Beberapa hari yang lalu saya membantu saudara saya untuk memadamkan api yang melahap kebun sawitnya.
Hal itu terjadi karena salah satu tetangga lahan dengan sengaja membakar sisa-sisa sampah dan kayu dilahannya yang kemudian menjalar ke lahan lainnya termasuk milik saudara saya tadi.
Anehnya, kegiatan membakar sampah dan kayu oleh pelaku dilakukan secara sadar seperti tanpa memikirkan resiko yang terjadi.
Mengingat aktifitas membakar itu dilakukan pelaku ketika siang terik dan angin sedang kencang-kencangnya sehingga api yang dalam bayangan pelaku bisa dikendalikan berubah liar menjalar ke lahan tentangga.
Hasilnya puluhan tanaman sawit yang baru ditanam dan telah menghasilkan dilahap oleh si jago merah dari aktifitas membakar tetangga lahan tadi.
Syukur pada waktu itu akses menuju lahan masih bisa ditempuh oleh tim pemadam kebakaran sehingga api tak terlanjur membesar ke lahan yang lebih luas.
Coba saja jika waktu itu tidak ada tim pemdam kebakaran yang membantu, dengan kombinasi terik matahari, angin dan ilalang gersang, api bisa dipastikan akan menjalar kemana-mana bahkan ke area yang lebih luas.
Sama halnya ketika terjadi kebakaran di Savana kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, hal itu terjadi karena kurangnya kesadaran kolektif sesorang untuk peka terhadap gejala lingkungan.
Ketika gejala lingkungan mengarah pada musim kemarau, seharusnya kesadaran kolektif kita memahami bahwa sangat riskan memercik api walaupun dari sebuah flare atau suar disebuah area luas dengan kondisi gersang.
Bahkan percikan api dari sebuah flare atau suar tersebut sampai saat ini masih terus menjalar dari satu bukit ke bukit lainnya di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Terakhir kebakaran yang terjadi di Savana kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru telah meluas ke Bukit Jemplang, Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang dan kawasan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan.
Dimana titik awal api berasal dari blok Savana Lembah Watangan (Bukit Teletubbies) di Savana Tengger pada tanggal 6 September 2023, yang berarti dari awal kejadian hingga saat ini sudah memasuki hari ke 6 dan api belum bisa dijinakan oleh tim.
Coba bayangkan ketika kita kehilang kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau, berapa puluh hektar area yang rusak?, berapa tanaman berharga dan langka yang mungkin hilang? Atau fauna yang mati akibat kebakaran tersebut?.
Lebih dari itu arus ekonomi dan pendapatan UMKM yang menggantungkan hidup melalui Bromo Tengger yang harus terhenti akibat hilangnya kesadaran kolektif untuk tidak memercik api tersebut?.
Tidak bisa dibayangkan dengan hanya ancaman hukum lima tahun dan denda sebesar 1,5 milyar rupiah, bisa jadi dampak lingkungan dan ekonomi akibat dari hilangnya kesadaran kolektif itu lebih dari itu atau bahkan tak bisa dipulihakan.
Oleh karena itu penting menyuarakan kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau seperti yang terjadi hari ini agar sesorang memiliki kepekaan terhadap ruang lingkungan yang ditinggalinya.
Lalu apa pentingnya menyuarakan kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau?
1. Mencegah Terjadinya Kebakaran Savana, Lahan dan Hutan
Dengan orang memiliki kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau setidaknya bisa menghindarkan bencana kebakaran baik di savana, lahan dan hutan karena tidak adanya aktifitas pembakaran yang masif.
2. Mengurangi Kerugian Akibat Kebakaran
Coba bayangkan ketika kita memiliki kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau, kita dapat mengurangi kerugian kerusakan lahan atau tanaman akibat kebakaran.
Pada hal paling sederhana saja, jika tak terbersit untuk membakar sampah dan kayu di lahan yang gersang mungkin puluhan tanaman sawit saudara saya tidak akan terbakar dan mati.
Atau ketika WOÂ tidak menggunakan flare atau suar pada sesi pemotreran mungkin api tidak membakar Savana kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
3. Meminimalisir Kehancuran Lingkungan
Ketika seseorang memiliki kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau sudah dipastikan akan mengurangi dampak kehancuran lingkungan akibat adanya kebakaran yang melalap savana, lahan atau hutan.
Hal itu karena kegiatan pembakaran di savana, lahan atau hutan baik dilakukan sengaja atau tidak sengaja dapat ditekan dan diminimalisir.Â
4. Meminimalisir Kehilangan Flora dan Fauna Penting
Ketika terjadi kebakaran, api tidak akan pilih kasih terhadap apa yang akan dibakar, selama itu bisa dilahap oleh api maka akan disambar baik itu flora (tumbuhan) maupun fauna (hewan).
Berbeda ketiak seseorang memiliki kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau, kemungkinan kehilang flora (tumbuhan) maupun fauna (hewan) bisa diminimalisir karena adanya kesadaran untuk tidak memicu kebakaran.
Ayo suarakan kesadaran kolektif untuk tidak memercik api di musim kemarau.
Salam Lestari, Salam Sadar, Salam Efek El Nino.
Bangka Selatan, 11 September 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H