Eh lampu rumahnya mati, berarti orangnya mungkin sedang tidur. Memang bulan puasa enaknya tidur lagi sehabis shalat Shubuh dan ini wajar dimana-mana. Apalagi malam sering tidurnya telat, sehingga wajarlah pagi terus disambung tidurnya. Saya pun memakluminya, tapi hari itu adalah Jum'at, saya pikir dia perlu bersiap-siap untuk bekerja.
Karena saya tidak ingin pulang dengan tangan hampa, maka saya coba menelponnya dan diangkatlah olehnya. Saya bilang mau ketemu sebentar, bisa nggak? Dia bilang okay, akhirnya saya bisa ketemu dan menceritakan kejadian yang baru saja terjadi tadi pagi. Kebetulan salah satu pelakunya adalah penghuni rumah Bu RT ini, sebagai salah satu anggota dari keluarga besarnya.
Saya bilang saya tahu persis kalau anak ini ada dan masuk dalam gerombolan tadi, karena saya hafal dengan suaranya. Tapi bu Ketua RT bilang, jangan seenaknya menuduh kalau tidak ada bukti. Suara saja tidak bisa dijadikan bukti, kalau dia ikut dalam gang itu. Saya tetap ngotot dia terlibat, karena suaranya jelas sekali dari jendela saya, makanya saya tidak meragukan itu. Karena bu RT ini merasa terpojok, akhirnya dipanggillah si anak tadi dan dipertemukan dengan saya.
Dasar anak ini pinter sekali berbohong dan sudah terkenal sering membuat onar dan termasuk anak yang nakal. Maaf suka mencuri di berbagai tempat, termasuk juga mencuri sandal pelanggan di rumah saya. Maka ketika di depan saya pun dia mengelak. Dia bilang cuma lewat depan rumah saja, terus pulang dan tidur-tiduran di rumah temannya. Pokoknya dia mengelak kalau dia ikut ngobrol dengan teman-temannya di depan rumah saya. Karena saya tidak ada bukti gambar dan tidak ketemu langsung, maka saya pun hanya bisa diam. Dan si anak tadi kemudian minta ijin untuk pergi dan melanjutkan tidurnya.
Saya terus melanjutkan ngobrol dengan bu Ketua RT ini dan bilang anak-anak nakal seperti itu karena kesalahan orang tua dalam mendidik anaknya. Dianggapnya setelah anak diberi uang, dibelikan mainan dan gadget sudah cukup. Para orang tua menganggap itu semua sudah bisa menggantikan perannya, tanpa perlu perhatian dari orang tua lagi. Jadi orang tua pun tidak tahu bagaimana sebenarnya perilaku anak-anak di luar rumahnya. Ketika di rumah mungkin anak-anak itu kelihatan baik dan sopan. Tapi di luar, mereka tidak peduli.
Bu Ketua RT terus menanggapi, "Bukan begitu, tahu sendiri orang Betawi.” Saya terus terang tidak tahu bagaimana orang Betawi dalam mendidik anak-anaknya atau kesibukan sehari-harinya. Dia kemudian membandingkan dengan anak tetangga yang perilaku kesehariannya juga kurang baik menurutnya. Padahal anak-anak tersebut adalah anak dari seorang pendidik. Contohnya ada, tuh anak Pak itu, lanjutnya. Anehnya, anak-anak yang dipakai sebagai pembanding tadi, setiap di rumah saya kelihatan baik dan relatif sopan.
Saya akhirnya juga menimpali dengan membandingkan anak saya. Saya bilang, "Anak saya tidak seperti itu, di dalam dan di luar rumah baik. Dia juga rajin pergi ke mesjid, dia bergaul dengan teman-temannya. Itu saya akui dan begitu anggapan banyak orang, kalau anak saya perilakunya baik." Yeah memang lain, jawab bu Ketua RT tadi.
Saya akhirnya bilang, “kalau anak-anak itu masih mengganggu kami, mau saya laporkan ke Polisi. Kebetulan saya pernah punya tetangga seorang polisi, maka itu saya pakai sebagai back up nya. Bagi saya, biar saja nanti anak-anak mau diapakan terserah. Yang jelas saya sangat terganggu oleh ulah gerombolan anak-anak ini.
Dari rumah bu Ketua RT tadi, saya kemudian pergi ke rumah Bapak Ketua RT dimana saya tinggal. Saya menceritakan kejadian yang baru saja menimpa saya. Bapak RT ini tidak percaya apa yang terjadi di rumah saya, karena saya memang tidak pernah mengadukan berbagai permasalahan mengenai keamanan. Tapi bagi saya wajarlah, karena selama ini memang tidak ada urusan administrasi dan tidak pernah mengeluh mengenai keamanan lingkungan. Apalagi rumah saya berdekatan dengan Pak Ketua RT ini. Jadi sedikit kaget mendengar cerita saya.
Saya tidak bisa berlama-lama dengan Bapak RT ini, karena ada pelanggan yang perlu dilayani oleh beliau. Tapi intinya dia sudah bisa menangkap apa yang saya keluhkan. Saya pun pamit dan berharap beliau akan menyelesaikan permasalahan yang saya hadapi dengan adanya terror pelemparan batu ini.(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H