dengan menunjukkan Ktp-el. Ini jelas menghambat tahapan pungut hitung. Bahkan, bisa saja berpotensi pemilihan ulang kalau hal ini gagal dicegah oleh petugas. 

Masih banyak lagi hoax yang lain, misalnya hoax seputar ketentuan suara sah dan tidak sah. Ketentuan perihal suara sah dan tidak sah jelas diatur oleh PKPU, namun menjelang pemilihan hingga tepat di hari pemilihan, banyak hoax beredar (umumnya melalui pesan berantai di whatsapp) yang dibuat seakan-akan info resmi dari KPU, padahal bukan. 

Hal ini cukup memusingkan petugas KPPS, PTPS maupun saksi di tingkat TPS. Tidak jarang adanya hoax melalui pesan berantai ini memicu perdebatan, dan pada ujungnya adalah menghambat proses pungut hitung. Dan bukan tidak mungkin, hal ini ikut berperan dalam terjadinya waktu kerja di TPS yang melampaui perkiraan normal.

Peserta Pemilu

Peserta Pemilu di sini bisa diartikan Parpol, Caleg (DPD, DPR RI, DPR Provinsi, DPRD) maupun Pasangan Calon yang menjadi peserta pemilihan.  Hoax bukan saja merugikan peserta pemilu pada saat pemilihan, tapi juga dalam jangka panjang. 

Stigma negatif bisa mengurangi kredibilitas yang bersangkutan (perorangan, parpol, atau paslon) hingga jauh setelah pemilu berakhir. Padahal kita tahu, dukungan masyarakat akar rumput juga dibutuhkan bukan saja dalam pemilihan.

Tim Kampanye dan Simpatisan

Disadari atau tidak, tim kampanye dan peserta pemilu sering dirugikan oleh adanya hoax. Meski sepintas kadang hoax seakan menguntungkan calon/paslon tertentu, kenyataan bisa berakibat sebaliknya. 

Sekedar contoh, adanya hoax tentang tingkat dukungan atas peserta pemilu tertentu di suatu wilayah, bisa menimbulkan kesesatan informasi, manakala angka dukungan itu tidak nyata (lebih kecil). 

Kita mungkin masih ingat sejumlah peristiwa, dimana ada peserta pemilu yang telah mengklaim kemenangan, tapi ternyata tidak sesuai dengan hasil penghitungan oleh KPU, dan berakhir kecewa.

Hoax lain yang pernah populer di Pemilu 2019 adalah tentang surat suara nomor 02 yang akan terhapus otomatis oleh sistem. Hal ini dikaitkan dengan code biner (1 dan 0), sehingga menurut hoax yang sempat beredar, nomo 02 akan otomati terhapus.

Sebenarnya ini tidak masuk akal, apalagi kita tahu kalau perhitungan KPU menggunakan sistem manual pada masing-masing tingkatan. Adana isu ini sempat menimbulkan kepanikan di kalangan simpatisan paslin nomor 02 di tingkat bawah. Mesti sepintas tidak merugikan, tapi sejatinya merugikan. 

Mereka yang semestinya bersama-sama fokus menggalang dukungan massa, serta mengedukasi para pemilih, tentang bagaimana memilih dengan benar, untuk memastikan sah-nya surat suara, justru teralihkan fokusnya.

Padahal, apalah artinya dukungan kita, kalau kita tidak paham cara mencoblos dengan benar. Ini pernah saya temui di lapangan, dimana ada pemilih lansia yang masing bingung, bagaimana cara mencoblos yang benar, supaya suara jadi sah.

Masyarakat

Disadari atau tidak, masyarakat adalah pihak paling dirugikan dalam masalah hoax ini. Masyarakat sering terpecah belah, bahkan sesama teman, saudara, bisa saling berkonflik. Dan parahnya, seringkali konflik berlanjut hingga setelah pemilihan berakhir. 

Dalam politik memang tidak ada kawan atau lawan abadi, yang ada kepentingan abadi. Tapi faktnya, banyak masyarakat kita terus bermusuhan setelah pemilu usai, disaat calon yang pernah mereka dukung telah duduk bersama dan berjabat tangan kembali. Bahkan, tidak jarang, terjadi aksi kekerasan antar anggota masyarakat, yang dipicu fanatisme berlebihan terhadap calon yang mereka dukung.

Kesimpulan

Tentu saja, yang saya uraikan di atas hanyalah sebagian kecil dari contoh hoax dan akibat buruknya, lebih khususnya yang terjadi di tingkatan bawah. Sepertinya dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk bisa mengurangi efek buruk hoax. Lembaga Pemerintahan, termasuk Penyelenggara Pemilu di semua tingkatan, bersama media perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat, tentang cara memfilter informasi.  

Selain itu, perlu peningkatan kapasitas SDM di sisi penyelenggara Pemilu pada tingkat lapangan, termasuk perlunya peningkatan sikap loyalitas tegak lurus kepada atasan. 

Dengan loyalitas tegak lurus, diharapkan bisa mengurangi potensi serangan hoax terhadap penyelenggara di lapangan, dimana setiap informasi harus dikonfirmasi kebenarannya kepada atasan langsung secara berjenjang.

Kemudian, dari sisi masyarakat, harus lebih selektif dalam menerima informasi. Pastikan kebenaran dan kepastian sumber informasi, sebelum memutuskan untuk percaya atau tidak atas sebuah informasi. 

Terlebih, di era digital, dimana setiap orang bisa dengan mudahnya  membuat, memodifikasi, dan menyebarkan informasi dengan biaya sangat murah. Tahan jari anda sebelu membagikan sebuah informasi, pastikan kebenarannya, dan pastikan anda punya hak untuk membagikan itu semua, Ibarat virus, maka pola hidup kita menentukan ketahanan kita terhadap infeksi. 

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat, setidaknye menginspirasi kita semua, mari bersama mewujudkan Pemilu damai dan berkualitas, untuk masa depan bangsa yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun