Ketika mereka merasa semakin terhubung, perasaan ini bisa menjadi lebih intens, yang kadang terlihat dalam bentuk emosi yang lebih kuat.
Dr. Susan Heitler, seorang psikolog klinis, menjelaskan bahwa wanita cenderung lebih terhubung secara emosional dalam hubungan karena dorongan hormon seperti oksitosin yang berperan dalam mempererat ikatan emosional.Â
"Oksitosin, yang disebut juga sebagai hormon 'pelukan', mempengaruhi wanita untuk merasa lebih terhubung dengan pasangan mereka, dan ketika ada ketegangan, mereka bisa merespons dengan lebih emosional."
Berdasarkan analisis psikologis di atas, bisa disimpulkan bahwa anggapan tersebut memang memiliki beberapa dasar ilmiah, meskipun tidak bisa digeneralisasi.Â
Perilaku dalam hubungan sangat dipengaruhi oleh faktor individu, latar belakang, dan cara masing-masing pasangan berkomunikasi dan mengelola emosi mereka.
Tidak semua pria atau wanita akan menunjukkan pola yang sama. Beberapa pria mungkin lebih emosional dan ekspresif dalam hubungan, sementara beberapa wanita bisa lebih rasional dan sabar.
Budaya dan lingkungan tempat seseorang dibesarkan juga memengaruhi bagaimana mereka bereaksi dalam hubungan.Â
Misalnya, di budaya yang lebih patriarki, pria mungkin merasa lebih tertekan untuk menahan emosi dan menunjukkan kesabaran, sedangkan wanita mungkin merasa lebih bebas mengekspresikan emosinya.
Pada akhirnya, meskipun ada pola umum yang terlihat dalam hubungan antara pria dan wanita, yang paling penting adalah bagaimana pasangan berkomunikasi dan mengelola perasaan mereka bersama.Â
Tidak ada yang salah dengan menjadi emosional atau sabar, asalkan itu dilakukan dengan saling pengertian dan dukungan.Â
Yang terpenting adalah saling menghargai perasaan satu sama lain dan mencari cara yang sehat untuk mengatasi konflik sehingga tak ada hubungan tak sehat ataupun lonely marriage yang dirasakan.