Mohon tunggu...
Nunik Utami
Nunik Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Penulis, Blogger, Editor Buku, Trainer Penulisan https://www.nunikutami.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiket Masuk Candi Borobudur Rp 750 Ribu, Bagaimana Menurutmu?

7 Juni 2022   09:30 Diperbarui: 7 Juni 2022   10:04 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam hal Candi Borobudur, tidak memanjat stupanya, tidak berlarian di antara stupa-stupa dan patung-patung lain, tidak mencorat-coret bagian manapun dari candi ini, dan tidak meninggalkan sampah. 

Bahkan, saya pernah berkunjung ke sini dan pada saat itu tidak diperbolehkan naik ke lantai tujuh sampai puncak karena bagian ini masih dalam perawatan akibat dampak abu vulkanik Gunung Merapi, ya jelas, saya patuhi peraturannya. Padahal pada saat itu sedang pengin-penginnya melihat bagian puncak Candi Borobudur lagi.

Buat saya, Candi Borobudur bukan sekadar tempat wisata yang hanya bisa dikunjungi. Bagi saya, candi yang luar biasa mengagumkan ini sangat bisa ditelaah maknanya lebih dalam, dipelajari sejarahnya, dianalisa untuk mengetahui suasana masa lalu yang penuh keagungan dan kesakralannya, serta diperkenalkan ke anak cucu kelak agar mereka juga mengerti tentang Candi Borobudur lebih dalam.

Lebih jauh lagi, Candi Borobudur telah menjadi salah satu sumber inspirasi terbesar yang membuat saya bisa meraih prestasi. Saya pernah menjadi juara lomba menulis cerpen tingkat nasional, tahun 2013. 

Cerpen berjudul Aryasena itu berlatar Candi Borobudur. Keistimewaan cerpen itu, selain latarnya di Candi Borobudur, adalah menggunakan bahasa Indonesia yang literer, dengan tingkatan lebih tinggi dan penggunaan diksi yang saya buat mendekati level sastra. Saya mengerahkan semua pikiran dan tenaga untuk bisa menghasilkan cerpen ini. Keberhasilan ini karena rasa kagum saya yang sangat tinggi pada Candi Borobudur.

Saya juga pernah terpilih menjadi penulis di ajang lomba menulis bergengsi tingkat nasional bertajuk Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang diselenggarakan oleh Kemendikbud, tahun 2019. 

Tulisan saya itu adalah tentang keseharian anak-anak yang mengagumi Candi Borobudur. Melalui tulisan itu pula saya mengenalkan istilah tingkatan sebagai simbol kehidupan makrokosmos pada Candi Borobudur, yaitu kamadhatu, rupadhatu, dan arupadhatu. Mengenalkan ini pada anak-anak, butuh trik khusus agar mereka bisa memahami, lho.

Selain itu saya juga pernah terpilih sebagai peserta di acara Borobudur Writers Festival. Dua di antara banyaknya acara di ajang ini adalah melakukan yoga di pelataran candi dan membaca relief yang ada pada candi ini. 

Betapa mengharukan, menyenangkan, dan menenangkan lho, melakukan yoga sambil menghadap ke candi yang megah ini.  Saya juga terharu melihat keagungan dan kesakralan kehidupan masyarakat Indonesia, melalui baca relief yang ada pada salah satu tingkat Candi Borobudur.

Betapa cintanya saya pada Candi Borobudur. Betapa kagumnya pada situs sakral ini. Segitu "niat"nya saya pada Candi Borobudur. Itu sebabnya sejak kecil saya senang berkunjung ke sini. Lagi pula, sebagai orang Indonesia, saya merasa seperti ada "kewajiban" ikut melestarikan candi ini. 

Saya yang bukan siapa-siapa, cara melestarikannya ya dengan rutin berkunjung ke candi ini dan menyebarkan keberadaan serta kehebatannya melalui berbagai media, termasuk lewat tulisan-tulisan yang saya angkat di ajang lomba tingkat nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun