Caraku minta maaf pada Bumi
Benda mati, tanpa dirawat saja tetap memberikan kesejukan pada halaman rumahku.
Tapi, sikap egoisku selama ini menuntut lebih.
Berharap tanaman yang ditancapkan serta merta subur.Â
Ketika layu aku menyalahkan tanahnya, padahal merawat & memberi pupuk saja tidak.
jelas terbukti pohon mangga yang besar & kuat ini tetap tumbuh berkembang biarpun tanpa sentuhan tanganku & asupan yang semestinya.
Tumbuh diposisinya, menjaga kesejukan teras dimusim kemarau panjang ini.
Lalu apa alasanku tidak bersyukur?Â
Jelas, selama ini sikap egoisku yang mendominasi.
Selalu berharap mendapat keinginan bukan kebutuhan.
Terbentuk kesadaranku, kesalahan ada padaku.
Tanah merah ini kecil lingkupnya, ketika tidak dirawat maka dia tetap tumbuh dengan apa adanya sesuai kemampuan tapi tetap memberi manfaat buatku.
Teganya selama ini aku abaikan.
Hari ini terpanggil untuk menyentuh tanah yang aku pacul.
Ketika memegang, terlintas bayangan jasadku nanti akan ada dalam dekapan tanah merah ini.
Kenapa aku pacul dengan tanganku sendiri?
Kesalahan pada Bumi yang aku tempati ini ada padaku, kenapa orang lain yang harus menebusnya.
Aku harus bertanggung jawab pada apa yang terlalaikan.
Seperti makan, kenyang untuk diri sendiri, bukan orang lain yang terisi perutnya.
Dan Ibadah, aku melakukan untuk diriku sendiri, jadi tidak mungkin dong bergantung pada prang lain.
Â
Catatan:
Betul hanya tanah.
hanya daritanah ini aku mendapat kesadaran baru.
besar maknanya buatku.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H