Mohon tunggu...
nunung aulia
nunung aulia Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Saya seorang guru yang suka menulis dan menerbitkan 4 karya solo berupa novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Tidak Gila

20 Juli 2024   15:59 Diperbarui: 20 Juli 2024   16:04 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hey, sedang apa kamu di situ? Apa yang kamu lakukan dengan kekasihku?" teriak salah satu pasien ke arahku dengan menganggap bang Oman adalah kekasih pujaannya.

Aku berlaga sama seperti dia. Aku juga bilang kalau bang Oman juga kekasihku. Dia mendengar apa yang aku ucapkan, dia mengancam untuk membunuhku. Lalu, dia pergi. Aku bergidik ngeri mendengarnya.

Kembali ke rencana awal, bagaimana aku keluar dari tempat ini. Aku menulis catatan kecil untuk disampaikan kepada bang Oman. Naas. Aku ketahuan oleh pasien yang menganggap bang Oman kekasihnya. Dia mengira kalau aku menulis surat cinta untuk bang Oman. Dia menyerangku dan merebut buku kecil itu dari tanganku. Aku merebutnya kembali. Namun, genggaman itu erat. Sehingga terjadi rebutan antara aku dengan pasien itu. Karena tenaganya yang kuat seperti baja, aku terpental ke belakang hingga kepalaku terbentur lemari besi. Aku jatuh tak sadarkan diri.

Setelah tersadar, aku membuka mata. Terlihat ruangan serba putih. Aku memegang kepalaku yang sakit akibat benturan itu. Rasa pusing mengelilingi kepalaku. Ada bayangan dua perawat secara bergantian memarahiku dan bilang kalau aku gila. Aku teringat kembali apa yang diucapkan dr. Arifin, bagaimana kalau kamu gila sungguhan? Aku ketakutan dan berteriak dengan menyebut kata 'Aku tak gila' berkali-kali. Tak ada respon sedikit pun dari perawat dan juga pasien yang lain. Aku menjadi frustasi dengan apa yang aku lakukan. Aku menghela napas kasar, berharap ada titik terang untuk jalan keluar. Aku mulai menyesali dengan ide yang aku ciptakan sendiri.

Bagaimana kalau aku terjebak selamanya di sini? Aku tidak gila. Aku hanya melakukan penyamaran saja di sini agar mendapatkan bahan untuk tulisan. Mengapa ini harus terjadi padaku? dr. Arifin, mengapa kamu pergi?

Tak ada gunanya aku merutuki nasib. Satu-satunya jalan, aku harus bisa keluar dari sini bagaimana pun caranya. Aku berpikir keras untuk memikirkan solusi dari setiap masalah yang aku hadapi. Saat di ruang pemeriksaan, aku melihat ponsel tergeletak di meja. Diam-diam aku mengambilnya untuk menghubungi Zubaidah. Belum sempat panggilan terjawab, aku tertangkap basah sudah mengambil ponsel itu. Sekali lagi aku menjelaskan kepada perawat itu kalau aku tidak gila dan aku meminjam ponselnya untuk menghubungi temanku. Lagi dan lagi perjuanganku gagal. Namun, aku tak berhenti begitu saja. Keesokan harinya, rumah sakit gaduh karena beberapa pasien lain. Aku menyelinap untuk bisa keluar menuju mobil angkutan sayur yang dikemudi oleh bang Oman. Aku sedikit bernapas lega bisa mencapai masuk ke mobil tanpa diketahui bang Oman.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Setelah sampai di tujuan, mobil berhenti. Lalu, aku keluar dari mobil itu. Namun, lagi dan lagi aku ketahuan bang Oman. Dia langsung menarikku kembali masuk ke mobil untuk membawanya ke rumah sakit. Aku berteriak histeris. Tak sengaja Zubaidah dan bos Udin melewati mobil angkutan sayur. Mereka berhenti mendengar teriakanku. Lalu, mereka turun dan menghampiriku. Zubaidah dan bos Udin membantuku membuka ikatan. Mereka menjelaskan kepada bang Oman bahwa aku tidak gila. Aku hanya terjebak di antara orang-orang gila hanya karena riset yang juga gila. Aku tersenyum lega bisa terbebas dari tempat orang-orang gila dirawat. Sungguh pengalaman menarik yang tak terlupakan bisa berkumpul dengan orang-orang gila. Beragam catatan di sana mengenai tingkah laku orang-orang gila dan para perawat orang gila. Kalau tidak kuat mental, jangan sekali-kali menyamar sebagai orang gila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun