Sejak kecil, Naya adalah gadis yang pendiam. Di balik kesunyian hari-harinya, ada mimpi yang terus berulang, mimpi tentang seorang pangeran tampan dari negeri misterius. Setiap kali ia terlelap, pangeran itu datang, berdiri di kejauhan, seolah memanggilnya. Namun, entah kenapa, dalam setiap mimpi, kakeknya selalu muncul, menghalangi sang pangeran untuk mendekatinya.
"Naya, jangan pernah ikut dia," pesan sang kakek di dalam mimpi, suaranya serak namun tegas.
Naya tidak pernah memahami apa yang terjadi. Pangeran tampan itu hanya berdiri dalam diam, matanya yang dalam menatap Naya dengan penuh harap. Meskipun tak pernah berbicara, kehadirannya membawa perasaan yang sulit dijelaskan, campuran antara ketakutan dan kehangatan yang aneh.
Semakin beranjak dewasa, mimpi-mimpi itu menjadi lebih jelas, lebih nyata. Naya mulai merasa pangeran itu bukan sekadar bayangan dalam tidurnya. Ada sesuatu tentang dirinya yang begitu akrab, begitu dekat. Ketika mimpi itu datang, Naya selalu merasa seolah-olah pangeran itu telah menunggu lama, hanya untuk bertemu dengannya.
"Naya... Aku di sini," bisik suara lembut yang nyaris tak terdengar. Naya tidak tahu dari mana suara itu berasal, tapi setiap kali mendengarnya, hatinya bergetar. Sang pangeran selalu ada dan menjadi penghibur setiap Naya merasakan kesedihan. Sang pangeran selalu menenangkan dan membuat Naya merasa lebih aman.
Kehidupan Naya di dunia nyata berjalan seperti biasa, hingga suatu hari, ia menceritakan tentang mimpi-mimpi itu kepada neneknya. Saat Naya bercerita, neneknya terdiam, wajahnya berubah pucat. Tak lama setelah itu, kabar mimpi Naya sampai ke kakeknya. Tak menunggu lama, kakeknya memanggil beberapa ustadz untuk mengadakan pengajian dan ruqyah di rumah mereka.
"Naya, ini demi kebaikanmu. Mungkin ini tak sekedar mimpi. Kakek, tak mau ada hal tak baik terjadi padamu" kata kakeknya tegas saat ruqyah dimulai.
Setelah malam itu, sosok pangeran dalam mimpinya tidak pernah muncul lagi. Awalnya, Naya merasa lega, meskipun ada rasa kehilangan yang tak dapat dijelaskan. Pangeran itu telah menjadi bagian dari hidupnya, dan kini, ia benar-benar menghilang.
***
Tahun-tahun berlalu, Naya tumbuh menjadi gadis cantik yang pendiam. Ia berusaha menjalani hidupnya seperti gadis pada umumnya. Hingga pada suatu hari, ia Kembali bertemu Hari, seorang teman dari masa kuliah yang kemudian melamarnya. Naya menyambut pernikahan itu dengan bahagia, meski di dalam hatinya masih tersisa bayang-bayang masa lalu.
Pernikahan mereka berjalan lancar. Hari adalah suami yang baik, namun pekerjaan membuat mereka terpisah jauh. Hari bekerja di kota yang berbeda, sehingga mereka hanya bisa bertemu pada akhir pekan. Semakin lama, kesepian mulai merayap dalam hati Naya. Di saat-saat sunyi itulah, ingatan tentang pangeran misterius itu kembali menghantuinya.
"Apakah dia masih mengingatku?" Naya sering bertanya dalam hatinya saat malam-malam sepi.
Malam itu, di tengah rasa rindu yang tak terjelaskan, Naya tertidur. Untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun, pangeran itu muncul kembali dalam mimpinya. Namun kali ini, wajahnya bukanlah wajah yang lembut dan penuh kehangatan seperti dulu. Wajah sang pangeran tampak berbeda, marah, kecewa, tapi juga penuh kesedihan.
"Naya, kenapa kau melupakan janji kita?" tanyanya dalam suara yang dingin namun penuh luka.
Naya tidak tahu harus berkata apa. Semua perasaan yang pernah ia pendam bertahun-tahun meledak. Namun sebelum ia sempat menjawab, pangeran itu berbalik, meninggalkannya dalam kehampaan. Naya terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sang pangeran telah kembali, dan untuk pertama kalinya, Naya merasa ada bagian dari dirinya yang hilang selama ini.
Hari-hari berlalu, dan meskipun Naya telah menikah, kesepian yang ia rasakan semakin dalam. Pada suatu malam yang sunyi, ketika suaminya tidak pulang karena pekerjaan, Naya merasakan keinginan yang kuat untuk kembali bertemu dengan sang pangeran.
"Jika kau mendengarku, datanglah," bisik Naya pelan sebelum ia tertidur.
Seperti memenuhi panggilan itu, sang Pangeran muncul dalam mimpinya, mengulurkan tangannya. "Aku Arya. Ikutlah denganku, Naya. Aku telah menunggumu," katanya lembut.
Naya merasa hatinya tertarik. Tangan Arya terasa hangat dan menenangkan, berbeda dari apa yang ia rasakan selama ini. Sebelum ia sempat menolak, Naya sudah berada di tempat yang sama sekali berbeda, sebuah desa yang begitu indah, dengan hamparan kebun bunga yang mempesona, air terjun yang jernih, dan istana megah di kejauhan.
"Di sinilah tempatmu. Di sinilah seharusnya kau berada," Arya menatap Naya dengan penuh cinta.
"Ini... terlalu indah," bisik Naya, terpesona oleh keindahan negeri itu.
Arya kemudian membawanya ke dalam istana, di mana penduduk desa sudah menunggu. Mereka berpakaian seperti dari zaman kerajaan, dan semuanya membungkuk hormat kepada Naya.
"Apa yang terjadi di sini?" tanya Naya, bingung.
"Kau adalah permaisuriku, Naya. Sejak dulu, kau telah ditakdirkan untukku," jawab Arya tegas.
"Tidak, Arya... Aku sudah menikah. Aku mencintai suamiku," kata Naya, berusaha mengingatkan dirinya sendiri tentang Hari. Namun, Arya tidak peduli. Ia hanya tersenyum tipis.
"Menikah? Tidak, kau adalah milikku sejak dulu, Naya. Di sini, kau adalah pengantinku," katanya.
Upacara pernikahan mereka pun dilangsungkan. Naya dirias seperti seorang ratu. Hatinya dipenuhi kebingungan dan ketakutan, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.
Setelah upacara yang tak biasa itu selesai, Naya berusaha mencari celah untuk melarikan diri. Sayangnya tak ada jalan keluar dari negeri itu. Ia berlari hingga tiba di air terjun, tempat Arya muncul kembali.
"Biarkan aku pulang Arya, aku mohon!" pinta Naya setengah memohon.
"Tidakkah kau mencintai aku Naya. Ratusan tahun aku menunggu untuk membawamu kesini!" jelas Arya.
"Tidak Arya, aku harus kembali pada keluargaku. Aku mohon!" tangis Naya.
"Baik, aku akan membiarkanmu kembali ke duniamu, Naya. Tapi ingat, kapan pun kau merindukanku, aku akan datang," katanya. Ia kemudian memeluk Naya erat, menumpahkan seluruh kasih sayang dan kerinduannya kepada Naya. Saat itu Naya tak mampu menolak. Dalam pelukan itu, ia merasakan sesuatu yang lebih dalam dari apa yang pernah ia rasakan pada suaminya. Sebelum ia menyadarinya, dunia di sekelilingnya mulai memudar.
Naya terbangun di rumah sakit, ia ditemukan pingsan oleh suaminya. Ternyata ia sudah tidak sadarkan diri selama seminggu. Namun dalam pikirannya, ia merasa hanya berada di desa itu sebentar saja.
Suara Arya masih terngiang di telinganya, "Naya, kapan pun kau merindukanku, cukup panggil namaku tiga kali. Saat itu juga aku akan datang untukmu!"Â
***
Beberapa hari kemudian Naya dinyatakan mengandung. Kebahagiaan menyelimuti keluarga mereka. Namun, Naya tidak bisa menyingkirkan bayang-bayang Arya dari pikirannya. Setiap kali ia merasa kesepian, pangeran itu datang dalam mimpinya, memberikan kehangatan yang tak pernah ia dapatkan di dunia nyata.
Ketika bayi mereka lahir, Naya terkejut. Bayi itu sangat tampan, namun wajahnya... tidak sedikit pun mirip dengan Hari suaminya. Sebaliknya, bayi itu memiliki mata dan senyum yang sangat mirip dengan Arya.
"Apa ini...?" bisik Naya, terperangkap dalam kebingungan dan rasa takut yang mendalam.
Di tengah kebahagiaan akan kehadiran putranya, Naya tahu satu hal, kehadiran Arya dalam hidupnya adalah nyata dan belum berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H