Ema melangkah ke arah jendela, memandang pantulan dirinya di kaca yang buram. Ia terkejut. Tubuhnya ramping, wajahnya tirus dengan kulit halus, dan matanya bersinar penuh percaya diri.
"Ini... ini aku?" bisiknya tak percaya.
Nenek mengangguk. "Ya, nak. Tapi ingat, ini hanya alat. Yang terpenting adalah apa yang ada di dalam hatimu."
Ema tidak mengerti apakah ini nyata atau mimpi. Bagaimana mungkin sebuah topeng bisa mengubah tubuh dan penampilannya secara ajaib.Â
Ema menoleh, ingin bertanya lebih banyak, tapi nenek itu sudah berdiri di ambang pintu, ya pintu yang sedari sore terkunci itu kini terbuka.
"Nenek, tunggu! Siapa Anda sebenarnya? Kenapa Anda menolongku?"
Nenek menoleh, senyumnya samar. "Aku hanya seorang yang pernah merasakan apa yang kau rasakan. Gunakanlah topeng itu dengan bijak. Tapi jangan biarkan dendam menguasaimu nak!" pesannya.
Sebelum Ema sempat berkata lagi, nenek itu melangkah keluar. Hanya dalam sekejap, sosoknya menghilang di balik kegelapan malam.
***
Ema berdiri terpaku, memandang topeng itu di tangannya. Ia tak tahu apa yang baru saja terjadi, tapi ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Ia merasa ada harapan, ada kekuatan yang selama ini tersembunyi.
Dengan hati-hati, ia memakai topeng itu sekali lagi. Kini ia berdiri tegap, memandang bayangannya dengan perasaan baru.